"PORTAL GEOGRAFI, LINGKUNGAN DAN TATA KOTA" Gapai mimpimu untuk masa depan yang lebih baik

MAKALAH PENGEMBANGAN WILAYAH


BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKNG
Letak Geografis Kabupaten Lumajang terletak pada 112°53' - 113°23' Bujur Timur dan 7°54' - 8°23' Lintang Selatan. Luas wilayah keseluruhan Kabupaten Lumajang adalah 1790,90 km2. Kabupaten Lumajang terdiri dari dataran yang subur karena diapit oleh tiga gunung berapi yaitu :           
- Gunung Semeru (3.676 m)
 - Gunung Bromo (3.2952 m)
- Gunung Lamongan (1.668 ogen (Pg), batuan beku dalam asam kapur (K Gr).
Ditinjau dari segi batuan pembentuk struktur geologi wilayah, kawasan perencanaan terdiri dari jenis batuan Old Kwarter Vulkanik, Young Kwarter Vulkanik dan Alluvium. Pada umumnya Kabupaten Lumajang disusun oleh formasi batuan Alluvium (68.005,87 Ha) yang mencapai 38% dan terkecil Miosen Sedimentary 8% dari luas wilayah. Pembentukan jenis tanah dipengaruhi oleh iklim, bahan induk dan keadaan topografi. Berdasarkan Peta Tanah Tinjau yang dikeluarkan Lembaga Penelitian Bogor tahun 1966, jenis tanah di Kabupaten Lumajang terdiri dari aluvial, regosol, andosol, mediteran dan latosol. Sehingga daerah kabupaten lumajang ini banyak tersebar sumber daya alam yang disebabkan adanya proses geologi.
  1. TUJUAN
Mengkaji (SDA) sumber daya alam yang diakibatkan oleh proses geologi beserta potensi bencananya. Sehingga kita bisa tau bagaimana deskripsi suatu daerah yang kita kaji tersebut.
  1. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana keadaan geologi di wilayah Lumajang?
2.      Potensi SDA apa yang dapat di manfaatkan di daerah lumajang?
3.      Bencana apa yang terjadi jika di kaitkan dngan keadaan gelogi di daerah lumajang?
BAB II
PEMBAHASAN
1.      Geologi
Daerah Kabupaten Lumajang disusun secara geologi oleh batuan-batuan dari Formasi Mandalika (Formasi Wuni, Tuf Argopuro), Batuan Gunung api Jembangan (Tengger, Semeru, dan Lamongan), Endapan Rawa, dan Aluvium. Secara stratigrafi Formasi Mandalika merupakan satuan tertua di wilayah ini yang diperkirakan berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal menempati sebagian kecil wilayah kabupaten Lumajang bagian barat daya. Wilayah ini juga terdiri atas batuan piroklastik dan lava bersusunan andesitik – basaltik yang umumnya telah terpropilitkan.
 Tidak selaras diatas batuan gunung api tua ini diendapkan Formasi Wuni berumur Miosen Tengah yang bercirikan perselingan breksi, lava, breksi tufa, breksi lahar, dan tufa pasiran yang  tersebar di sebagian kecil daerah bagian barat daya. Kedua formasi diatas ditutupi oleh satuan-satuan stratigrafi berumur Plistosen yang disusun oleh Tuf Argopuro di bagian timur, hasil kegiatan gunung api  Jembangan, Tengger, dan Semeru di bagian utara dan tengah, serta hasil kegiatan gunung api Lamongan di bagian timur laut. Endapan rawa diendapkan di bagian selatan wilayah Kecamatan Pronojiwo sementara aluvium menempati bagian pedataran di sebelah timur wilayah Kabupaten Lumajang.

