BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Air merupakan sumber daya penting bagi
kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Meningkatnya jumlah penduduk dan
kegiatan pembangunan, telah meningkatkan kebutuhan air. Di lain pihak,
ketersediaan air dirasakan semakin terbatas, di beberapa tempat bahkan sudah
dapat dikategorikan berada dalam kondisi kritis. Hal ini disebabkan oleh
berbagai faktor seperti pencemaran, penggundulan hutan, kegiatan pertanian yang
mengabaikan kelestarian lingkungan dan berubahnya fungsi daerah tangkapan air.
Air sebagai penopang pembangunan dewasa ini (bahkan sudah dirasakan sejak
lama) semakin terancam keberadaannya, baik dan segi kuantitas maupun
kualitasnya. Hal tersebut sebagian besar diakibatkan oleh ulah manusia yang
kurang arif terhadap lingkungan sehingga berpengaruh terhadap sumberdaya air, bahkan
akhirnya berdampak negatif terhadap manusia sendiri. Sumberdaya
air sebagai bagian dari sumberdaya alam (natural resources),
di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999 – 2004 disebutkan
diarahkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan memperhatikan
kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang
berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan
ruang yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang.
UUD 1945 Pasal 33
ayat (3) menyebutkan bahwa pendayagunaan sumber daya air harus ditujukan untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pengertian yang terkandung di dalam
amanat tersebut adalah bahwa negara bertanggungjawab terhadap ketersediaan dan
pendistribusian potensi sumberdaya air bagi seluruh masyarakat Indonesia, dan
dengan demikian pemanfaatan potensi sumberdaya air harus direncanakan
sedemikian rupa sehingga memenuhi prinsip-prinsip kemanfaatan, keadilan,
kemandirian, kelestarian dan keberlanjutan.
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa
yang di maksud dengan pembangunan ?
2.
Bagaimana
dampak aktivitas pembangunan terhadap ketersediaan air ?
3.
Bagaimana
hubungannya dengan siklus hidrologi dan sumber daya air ?
4.
Bagaimana
masalah-masalah pengelolaan sumber daya air ?
5.
Bagaimana
konservasi sumber daya air?
C.
TUJUAN
Adapun tujuan yang di harapakan dalam
penyusunan makalah ini adalah :
1.
Dapat
memahamai definisi dari pembangunan itu sendiri.
2.
Dapat
mengetahui bahwasanya pembangunan ini memiliki dampak terhadap ketersediaan
sumber daya air.
3.
Dapat
mengerti hubungannya dengan siklus hidrologi dan sumber daya air.
4.
Dapat
mengetahui masalah-masalah dalam pengelolaan sumber daya air.
5.
Menambah
pengetahuan tentang konservasi sumber daya air itu seperti apa.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
PEMBANGUNAN
Pembangunan adalah suatu kegiatan yang bertujuan
untuk merubah kondisi lama menjadi kondisi yang baru dengan maksud untuk
melakukan pengembangan dengan memanfaatkan kondisi geologi secara fisik yang
juga memanfaatkan sumber daya alam, kegiatan tersebut berlangsung di atas
permukaan bumi. Salah satu contoh yaitu pembangunan di bidang sektor
pertambangan, perindutrian dan pertanian.
B.
DAMPAK AKTIVITAS PEMBANGUNAN TERHADAP KETERSEDIAAN AIR
Pembangunan yang selama ini kita ketahui ternyata memiliki dampak yang
sangat tinggi terhadap ketersediaan air, baik itu air permukaaan maupun air
bawah permukaan. Dengan adanya pembangunanini, ada dampak positif yang hal itu
di rasakan dan dinikmati oleh manusia, sedangkan dampak negatif dari
pembangunan ini salah satunya adalah ketersediaan air. Kita ketahui bahwa air
adalah sumber daya alam yang harus di jaga dengan baik. Karena air adalah
sumber dari kehidupan manusia di bumi ini.
Sumberdaya air dapat terkena dampak dari pembangunan itu sendiri. Perubahan kondisi
lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan dapat berdampak pada sumberdaya air
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Peristiwa banjir yang sering terjadi
tidak
terlepas dari dampak perubahan penggunaan lahan. Pencemaran pada air sungai dan
air tanah
yang sering terjadi juga merupakan dampak dari pembangunan juga, seperti adanya
pembangunan pabrik gula. Limbah dari pabrik gula itu pembuangannya masih di
arahkan ke sungai-sungai, bagaimana tidak tercemar air yang ada di sungai itu.
