"PORTAL GEOGRAFI, LINGKUNGAN DAN TATA KOTA" Gapai mimpimu untuk masa depan yang lebih baik

SINOPSIS JAWA BARAT Blog Dedi Irawan


SINOPSIS JAWA BARAT
Pada kala akhir Miosen Tengah mulai diendapkan Formasi Bantargadung yang dicirikan oleh endapan turbidit halus aktivitas kipas laut dalam yang terdiri dari perselingan batupasir greywacke dan lempung (Gambar 1). Cekungan Bogor pada kala ini sudah semakin sempit menjadi suatu cekungan memanjang yang mendekati bentuk fisiografi zona Bogor (van Bemmelen, 1949). Pada daerah ini penurunan merupakan gerak tektonik yang dominan (Gambar 2).
Gambar 2 Rekontruksi Tektonik Pulau Jawa bagian barat (Suparka dan Susanto, 2008)
Pada Kala Miosen Akhir, Cekungan Bogor masih merupakan cekungan belakang busur dengan diendapkannya Formasi Cigadung dan Formasi Cantayan yang diendapkan pada lingkungan laut dalam dengan mekanisme arus gravitasi (Gambar 1). Formasi Subang diendapkan di bagian utara menunjukan lingkungan pengendapan paparan (Kurniawan, 2008). Pada Kala Pliosen, Cekungan Bogor sebagian sudah merupakan daratan yang ditempati oleh puncak-puncak gunungapi yang merupakan jalur magmatis (Gambar 2). Sebenarnya pendangkalan Cekungan Bogor ini dimulai dari selatan pada umur Miosen Tengah dan berakhir di sebelah utara pada umur Plistosen. Formasi Kaliwangu diendapkan di atas Formasi Subang pada Pliosen Awal dan menunjukan lingkungan pengendapan transisi. Daerah pegunungan selatan bagian selatan mengalami penurunan dan genang laut yang menghasilkan Formasi Bentang sedangkan di bagian utara terjadi aktivitas gunung api yang menghasilkan Formasi Beser.
Pada Kala Plistosen sampai Resen, geologi Pulau Jawa sama dengan sekarang. Aktivitas gunungapi yang besar terjadi pada permulaan Plistosen yang menghasilkan Formasi Tambakan dan Endapan Gunungapi Muda, sekaligus pusat gunung api dari selatan berpindah ke tengah Pulau Jawa yang merupakan gejala umum yang terjadi di seluruh gugusan gunung api sirkum pasifik (Karig dan Sharman, 1955 dalam Martodjojo, 2003 dalam Santana, 2007).
SINOPASIS JAWA TENGAH
Jawa Tengah dilewati oleh rangkaian pegunungan, yaitu Pegunungan Serayu Utara dan Serayu Selatan. Rangkaian Pegunungan Serayu Utara membentuk rantai pegunungan yang menghubungkan rangkaian Bogor di Jawa Barat dengan Pegunungan Serayu Utara.

Di sebelah selatan terdapat Pegunungan Kapur Utara dan Pegunungan Kendeng. Di ujung baratnya terdapat Gunung Slamet, dan bagian timur merupakan Dataran Tinggi Dieng dengan puncak-puncaknya Gunung Prahu dan Gunung Ungaran.

Bengawan Solo merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa (572 km), memiliki mata air di Pegunungan Sewu. Sungai Bengawan Solo mengalir ke utara, melintasi Kota Surakarta, dan akhirnya menuju ke Jawa Timur dan bermuara di daerah Gresik.

Waduk-waduk yang utama di Jawa Tengah adalah Waduk Gajahmungkur di Wonogiri, Waduk Kedungombo di Boyolali dan Sragen, Rawa Pening di Semarang, Waduk Cacaban di Tegal, Waduk Malahayu di Brebes, dan Waduk Sempor di Kebumen.

Provinsi Jawa Tengah memiliki beberapa gunung berapi yang masih aktif. Beberapa di antaranya adalah Gunung Merapi, Gunung Slamet, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, dan Gunung Dieng.

