Sistem
Informasi Geografis (SIG)
SIG
perikanan lebih sering bermain dengan bentuk data raster. Data2 SST, klorofil
dll tersebut merupakan suatu data dari citra satelit yang berbentuk raster.
Data raster mempunyai kelemahan dalam proses penyimpaan dan kemampuannya
berinteraksi dengan data atribut. Data bentuk raster membutuhkan tempat
penyimpanan yang sangat besar sehingga boros hardisk, data raster juga
merupakan data angka per pixel sehingga tidak bisa di gabung dengan data tabel,
keadaan ini terjadi apabila data raster tersebut bersifat degradasi. Untuk bisa
menggabungkannya dengan data tabel harus di reklasifikasi terlebih dahulu,
sehingga membentuk ID2. Interkasi data atribut dengan data spasial sangat
berguna pada lokasi pendaratan ikan, dimana pelaporan secara berkala tentang
hasil penagkapan ikan akan memberikan informasi wilayah penghasil ikan terbesar
dan informasi tentang pemanfaatan potensi perikanan yang ada disekitar lokasi
pendaratan kapal (Mangatur, 2010).
Banyak
sekali sekarang orang2 yang memanfaatkan GIS. seperti yang sudah di tulis,
salah satu perangkat lunak dari GIS adalah ArcView. sebenarnya masih banyak
lagi perangkat2 lunak GIS seperti MapInfo, ArcGIS, Autocad MAP dll. tapi untuk
saat ini, sebagai dasar dalam pemanfaatan Sistem Informasi Geografi lebih
lanjut, banyak yang memanfaatkan ArcView (Setyadi, 2006).
Pengembangan
SIG untuk kelautan mempunyai dua kendala umum, pertama bahwa dasar-dasar
perkembangan SIG adalah untuk keperluan analisis keruangan pada suatu lahan
(land-based sciences), kedua analisis SIG untuk laut lebih banyak menggunakan
3D, sedangkan SIG sendiri masih kurang mampu mengaplikasikan 3D secara baik
pada daerah2 yg luas (Kusuma, 2004).
Aplikasi SIG Di Bidang Kelauta
Menurut Setyadi
(2006) sebagaimana halnya perkembangan aplikasi SIG untuk kelautan dan
perikanan di dunia yang cukup lambat sama halnya di Indonesia. Banyak faktor
yang menghambat Sistem Informasi Geografi Kelautan ITK-IPB- JLG
perkembangan SIG dalam sektor perikanan dan kelautan di Indonesia diantaranya,
keterbatasan sumberdaya manusia, perangkat keras dan lunak serta minimnya
ketersediaan data spasial kelautan di Indonesia. Aplikasi SIG berlajan sangat
lamban berkembang di sektor perikanan dan kelautan, hal ini disebabkan
kompleksitas proses yang terjadi di laut. Aplikasi SIG untuk
perikanan dan kelautan mulai pertengahan 87 dan dapat dikelompokkan untuk tujuan:
1. Site selection atau pilihan untuk budidaya laut
Hal ini merupakan
awal untuk menggunakan GIS dalam bidang perikanan. Hal ini umumnya dilakukan di
ruang skala kecil, namun sebenarnya dapat digunakan dalam skala besar.
Pemilihan lokasi ini menjadi penting karena semakin banyaknya hambatan yang
dihadapi dalam budidaya laut dan payau, misalnya masalah penyakit ikan secara massal
di beberapa negara seperti Thailand,Sri Lanka, Indonesia dan banyak penyakit
wabah lainnya yang dapat menyebabkan masalah dalam perikanan budidaya.
2. Aplikasi SIG untuk menganalisis lokasi yang cocok untuk
distribusi ikan berdasarkan parameter lingkungan
Berdasarkan
parameter - parameter lingkungan seperti suhu perairan, kesuburan perairan dan
fenomena / proses yang terjadi seperti upwelling,thermal fronts.
3. Modelling pergerakan dan aktivitas ikan
Numerik ke model
SIG untuk mensimulasikan atau memeramalkan berbagai proses. Contohnya termasuk
paper yang telah dipublikasi.
4. Analisa dan usaha perikanan tangkap
Manajer Perikanan
akan tertarik dimana usaha perikanan terkonsentrasi; dimana jumlah ikan yang
tertangkap banyak; apa hubungan antara menangkap dan usaha, dll, dan banyak hal
menarik yang berhubungan dengan usaha perikanan tangkap dapat dianalisis dengan
SIG.
5. Membangun database perikanan Regional dan Nasional
Walaupun tidak
secara langsung dengan GIS aplikasi untuk manajemen perikanan dalam dilakukan,
jelas bahwa tanpa masukan data besar maka aplikasi GIS untuk perikanan dan kelautan
tidak dapat berfungsi. Maka di beberapa daerah
utama perikanan yang besar upaya membangun data database, metadata
set telah dilakukan.