Oleh karena itu perlu adanya ketegasan dari pihak pelestarian lingkungan dalam
menghadapi masalah tersebut. Dengan memperhatikan daur hidrologi serta proses hidrologi yang
mengalami perubahan dapat dikaji dampak-dampak negatif yang mungkin timbul yang
disebabkan oleh proses pembangunan.
Untuk mencapai pembangunan yang
berkelanjutan di Indonesia, maka prinsip dasar yang berkaitan dengan sumber
daya air yang perlu dipahami adalah bagaimana memenuhi kebutuhan air secara
memadai dengan ketersediaan air yang terbatas untuk seluruh penduduk Indonesia
dan seluruh sektor pembangunan, dengan mempertimbangkan aspek daya dukung dan
konservasi sumber daya air. Namun hal itu harus memperhatikan keadaan sumber
daya manusia dalam mengelola pembangunan dan menjalankan kegiatan pembangunan.
Dengan melihat kondisi di sekitar utamanya ketersediaan air maka tidak
sembarang orang atau manusia dapat mengerti prinsip dasar yang berkaitan sumber
daya air. Banyak kita temui, orang-orang yang tinggal di daerah dataran tinggi
seperti di Kota Batu, Malang-Jawa Timur di mana daerah batu dulunya adalah
daerah resapan air hujan karena banyaknya hutan-hutan yang masih berdiri tegak.
Tapi saat ini kondisi di daerah Batu sudah berbeda dengan dulu, yang mana
hutan-hutan sudah di babat menjadi lahan perkebunan holtikultura. Memang hal
ini berkaitan dengan pembangunan di bidang pertanian. Sehingga saat hujan turun
hanya sebagian yang dapat di resap oleh tanah, artinya proses infiltrasi di
daerah Batu saat ini berkurang secara drastis akibat pembangunan di bidang
pertaniaan tersebut.
C.
HIDROLOGI
DAN SUMBER DAYA AIR
Dalam membicarakan ruang lingkup sumberdaya air yang pada dasarnya
membahas hidrologi, akan lebih mudah bila penjelasannya dikaitkan dengan sistem Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang digunakan sebagai wilayah maupun satuan analisisnya. Dalam
sistem DAS biasanya digambarkan hubungan antara hujan sebagai masukan dan aliran sebagai
keluarannya dalam suatu sistem sebagai berikut. Keluaran yang dihasilkan dalam sistem
tersebut tidak terbatas pada aliran, tetapi dapat juga merupakan zat kimia yang
terbawa aliran dan atau sedimen yang terbawa aliran yang bersangkutan.
Hubungan tersebut umumnya berlangsung dalam penelitian sumberdaya air
pada suatu DAS, atau yang dikenal dengan pendekatan kotak hitam (black box). Air di
muka bumi mengalami peredaran (siklus) yang sering disebut dengan siklus hidrologi atau
daur hidrologi. Siklus hidrologi dapat dicerminkan dalam bentuk yang sederhana
maupun yang rumit, lengkap dengan proses-proses berlangsung di dalamnya.
Dalam penanganan suatu kegiatan yang melibatkan hidrologi, hendaknya
disesuaikan dengan tujuan dari kegiatan tersebut. Oleh sebab itu parameter hidrologi yang
diperlukan dalam suatu kegiatan harus disesuaikan. Dalam kajian siklus hidrologi
dapat dibedakan antara cara perhitungan dan ruangan atau batas wilayah yang
dipelajari dalam memperkirakan neraca air.
a.
Potensi Sumber Daya Air
Secara nasional, potensi sumber daya air
(air permukaan dan air tanah) tersebar di berbagai pulau di Indonesia dengan
kuantitas dan kualitas yang berbeda-beda. Demikian pula pemanfaatannya sangat
tergantung pada kebutuhan penduduk dan kegiatan pembangunan yang ada, seperti
pertanian (irigasi), industri, pariwisata, dan sebagainya.