            Mengacu kepada kondisi geologi daerah Kabupaten Lumajang yang disusun terutama oleh batuan-batuan piroklastik dan lava, maka produk gunung api di daerah tersebut dapat dikategorikan ke dalam sekwen susunan batuan dari gunung api komposit. Luas sebaran dan besarnya volume produk gunung api tersebut telah membentuk sumber daya bahan galian C yang signifikan di wilayah Lumajang sehingga menciptakan potensi untuk dikelola dan dimanfaatkan secara optimal sebagai penunjang perekonomian daerah. Teridentifikasi berbagai jenis bahan galian golongan C yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan bahan industri sebagai berikut ( Pemerintah Kabupaten Lumajang, Bagian Ekonomi dan Kesra,  2003 ) :
1.      Pasir dan batuan
Pasir dan beraneka ragam ukuran batu mempunyai potensi terbesar di wilayah kabupaten Lumajang yang tersebar di beberapa daerah kecamatan terutama pada aliran kali-kali Leprak, Glidik, Besuksat, Mujur, Rejali, dan sungai-sungai lain berukuran besar/kecil yang berperan sebagai saluran transportasi bahan-bahan rombakan hasil erupsi G. Mahameru. Teridentifikasi bahwa sumber daya bahan galian pasir dan batu hasil kegiatan erupsi G. Mahameru yang berkesinambungan telah menciptakan pendangkalan badan-badan sungai yang dilaluinya dan sekaligus menjadi lahan penambangan utama bahan galian dimaksud. Kuantitas bahan galian termasuk ke dalam kategori sumber daya tereka dengan jumlah total ± 2.333.000 m3.
2.      Tanah atau pasir urug
Jenis bahan galian tanah urug ditambang dari daerah perbukitan, sementara pasir urug digali dari endapan sungai purba dengan  penambangan dibawah pengawasan instansi terkait dan bekas penambangan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.
3.      Andesit
Jenis bahan galian ini berasal dari pegunungan yang berada di beberapa kecamatan, terdiri atas batuan andesit tidak terubah berwarna abu-abu dan terubah hidrotermal berwarna kehijauan. Bahan galian andesit tidak terubah berasal dari Gunung Ketuk, Kali Gede, dan Kali Uling. Sedangkan andesit yang terubah ditambang dari sekitar daerah Gunung Mesigit, Gunung Berangkal, dan Gladak Perak. Kedua jenis bahan galian tersebut mempunyai kuantitas yang termasuk ke dalam sumber daya tereka dengan jumlah ± 8.766.456 m3, yang dapat digunakan untuk bahan bangunan dan ornamen dinding bangunan.
4.      Diorit
Diorit dari Gunung Jugo di Desa Jugosari, Kecamatan Candipuro dikenal sebagai salah satu bahan galian golongan C yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan dan lantai. Kuantitas bahan galian ini dikategorikan sebagai sumber daya tereka dengan jumlah ± 62.500 m3 memiliki cukup kekerasan, kekuatan tekan, dan apabila dipoles memperlihatkan tekstur menyerupai gabro atau granit.
5.      Tuf lapili
Bahan galian ini tersebar di Gunung Licing bagian selatan, Desa Gondoruso, Kecamatan Pasirian pada ketinggian 200 – 300 meter dan juga ditemukan di lereng barat perbukitan sebelah utara Dusun Dampar, merupakan sisipan dalam breksi vulkanik dengan warna putih keabu-abuan, kuantitasnya termasuk ke dalam kategori sumber daya tereka sebesar ± 193.110 m3 sehingga dapat dimanfaatkan untuk ornamen dinding bangunan.
6.      Batu gamping pasiran
Bahan galian ini terdapat di Desa Wareng dan Umbulsari, Kecamatan Tempursari. Bahan galian ini berwarna coklat muda, berlapis, dan sangat keras. Bahan ini mengandung kuarsa, pecahan batuan, dan fosil bentos dengan kuantitas sebesar ± 1.395.728 m3, dapat dianggap sebagai sumber daya tereka.
7.      Bahan galian logam
Jenis bahan galian berupa mineral-mineral mengandung tembaga (Cu), molybdenum (Mo), seng (Zn), emas (Au), perak (Ag), dan arsen (As), yang masih merupakan indikasi dalam zona mineralisasi di daerah-daerah Desa Oro-oro Ombo di Kecamatan Pronojiwo, Gladak Perak di Kecamatan Candipuro, dan Kali Sukosari di Kecamatan Tempursari. Bahan galian pasir besi teridentifikasi sebagai endapan pantai di Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun telah dieksplorasi dan menghasilkan informasi tentang kandungan Fe rata-rata 48,75%.
2.      Morfologi
Morfologi Jawa Timur terdapat tiga zone, yaitu:
·         Zone Selatan   : terdiri atas plato kapur yang miring ke selatan dan paneplain yang terangkat, pada umumnya dibagian utara dibatasi gawir sesar.