Menurut Zainuddin
(2006), yang menyatakan bahwa dalam kegiatan penangkapan ikan di laut,
pertanyaan klasik yang sering dilontarkan nelayan antara lain dimana ikan di
laut berada dan kapan bisa ditangkap dalam jumlah yang berlimpah. Meskipun
sulit mencari jawabannya, pertanyaan penting ini perlu dicari solusinya. Hal
ini antara lain karena usaha penangkapan dengan mencari daerah habitat ikan
yang tidak menentu akan mempunyai konsekuensi yang besar yaitu memerlukan biaya
BBM yang besar, waktu dan tenaga nelayan. Dengan mengetahui area dimana ikan
bisa tertangkap dalam jumlah yang besar tentu saja akan menghemat biaya operasi
penangkapan, waktu dan tenaga. Salah satu alternatif yang menawarkan solusi
terbaik adalah mengkombinasikan kemampuan SIG dan penginderaan jauh (inderaja)
kelautan. Dengan teknologi inderaja faktor-faktor lingkungan laut yang
mempengaruhi distribusi, migrasi, kelimpahan ikan dapat diperoleh secara
berkala, cepat dan dengan cakupan area yang luas. Faktor lingkungan tersebut
antara lain suhu permukaan laut (SST), tingkat konsenterasi klorofil-a,
perbedaan tinggi permukaan laut, arah dan kecepatan arus dan tingkat
produktivitas primer. Ikan dengan mobilitasnya yang tinggi akan lebih mudah
dilacak disutu area melalui teknologi ini karena ikan cenderung berkumpul pada
kondisi lingkungan tertentu seperti adanya peristiwa upwelling.
Menurut (Meaden,
2000) aplikasi SIG berlajan sangat lamban berkembang disektor perikanan dan
kelautan, hal ini disebabkan kompleksitas proses yang terjadi di laut seperti
pada Gambar 1. 1. ditunjukkan komponen yang harus diperhatikan ketika menerpkan
SIG dalam sektor perikanan dan kelautan.
Gambar
1.1.Komponen yang bekerja dalam aplikasi SIG untuk
perikanan dan kelautan
Pada
umumnya untuk aplikasi di darat wilayah GIS hanya memperhatikan komponen 1, 2
dan 4, sedangkan untuk kelautan dan perikanan juga harus memperhatikan aspek 3,
5, 6, dan 7. Hal ini disebabkan karena aktivitas perikanan dan kelautan
dilakukan dalam lingkungan atau tata ruang 3 dimensi dan juga merukan
lingkungan yang sebagian besar adalah dalam keadaan terus bergerak (dinamis).
MASALAH DALAM
PENGGUNAAN SIG SERTA PEMECAHAN MASALAH
Masalah yang
sering muncul dalam dunia perikanan adalah mencari daerah habitat ikan di sutu
perairan. Hal ini merupakan sesuatu yang sulit karena ikan selalu bergerak dan
pergerakannya tidak menentu. Buka hanya itu saja diperlukannya biaya yang besar
dalam mencari lokasi ikan berada di suatu perairan. salah satunya biaya bahan
bakar minyak kapal yang besar, waktu dan tenaga nelayan juga perlu
diperhitungkan. Oleh sebab itu solusi terbaik adalah mengkombinasikan kemampuan
SIG dan penginderaan jauh dalam bidang perikanan dan kelutan. Hal ini sesuai
dengan literatur Zainuddin (2006) yang menyatakan bahwa usaha penangkapan ikan dengan
mencari daerah habitat ikan yang tidak menentu akan mempunyai konsekuensi yang
besar yaitu memerlukan biaya BBM yang besar, waktu dan tenaga nelayan. Dengan
mengetahui area dimana ikan bisa tertangkap dalam jumlah yang besar tentu saja
akan menghemat biaya operasi penangkapan, waktu dan tenaga. Salah satu
alternatif yang menawarkan solusi terbaik adalah mengkombinasikan kemampuan SIG
dan penginderaan jauh (inderaja) kelautan. Dengan teknologi inderaja
faktor-faktor lingkungan laut yang mempengaruhi distribusi, migrasi, kelimpahan
ikan dapat diperoleh secara berkala, cepat dan dengan cakupan area yang luas.
Kendala yang kedua dalam pengembangan SIG adalah
keperluan analisi keruangan lahan dan analisis SIG untuk laut banyak
menggunakan 3D sedangkan SIG masih kurang mampu mengendalikannya. Hal ini
sesuai dengan literatur Kusuma (2004) yang menyatakan bahwa pengembangan SIG
untuk kelautan mempunyai dua kendala umum, pertama bahwa dasar-dasar
perkembangan SIG adalah untuk keperluan analisis keruangan pada suatu lahan
(land-based sciences), kedua analisis SIG untuk laut lebih banyak menggunakan
3D, sedangkan SIG sendiri masih kurang mampu mengaplikasikan 3D secara baik
pada daerah - daerah yg luas.
Salah
satu penyebab lambannya berjalan aplikasi SIG di bidang perikanan dan kelautan
disebabkan kompleksitas proses yang terjadi di laut. Hal ini sesuai dengan
literatur Meaden (2000), yang menyatakan bahwa aplikasi SIG
berlajan sangat lamban berkembang disektor perikanan dan kelautan, hal ini
disebabkan kompleksitas proses yang terjadi di laut ditunjukkan komponen yang
harus diperhatikan ketika menerpkan SIG dalam sektor perikanan dan kelautan.
PUSTAKA
Kusuma. 2008. Aplikasi SIG Untuk Pengelolaan Sumberdaya
Perikanan Dan Kelautan. Sistem Informasi Geografi Kelautan ITK-IPB- JLG.