Berdasarkan studi Direktorat Jenderal
(Ditjen) Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum tahun 1994, potensi air permukaan
di Indonesia adalah sebesar 1.789 milyar m3/tahun. Potensi air tersebut
tersebar di berbagai pulau, antara lain Papua sebesar 1401 x 109 m3/tahun;
Kalimantan sebesar 557 x 109 m3/tahun; dan Jawa sebesar 118 x 109 m3/tahun. Air
permukaan tersebut tersebar pada berbagai badan air, yaitu 5.886 sungai, 186
danau/situ, waduk dan rawa seluas 33 juta hektar.
Hal lain juga dikemukakan oleh Rohmat
(2010) bahwa debit air sungai Citarum dan sekitarnya yang masuk ke waduk
Djuanda dipandang sebagai jumlah yang terkendali. Total potensi sumberdaya air
selama satu tahun dihitung berdasarkan jumlah air bulanan. Pendekatan
perhitungan jumlah air tersebut disajikan dalam bentuk persamaan sebagai
berikut ( Rohmat, 2010) :
Qb = Qh x H x
86400 dan Qt = ∑Qbi
Dengan : Qb
= Jumlah air rata-rata dalam m³/bulan
Qh
= Debit rata-rata harian (m³/detik)
H = Jumlah hari dalam bulan yang
bersangkutan
Qt = Rata-rata jumlah air total selama 1 tahun (m³/tahun)
b.
Kebutuhan Air
Kebutuhan air terbesar di Indonesia
terjadi di Pulau Jawa dan Sumatera, karena kedua pulau ini mempunyai jumlah
penduduk dan industri yang cukup besar. Kebutuhan air lainnya yang besar adalah
untuk keperluan pertanian (irigasi) dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan yang
terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Berdasarkan data
dari Ditjen Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum tahun 1991, pada tahun 1990
kebutuhan air untuk pertanian (irigasi dan tambak) adalah 74,9 x 109 m3/tahun,
sedangkan pada tahun 2000 kebutuhan air untuk keperluan tersebut akan meningkat
menjadi sebesar 91,5 x 109 m3/tahun, dan pada tahun 2015 menjadi sekitar 116,96
x 109 m3/tahun. Berarti persentase kenaikan kebutuhan air untuk pertanian
antara tahun 1990 dan 2000 adalah sebesar 10%/tahun dan antara tahun 2000 dan
2015 sebesar 6,7 %/tahun.
Di samping kebutuhan air untuk domestik
dan pertanian, kebutuhan air untuk sektor industri juga cukup besar.
Berdasarkan data dari Departemen Perindustrian, kebutuhan air untuk sektor
industri pada tahun 1990 adalah sebesar 703,5 x 106 m3/tahun, dan proyeksi
untuk tahun 1998 adalah sebesar 6.474,8 x 106 m3/tahun. Peningkatan sebesar
sembilan kali lipat atau 12,5%/tahun merupakan perkiraan berkembangnya industri
di beberapa provinsi, antara lain di Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa
Timur dan Kalimantan Timur.
Karena ketersediaan air permukaan yang
dapat dimanfaatkan semakin terbatas maka terjadi peningkatan penggunaan air
tanah terutama di kota-kota besar di Pulau Jawa seperti Jakarta, Bandung,
Semarang dan Surabaya. Sebagai contoh, pemanfaatan air tanah untuk sektor
industri saja di Kota Bandung mencapai 66,9 x 106 m3/tahun. Di wilayah DKI
Jakarta dan daerah penyangganya yaitu Bogor, Tangerang dan Bekasi (Botabek)
diketahui cekungan air tanahnya meliputi luas 3.000 km2.
c.
Ketersediaan
air (Water availability)
Ketersediaan air
adalah berapa besar cadangan air yang tersedia untuk keperluan irigasi.
Ketersediaan air ini biasanya terdapat pada air permukaan seperti sungai,
danau, dan rawa-rawa, serta sumber air di bawah permukaan tanah. Pada
prinsipnya perhitungan ketersediaan air ini bersumber dari banyaknya curah
hujan, atau dengan perkataan lain hujan yang jatuh pada daerah tangkapan hujan (catchment
area/ watershed) sebagian akan hilang menjadi evapotranspirasi, sebagian
lagi menjadi limpasan langsung (direct run off), sebagian yang lain akan
masuk sebagai infiltrasi. Infiltrasi ini akan menjenuhkan tanah atas (top
soil), kemudian menjadi perkolasi ke ground water yang akan keluar menjadi base
flow. (Anonim, 2009).