·         Zone Tengah   : terdiri atas depresi yang ditumbuhi gunung-gunung aktif
·         Zone Utara      : terdiri dari rangkaian pegunungan lipatan rendah yang dikelilingi perbukitan dan beberapa volkan.
Daerah Lumajang berada pada zone tengah, terdiri atas formasi pegunungan denudasional bukan kapur dan dataran nyaris dengan topografi bergelombang yang kemiringannya datar hingga sangat curam.
Pegunungan Selatan di Jawa Timur berkembang sebagai fasies volkanik dan karbonatan yang berumur Miosen. Di sebelah utara dari jalur volkanik kwarter adalah jalur Kendeng yang terdiri dari endapan Tersier yang agak tebal. Menurut Genevraye dan Samuel (1972), tebalnya lapisan Tersier di sini mencapai beberapa ribu meter. Dekat kota Cepu daerah ini terlipat dan tersesarkan dengan kuat. Di beberapa tempat lapisan-lapisan itu bahkan terpotong-potong oleh sesar naik dengan sudut kemiringan yang kecil. Pegunungan Selatan di wilayah ini tenggelam. Depresi Lumajang diapit dua sesar besar di sebelah barat dan timurnya. Dua sesar besar ini telah memutuskan dan mengubah kelurusan jalur gunungapi Kuarter di Jawa Timur.
Karakteristik daerah Lumajang merupakan depresi yang tertimbun di bawah dataran alluvial sebagai akibat proses down warping dan merupakan wilayah pengaliran sungai-sungai yang berasal  dari kedua dataran tinggi di sebelah barat dan timur depresi. Di sebelah selatannya muncul sebagai dangkalan yang merupakan selat antara daratan Lumajang dengan Nusa Barong. Oleh karena itu sedimentasi yang cepat di bagian ini maka terbentuklah berbagai variasi gosong pasir dan tambolo. Nusa Barong sendiri berupa plato kapur dengan topografi yang relatif sempurna.
Keberadaan sesar besar utara-selatan sedikit melengkung menghadap depresi Lumajang adalah penyebab indentasi dan depresi Lumajang. Sesar besar ini dapat menjelaskan kelurusan gunungapi Semeru-Bromo-Penanjakan. Puncak-puncak gunung ini tersebar utara-selatan. Bila kita berdiri di puncak Penanjakan (2775 m) sebelah utara Bromo (2329 m), kita akan melihat ke utara akan nampak  laut Selat Madura, melihat ke selatan akan nampak gunung Bromo dan Semeru. Kelurusan ini membuat masyarakat Tengger menyucikan ketiga gunung yang dianggapnya  sebagai atap dunia itu. Sebenarnya, di bawah ketiga gunung ini terdapat sesar besar yang juga konon bertanggung jawab telah menenggelamkan Pegunungan Selatan Jawa di wilayah ini. Sesar besar ini telah diterobos magma sejak Plistosen atas sampai Holosen menghasilkan gunung-gunung di kawasan Kompleks Tengger. Semacam erupsi linier dalam skala besar telah terjadi dari selatan ke utara di sepanjang sesar ini berganti-ganti selama Plistosen sampai Kuarter. Dari selatan ke utara ditemukan pusat2 erupsi sbb. : Semeru, Jembangan, Kepolo, Ayek-Ayek, Kursi, Bromo, Batok, dan Penanjakan. Yang masih suka meletus sampai kini adalah Semeru dan Bromo.
Danau kawah Ranu Kembolo, Ranu Pani, dan Ranu Regulo merupakan maar sisa erupsi gunung Ayek2 yang terletak di antara Kaldera Tengger dan Semeru.  Yang pernah mendaki Semeru pasti pernah melalui pos-pos Ranu Pani dan Ranu Kembolo ini. Van Bemmelen (1949) menarik garis volcano-tectonic yang besar dari Selat Madura sampai hampir pantai selatan Jawa Timur berarah utara-selatan. Menurutnya, inilah sebuah transverse fault yang besar yang memotong tegak lurus trend struktur Jawa bagian barat-timur. Transverse fault ini menjadi lokasi semua gunung api aktif maupun mati di wilayah ini, sehingga lineament gunung api ini menyimpang dari lineament gunung api Jawa pada umumnya (barat-timur). Kompleks Tengger-Semeru berarah utara-selatan, bahkan wilayah Grati dan Semokrong di tepi pantai utara eastern spur Jawa Timur ini, atau di sebelah selatan Selat Madura, menurut van Bemmelen (1949) masih merupakan bukit-bukit yang terjadi oleh aktivitas volcano-tectonic akibat runtuhnya kaldera Tengger.
Gambar 6: Deretan pegunungan di sekitar Semeru
