Pengembangan pariwisata membutuhkan penataan ruang. Sebaliknya
pariwisata membuat penataan ruang lebih menarik bagi Pemda dan
masyarakat. Sebagian orang menganggap pelestarian (kawasan non-budidaya)
sebagai hal yang tidak menarik, di tengah derap pertumbuhan ekonomi dan
penciptaan lapangan kerja. Tapi pariwisata menunjukkan manfaat dari
pelestarian (lingkungan, budaya) bagi kepentingan ekonomi tersebut.
Seringkali sulit memenangkan tujuan pelestarian dibanding keuntungan
ekonomi dari menebang hutan, mengeruk tanah, tetapi dengan tujuan
pengembangan pariwisata setidaknya Pemda bisa disodori alternatif lain.
Membangun ekonomi dengan pelestarian.
Seperti disinggung pada posting sebelumnya, prinsip pemasaran dan pengembangan pariwisata menggunakan prinsip marketing mix '7-P' (product, price, place, promotion, people, process, physical evidence). Semua itu tentunya terjadi dalam seatu kawasan atau Daerah Tujuan Wisata (DTW), serta pengalaman selama perjalanan dari 'gerbang masuk' hingga lokasi obyek utama.
Tata Ruang Koridor Wisata
Secara agak ekstrem, bagaimana wisatawan dari airport di Makasar menuju Tana Toraja yang memakan waktu 8-10 jam itu tanpa merasa bosan. Apa saja yang bisa disajikan selama perjalanan itu? Sebuah biro perjalanan menyatakan akan membawa lebih banyak wisatawan kalu di sepanjang koridor Makasar, Maros, Barru, Parepare, Pinrang hingga Tator itu bisa dihadirkan kegiatan pembuatan perahu, me,buat jala, menenun sutera, menanam, memanen, menangkap ikan dan berbagai atraksi khas daerah yang menarik. Atraksi dan obyek itu sementara ini memang sudah ada, termasuk taman wisata penangkaran kupu-kupu Bantimurung yang terkenal itu, tetapi lokasinya umumnya masih jauh dari jalan dan belum ditata secara menarik.
Dengan adanya pembangunan/ peningkatan jalan raya Makasar-Parepare dan lapangan terbang baru tentunya waktu tempuh bisa diperpendek, namun penataan ruang sangat dibutuhkan untuk mengarahkan pengembangan atraksi-atraksi di sepanjang koridor itu, penataan dan pelestarian lokasi-lokasi tertentu untuk mencegah kelongsoran dan banjir yang sering terjadi di musim hujan di jalan menuju Tator, juga pasang air laut di sekitar Barru ke Parepare.
Tata Ruang Cluster DTW
Penataan ruang juga dibutuhkan untuk menciptakan hubungan yang integrated antara obyek utama dan satelit-satelitnya. Misalnya Borobudur dengan obyek-obyek sekitar Kabupaten Magelang. Juga kota Bukittinggi dengan obyek-obyek di Kabupaten Agam. Keterkaitan dalam mendukung satu tema yang sama atau konsisten. Hubungan antar titik itu harus dipertegas dengan prasarana jalan dan sarana transpor yang mendukung, dan bukti-bukti fisik yang konsisten, seperti desain bangunan pelayanan wisata, rumah makan dan lainnya.
Untuk Jawa Tengah saya pernah menyarankan agar ditegaskan tema-tema seperti ikatan budaya, misalnya: Hindu-Budha dengan memanfaatkan daya tarik candi-candi, China dengan jejak muhibah Cheng-ho, dan wisata Walisongo dengan makam dan masjid-masjidnya. Tema terkait kegiatan ekonomi tradisional, seperti batik, kretek, jamu, agro-wisata kebun teh, sawah, kebun bunga dan hortikultura lainnya.
Untuk menegaskan dan mendukung kekuatan daya tarik tema-tema tersebut tata-ruang koridor dan clusters DTW nya perlu disiapkan. Promosi bersama dilakukan sehingga saling menguatkan tema-tema tersebut. Bisa jadi antara tema budaya/agama dengan kegiatan dan kesenian dipadukan, saling melengkapi, agar wisatawan kegiatannya lebih padat dan bervariasi dalam waktu singkat.