Di samping data
meteorologi, dibutuhkan pula data cahaya permukaan (exposed surface),
dan data kelembaban tanah (soil moisture).
Untuk rumus run off adalah :
Run off = base flow + direct run off
d.
Karakteristik
Sumberdaya Air
Secara
eksplisit karakteristik dasar sumberdaya air antara lain:
1.
Dapat
mencakup beberapa wilayah administratif (cross-administrative boundary)
dikarenakan oleh faktor topografi dan geologi.
2.
Dipergunakan
oleh berbagai aktor (multi-stakeholders)
3.
Bersifat
sumberdaya mengalir (flowing/dynamic resources) sehingga mempunyai keterkaitan
yang sangat erat antara kondisi kuantitas dengan kualitas, antara hulu dengan
hilir, antara instream dengan offstream, maupun antara air
permukaan dengan air bawah tanah.
4.
Dipergunakan
baik oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang (antar generasi).
Kuantitas dan
kualitas air amat bergantung pada tingkat pengelolaan sumber daya air masing-masing
daerah, keragaman penggunaan air yang bervariasi – pertanian, air baku domestik
dan industri, pembangkit tenaga listrik, perikanan, dan pemeliharaan lingkungan
– selain iklim, musim (waktu) serta sifat ragawi alam (topografi dan geologi)
dan kondisi demografi (jumlah dan penyebaran) serta apresiasi (persepsi)
tentang air.
Mempertimbangkan
hal-hal tersebut, maka sumberdaya air merupakan sumberdaya alam yang sangat
vital bagi hidup dan kehidupan mahluk serta sangat strategis bagi pembangunan
perekonomian, menjaga kesatuan dan ketahanan nasional sehingga harus dikelola
secara terpadu, bijaksana dan profesional.
D. MASALAH
PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR
Secara umum
masalah pengelolaan sumberdaya air dapat dilihat dari kelemahan mempertahankan
sasaran manfaat pengelolaan sumberdaya air dalam hal pengendalian banjir
dan penyediaan air baku bagi kegiatan domestik, municipal, dan
industri.
Masalah pengendalian
banjir sebagai bagian dari upaya pengelolaan pengelolaan sumberdaya air, sering
mendapatkan hambatan karena adanya pemukiman padat di sepanjang sungai yang
cenderung mengakibatkan terhambatnya aliran sungai karena banyaknya sampah
domestik yang dibuang ke badan sungai sehingga mengakibatkan berkurangnya daya
tampung sungai untuk mengalirkan air yang datang akibat curah hujan yang tinggi
di daerah hulu.
Pada sisi lain
penyediaan air baku yang dibutuhkan bagi kegiatan rumah tangga, perkotaan dan
industri sering mendapatkan gangguan secara kuantitas – dalam arti terjadinya
penurunan debit air baku akibat terjadinya pembukaan lahan-lahan baru bagi
pemukiman baru di daerah hulu yang berakibat pada pengurangan luas catchment
area sebagai sumber penyedia air baku. Disamping itu, secara kualitas
penyediaan air baku sering tidak memenuhi standar karena adanya pencemaran air
sungai oleh limbah rumah tangga, perkotaan, dan industri.
Dengan
diberlakukannya Undang-undang 22/1999 tentang Otonomi Daerah, masalah pengelolaan
sumberdaya air ini menjadi lebih kompleks mengingat Satuan Wilayah Sungai (SWS)
atau Daerah Pengaliran Sungai (DPS) secara teknis tidak dibatasi oleh
batas-batas administratif tetapi oleh batas-batas fungsional, sehingga dengan
demikian masalah koordinasi antar daerah otonom yang berada dalam satu
SWS atau DPS menjadi sangat penting dalam pengelolaan sumberdaya air.
Perubahan peran
Pemerintah dari institusi penyedia jasa (service provider) menjadi
institusi pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha (enabler) agar
memiliki kemampuan dalam menyediakan kebutuhan air dan menunjang kegiatan
usahanya secara mandiri dan berkelanjutan, sehingga perlu adanya upaya-upaya
pemberdayaan masyarakat pengguna air untuk mengelola dan melestarikan
potensi-potensi sumber daya air.