Meminjam transverse fault Tengger-Semeru van Bemmelen ini untuk menerangkan terjadinya Depresi Lumajang ke sebelah timurnya, dengan menggunakan juga transverse fault pasangannya di wilayah Jember, yaitu Iyang (Yang)-Argopuro Fault . Kedua transverse fault ini mengapit wilayah Lumajang yang tenggelam, sehingga bisa disimpulkan bahwa kedua transverse fault tersebut merupakan block faulting yang besar dengan block terbannya (downblock) ditempati oleh Depresi Lumajang. Letak Lumajang yang tenggelam bisa dilihat apabila mengamati garis pantai selatan Lumajang yang terindentasi ke dalam dan Pegunungan Selatannya yang hilang.
3.       Hidrologi
 Keadaan hidrologi dan pengairan merupakan keadaan yang menggambarkan fisik tanah yang berhubungan dengan adanya genangan air, saluran irigasi, sungai, dan danau. Dengan mengetahui keadaan tersebut akan dapat diketahui cara pemanfaatan tanah. Misalnya pada daerah yang banyak terdapat aliran sungai, penduduknya banyak memanfaatkan sungai sebagai sarana kehidupan rumah tangga sehari-hari. Pada daerah yang banyak terdapat saluran irigasi berarti daerah tersebut telah memanfaatkan tanahnya untuk budidaya pertanian lahan basah. Pada daerah yang banyak terdapat alur sungai berarti daerah tersebut telah memanfaatkan air tersebut sebagai bahan baku air bersih.
Kemampuan Lahan adalah salah satu aspek fisik yang perlu diperhatikan dalam penyusunan rencana fisik karena menyangkut kemampuan efektif tanah dan kondisi hidrologi wilayah. Kemampuan jenis tanah adalah daya dukung tanah pada suatu wilayah apabila dilakukan pembudidayaan serta menjadi daya dukung ketersediaan air pada wilayah tersebut. Ada enam indikator kemampuan tanah yakni lereng/kemiringan tanah, kedalaman efektif tanah, tekstur tanah, drainase, tingkat erosi, dan faktor pembatas yang dijelaskan sebagai berikut :
a.       Kemiringan Tanah (Lereng)
Kemiringan tanah (lereng) merupakan sudut yang dibentuk oleh permukaan tanah dengan bidang horisontal. Kabupaten Lumajang seluas 179.090,00 Ha, berdasarkan klasifikasi lereng (kemiringan) adalah :
-          Datar (0-2%) seluas 87.199,59 Ha (45,9%)
-          Landai-agak miring (2-15%) seluas 1.459,57 Ha (17,57%)
-          Miring-agak curam (15-40%) seluas 28.827,89 Ha (10,10%)
-          Curam-sangat curam (lebih dari 90%) seluas 36.602,65 Ha
b.     Drainase
        Drainase adalah kemampuan permukaan tanah untuk merembeskan air secara alami atau cepat atau lambatnya air hilang dari permukaan tanah setelah hujan secara alami dan bukan karena perlakuan manusia. Berdasarkan pengertian tersebut, maka drainase diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelas yakni tidak pernah tergenang, tergenang secara periodik, dan tergenang terus-menerus.
Secara umum keadaan drainase di Kabupaten Lumajang cukup baik mengingat keadaan topografi yang bervariasi kemiringannya. Keadaan topografi di Kabupaten Lumajang yang bervariasi mulai datar sampai curam menguntungkan dari aspek ketergantungannya. Pengaturan air yang baik dan berfungsinya saluran pengairan, menyebabkan daerah tidak tergenang kecuali jika terjadi bencana alam.
Kabupaten Lumajang mempunyai 31 sungai dan 6 air terjun. Selain itu juga terdapat danau (ranu), yakni Ranu Pakis, Ranu Klakah, dan Ranu Bedali di Kecamatan Klakah serta Ranu Pane dan Ranu Gumbolo di Kecamatan Senduro. Selain itu di Lumajang terdapat beberapa sumber air bersih yang digunakan oleh warga untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari baik untuk keperluan pribadi maupun untuk irigasi.
Sungai-sungai besar dengan daerah aliran di lumajang dan sekitarnya antara lain Sungai Besuk Sat, Sungai Bondoyudo, Sungai Kaliasem, Sungai Kalimujur, Sungai Kali Pancing, dan Sungai Rejali yang hampir kesemuanya bermuara di Pantai Laut Selatan. Lumajang juga mempunyai beberapa tempat wisata yang tidak kalah menariknya dari daerah lain seperti Piket Nol, Hutan Bambu, dan juga Pantai Bambang serta pemandian Selo Kambang yang terletak di Kecamatan Sumbersuko dan masih banyak tempat tempat wisata lainnya.
Gambar 7: Beberapa sungai di Lumajang yang bermuara di Pantai Laut Selatan
Gambar 8: Sungai pengendapan material Gunung Semeru
Kedalaman muka air tanah dangkal di Kota Lumajang adalah 2 meter dengan debit yang cukup konstan. Mutu air di kota ini menunjukkan bahwa kualitas airnya cukup baik dengan curah hujan rata-rata adalah 1997 mm per tahun dan kedalam air tanah rata-rata adalah 2 meter.