Jawa Tengah memiliki iklim tropis, dengan curah hujan tahunan rata-rata 2.000 meter. Daerah dengan curah hujan tinggi terdapat di Nusakambangan bagian barat, dan sepanjang Pegunungan Serayu Utara. Daerah dengan curah hujan rendah dan sering terjadi kekeringan di musim kemarau berada di daerah Blora dan sekitarnya, serta di bagian selatan Wonogiri.
JAWA TIMUR
Sejarah geologi zona Pegunungan Selatan Jawa Timur dimulai pada Kala Eosen Tengah sampai dengan Eosen Akhir . Mula-mula terendapkan Formasi Wungkal-Gamping, di bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau. Sebagian dari satuan batuan ini semula merupakan endapan laut dangkal yang kaya akan fosil. Karena pengaruh gaya berat di lereng bawah laut, formasi ini kemudian meluncur ke bawah dan diendapkan kembali di laut dalam. Pada formasi ini terdapat terobosan yaitu intrusi diorite pendul
Kemudian terjadi pengangkatan yang menyebabkan erosi pada kisaran umur Oligosen Awal – Tengah. Kemudian terjadi sedimentasi pada umur Oligosen Akhir – Miosen Awal, yaitu formasi Kebo-Butak. Litologi penyusun formasi ini di bagian bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat. Bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas lempeng andesit-basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi andesit. Lingkungan pengendapannya adalah laut terbuka yang dipengaruhi oleh arus turbid, pada akhir pembantukan formasi ini dipengaruhi oleh adanya aktivitas gunungapi.
Pada Kala Miosen Awal (N6 – N7) terjadi peningkatan aktivitas gunungapi yang ditandai dengan adanya piroklastik yang cukup luas. Endapan piroklastik menyusun satuan tuf Semilir. Satuan ini terendapakan dengan mekanisme endapan jatuhan piroklastik. Endapan hasil erupsi gunungapi tersebut terendapkan pada lingkungan laut dangkal. Aktivitas gunungapi memuncak pada Kala Miosen Awal (N7). Pada kala ini terjadi letusan besar yang bersifat destruktif, membentuk sistem kaldera. Letusan tersebut bersifat eksplosif dan menghasilkan material gunungapi berupa pumis yang membentuk satuan breksi pumis Semilir. Satuan breksi pumis Semilir ini terendapkan dengan mekanisme jatuhan piroklastik. Pada fase ini pula terbentuk kaldera pada bagian puncak gunungapi dan merusak sebagian besar dari tubuh gunungapi. Kemudian diikuti oleh fase konstruktif dengan adanya aliran lava yang menyusun bagian bawah dari satuan breksi andesit Nglanggran.
Selain menghasilkan material gunungapi melalui mekanisme jatuhan piroklastik, gunungapi tersebut juga menghasilkan material melalui mekanisme aliran lava dan aliran piroklastik yang menempati lembah-lembah berupa endapan channel. Pada Kala Miosen Awal bagian atas hingga Miosen Tengah bagian bawah (N7 – N9) tersebut juga terendapkan breksi andesit epiklastik yang menyusun satuan breksi andesit Nglanggran. Bagian bawahnya tersusun oleh breksi basal piroklastik. Satuan ini terendapkan pada lingkungan darat dengan mekanisme high density flows. Pada fase ini, kegiatan gunungapi sudah mulai menurun.
Kemudian pada Kala Miosen Tengah, terendapkan satuan batupasir karbonatan Sambipitu yang didominasi oleh batupasir karbonatan yang bergradasi secara normal menjadi batulempung karbonatan. Material ini terendapkan pada lingkungan laut dangkal dengan mekanisme pengendapan arus turbid.
Pada kala Miosen Tengah (N9-N10) cekungan mengalami pengangkatan kepermukaan, sehingga mengalami erosi dan terendapkan secara tidak selaras satuan batugamping klastik. Dijumpainya batugamping yang korelasi hasil analisis foraminifera kecil, batugamping ini masuk dalam satuan batugamping Oyo. Hal ini menandai bahwa cekungan sedimen pada waktu itu semakin tenang yang menendakan aktifitas vulkanisme menurun. Dalam hal ini tentunya akan berkembang dengan baik secara normal yang berkarakteristik klastik
Pada saat pengendapan terus berlangsung dan vulkanisme menurun, tetapi secara setempat dijumpainya tuf yang mempunyai hubungan melensa dengan satuan batugamping Oyo. Kedapatan tuf pada satuan batugamping Oyo bisa terjadi karena pada saat kegiatan vulkanisme menurun berarti kegiatan vulkanisme masih berjalan. Secara genesa tuf sangat dipengaruhi oleh arah angin dan gravitasi dan itu membentuk satuan tuf Oyo.
Pada Kala Resen, sebagian material pada tinggian Zona Baturagung mengalami pelapukan, erosi dan penggerusan oleh aktivitas fluvial. Material hasil rombakan ini kemudian terendapkan di sebelah utara tinggian tersebut dan membentuk satuan endapan lempung-bongkal.
Formasi wonosari tebentuk berikutnya dengan umur Miosen Tengah hingga Pliosen. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan dengan litologi didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Pada bagian bawah adanya hubungan menjari dengan formasi Oyo yang berarti pembentukannya seumur dengan formasi oyo bagian atas.
Akhir pembentukan formasi Wonosari bersamaan dengan terbentuknya formasi Kepek, batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis. umur Formasi Kepek adalah Miosen Akhir hingga Pliosen.
Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik)
Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas sampai padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal.

Share:

Wikipedia

Search results