Pengelolaan
sumberdaya air menghadapi berbagai persoalan yang berhubungan berbagai macam
penggunaan dari berbagai macam sektor (pertanian, perikanan, industri,
perkotaan, tenaga listrik, perhubungan, pariwisata, dan lain-lain) baik yang
berada di hulu maupun di hilir cenderung semakin meningkat baik secara
kuantitas maupun kualitas. Hal ini telah banyak menimbulkan dispute
antar sektor maupun antar wilayah, yang pada dasarnya merupakan cerminan dari
adanya conflict of interests yang tajam serta tidak berjalannya fungsi
koordinasi yang baik.
Memperhatikan
adanya ketidakseimbangan jumlah ketersediaan air diatas, maka jumlah
ketersediaan air dan besarnya kebutuhan akan air perlu dikelola sedemikian rupa
sehingga pemanfaatannya memenuhi kriteria keterpaduan secara fungsional
ruang, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. Untuk itu,
dibutuhkan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya air yang memadai
untuk mencapai pengelolaan sumberdaya air secara berkelanjutan berdasarkan strategi
pemanfaatan ruang yang banyak ditentukan oleh karakteristik sumber daya air.
Menurut Bisri
(2009) beberapa faktor yang berkaitan dengan permasalahan sumber daya air di
Indonesia, antara lain adalah :
a.
Ketidakseimbangan
antara pasokan dan kebutuhan dalam perspektif ruang dan waktu.Indonesia yang
terletak di darah tropis merupakan negara kelima terbesar di dunia dalam hal
ketersediaan air. Namun, secara alamiah Indonesia menghadapi kendala dalam
memenuhi kebutuhan air karena distribusi yang tidak merata baik secara spasial
maupun waktu, sehingga air yang dapat disediakan tidak selalu sesuai dengan
kebutuhan, baik dalam perspektif jumlah maupun mutu. Ketersediaan air yang
sangat melimpah pada musim hujan, yang selain menimbulkan manfaat, pada saat
yang sama juga menimbulkan potensi bahaya kemanusiaan berupa banjir. Sedangkan
pada musim kemarau, kelangkaan air telah pula menimbulkan potensi bahaya
kemanusiaan lainnya berupa kekeringan yang berkepanjangan.
b.
Meningkatnya
ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumberdaya air, baik air permukaan
maupun ait tanah.Kerusakan lingkungan yang semakin luas akibat kerusakan hutan
secara signifikan telah menyebabkan penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai
(DAS) dalam menahan dan menyimpan air.
c.
Menurunnya
kemampuan penyediaan air
Berkembangnya daerah permukiman dan industri telah
menurunkan area resapan air dan mengancam kapasitas lingkungan dalam
menyediakan air. Pada sisi lain, kapasitas infrastruktur penampang air seperti
waduk dan bendungan makin menurun sebagai akibat meningkatnya sedimentasi,
sehingga menurunkan keandalan penyediaan air untuk irigasi maupun air baku.
d.
Meningkatnya
potensi konflik air
Meningkatnya persaingan penggunaan air dan penurunan
efisiensi penggunaan air salah satunya disebabkan oleh meningkatnya jumlah
penduduk dan kualitas kehidupan masyarakat, jumlah kebutuhan air baku bagi
rumah tangga, permukiman, pertanian maupun industri juga semakin meningkat.
e.
Kurang
optimalnya tingkat layanan jaringan irigasi
Belum atau tidak berfungsinya jaringan irigasi disebabkan
antara lain oleh belum lengkapnya sistem jaringan, ketidaktersediaan air, belum
siapnya lahan sawah, ketidaksiapan petani penggarap atau terjadinya mutasi
lahan. Selain itu, pada jaringan irigasi yang berfungsi juga mengalami
kerusakan terutama disebabkan oleh rendahnya kualitas operasi dan pemeliharaan.
f.
Makin
meluasnya abrasi pantai
Perubahan lingkungan dan abrasi pantai mengancam
keberadaan air di daerah sekitar pantai. Pada aspek institusi, lemahnya
koordinasi antar instansi dan antar daerah otonom telah menimbulkan pola
pengelolaan sumberdaya air yang tidak efisien.
g.
Rendahnya
kualitas pengelolaan data dan sistem informasi.
Pengelolaan sumberdaya air belum di dukung oleh basis
data dan sistem informasi yang memadai. Kualitas datadan informasi yang
dimiliki belum memenuhi standar yang ditetapkan dan tersedia pada saat
diperlukan.
h.