BAB III
PENUTUP

  1. KESIMPULAN
Ketinggian daerah Kabupaten Lumajang bervariasi dari 0-3.676 m dengan daerah yang terluas adalah pada ketinggian 100-500 m dari permukaan laut 63.405,50 Ha (35,40 %) dan yang tersempit adalah pada ketinggian 0-25 m dpl yaitu 19.722,45 Ha atau 11,01 % dari luas keseluruhan Kabupaten. Formasi geologi daerah ini terdiri dari beberapa macam yaitu kuarter (Q), Mesozoikum (Mz), batuan beku dalam ultra basa (Pdt), Miosen bawah (L Mi), Sekis hablur (Pr), Mio Pliosen (Mi Pi), batuan beku dalam basa (Gb), Paleogen (Pg), batuan beku dalam asam kapur (K Gr).
Ditinjau dari segi batuan pembentuk struktur geologi wilayah, kawasan perencanaan terdiri dari jenis batuan Old Kwarter Vulkanik, Young Kwarter Vulkanik dan Alluvium. Pada umumnya Kabupaten Lumajang disusun oleh formasi batuan Alluvium (68.005,87 Ha) yang mencapai 38% dan terkecil Miosen Sedimentary 8% dari luas wilayah. Sehinga daerah lumajang mempunyai banyak potensi sumber daya alam geologi dan potensi bencana geologi.






DAFTAR PUSTAKA
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral; 2003. Peta Potensi dan Neraca Sumber Daya/Cadangan Mineral Seluruh Kabupaten di Jawa, Edisi Tahun 2003.
Djunaedi, E.K.; Imanuel, M.F.; Mutang, A. dan Santoso, A.; 1997. Eksplorasi Geofisika Logam Di Daerah Sumberwungkul, Desa Sumberwuluh, Kec. Candipuro, Lumajang – Jawa Timur.

Share:

Wikipedia

Search results