Kerusakan
prasarana sumberdaya air
Indonesia sebagai negara yang beriklim tropis dan
berada di pertemuan beberapa lempeng daratan dunia mempunyai kerentanan
terhadap banjir. Banjir, gempa, tsunami, tanah longsor dan bencana lainnya
hampir setiap tahun selalu terjadi.
E.
KONSERVASI
SUMBER DAYA AIR
Konsep dasar
konservasi air adalah jangan membang-buang sumberdaya air. Pada awalnya
konservasi air diartikan sebagai menyimpan air dan menggunakannya untuk
keperluan yang produktif di kemudian hari. Konsep ini disebut konservasi segi
suplai. Perkembangan selanjutnya konservasi lebih mengarah kepada pengurangan
dan pengefisienan penggunaan air dan dikenal sebagai konservasi sisi kebutuhan.
Konservasi air
yang baik merupakan gabungan dari kedua konsep tersebut, yaitu menyimpan air
dikala berlebihan dan menggunakannya sesedikit mungkin untuk keprluan tertentu
yang produktif. Sehingga konservasi air domestik berarti menggunakan air sesedikit
mungkin untuk mandi, mencuci, menggelontor toilet, dan penggunaan-penggunaan
rumah tangga lainnya. Konservasi air industri berarti pemakaian air sesedikit
mungkin untuk menghasilkan suatu produk. Konservasi air pertanian pada dasarnya
berarti penggunaan air sesdikit mungkin untuk menghasilkan hasil pertanian yang
sebanyak-banyaknya.
Konservasi air
dapat dilakukan dengan cara : 1). meningkatkan pemanfaatan air permukaan dan
air tanah, 2). Meningkatkan efisiensi air irigasi dan 3) menjaga kualitas air
sesuai dengan peruntukannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan yang
dapat di tarik dari pembahasan di muka tadi bahwasanya pembangunan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk
merubah kondisi lama menjadi kondisi yang baru dengan maksud untuk melakukan
pengembangan dengan memanfaatkan kondisi geologi secara fisik yang juga
memanfaatkan sumber daya alam, kegiatan tersebut berlangsung di atas permukaan
bumi.
Sumberdaya air dapat terkena dampak dari pembangunan itu sendiri. Perubahan kondisi
lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan dapat berdampak pada sumberdaya air
baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Secara umum
masalah pengelolaan sumberdaya air dapat dilihat dari kelemahan mempertahankan
sasaran manfaat pengelolaan sumberdaya air dalam hal pengendalian banjir
dan penyediaan air baku bagi kegiatan domestik, municipal, dan
industri.
Konsep dasar
konservasi air adalah jangan membang-buang sumberdaya air. Pada awalnya
konservasi air diartikan sebagai menyimpan air dan menggunakannya untuk
keperluan yang produktif di kemudian hari. Konsep ini disebut konservasi segi
suplai. Perkembangan selanjutnya konservasi lebih mengarah kepada pengurangan
dan pengefisienan penggunaan air dan dikenal sebagai konservasi sisi kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Pemakaian Air Irigasi.
heatneo.blogspot.com/2009/06/pemakaian-air-irigasi.html
_______, 2009. Restorasi Ekosistem
Sungai. heatneo.blogspot.com/2009/06/restorasi-ekosistem-sungai.html
Bisri, M. 2009.
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Penerbit CV. Asrori Malang. Malang.
Laporan Status
Lingkungan Hidup Indonesia. 2002. Pengelolaan Air. Jakarta.
Maryono, A. 2005.
Menangani Banjir, Kekeringan, Dan Lingkungan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Makalah
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2001. Pemanfaatan Sumberdaya Air
Melalui Pendekatan Penataan Ruang. Makalah ini disampaikan dalam Semiloka
dan Pelatihan di Universitas Islam Bandung (UNISBA). Bandung, 2 – 3 Mei 2001.
Rohmat. 2010.
Upaya Konservasi Untuk Kesinambungan Ketersediaan Sumberdaya
Air
(Kasus : DAS Citarum). Makalah ini disampaikan pada acara talk show dalam
rangka memperingati Hari Air. “ Air Untuk Kehidupan Manusia. 22 Maret 2010.
Suripin. 2004.
Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Penerbit Andi Yogyakarta.