Upaya promosi bersama bisa dilakukan di antara Pemda provinsi, antar kabupaten/kota, dengan perusahaan batik Keris, Danarhadi, Semar, teh Sosro, jamu Jago, Air Mancur, Sido Muncul, asosiasi biro perjalanan Asita, PHRI, Angkasapura, Garuda, Asia Air, Lion Air, Merpati dan lainnya.
Itu adalah contoh bagaimana penataan ruang diarahkan untuk mendukung tujuan pariwisata, dengan membuat wisatawan betah tinggal lebih lama, dan kebutuhan yang tercermin dalam '7-P' nya terpenuhi secara optimal.
Seperti disinggung pada posting sebelumnya, prinsip pemasaran dan pengembangan pariwisata menggunakan prinsip marketing mix '7-P' (product, price, place, promotion, people, process, physical evidence). Semua itu tentunya terjadi dalam seatu kawasan atau Daerah Tujuan Wisata (DTW), serta pengalaman selama perjalanan dari 'gerbang masuk' hingga lokasi obyek utama.
Tata Ruang Koridor Wisata
Secara agak ekstrem, bagaimana wisatawan dari airport di Makasar menuju Tana Toraja yang memakan waktu 8-10 jam itu tanpa merasa bosan. Apa saja yang bisa disajikan selama perjalanan itu? Sebuah biro perjalanan menyatakan akan membawa lebih banyak wisatawan kalu di sepanjang koridor Makasar, Maros, Barru, Parepare, Pinrang hingga Tator itu bisa dihadirkan kegiatan pembuatan perahu, me,buat jala, menenun sutera, menanam, memanen, menangkap ikan dan berbagai atraksi khas daerah yang menarik. Atraksi dan obyek itu sementara ini memang sudah ada, termasuk taman wisata penangkaran kupu-kupu Bantimurung yang terkenal itu, tetapi lokasinya umumnya masih jauh dari jalan dan belum ditata secara menarik.
Dengan adanya pembangunan/ peningkatan jalan raya Makasar-Parepare dan lapangan terbang baru tentunya waktu tempuh bisa diperpendek, namun penataan ruang sangat dibutuhkan untuk mengarahkan pengembangan atraksi-atraksi di sepanjang koridor itu, penataan dan pelestarian lokasi-lokasi tertentu untuk mencegah kelongsoran dan banjir yang sering terjadi di musim hujan di jalan menuju Tator, juga pasang air laut di sekitar Barru ke Parepare.
Tata Ruang Cluster DTW
Penataan ruang juga dibutuhkan untuk menciptakan hubungan yang integrated antara obyek utama dan satelit-satelitnya. Misalnya Borobudur dengan obyek-obyek sekitar Kabupaten Magelang. Juga kota Bukittinggi dengan obyek-obyek di Kabupaten Agam. Keterkaitan dalam mendukung satu tema yang sama atau konsisten. Hubungan antar titik itu harus dipertegas dengan prasarana jalan dan sarana transpor yang mendukung, dan bukti-bukti fisik yang konsisten, seperti desain bangunan pelayanan wisata, rumah makan dan lainnya.
Untuk Jawa Tengah saya pernah menyarankan agar ditegaskan tema-tema seperti ikatan budaya, misalnya: Hindu-Budha dengan memanfaatkan daya tarik candi-candi, China dengan jejak muhibah Cheng-ho, dan wisata Walisongo dengan makam dan masjid-masjidnya. Tema terkait kegiatan ekonomi tradisional, seperti batik, kretek, jamu, agro-wisata kebun teh, sawah, kebun bunga dan hortikultura lainnya.
Untuk menegaskan dan mendukung kekuatan daya tarik tema-tema tersebut tata-ruang koridor dan clusters DTW nya perlu disiapkan. Promosi bersama dilakukan sehingga saling menguatkan tema-tema tersebut. Bisa jadi antara tema budaya/agama dengan kegiatan dan kesenian dipadukan, saling melengkapi, agar wisatawan kegiatannya lebih padat dan bervariasi dalam waktu singkat.
Upaya promosi bersama bisa dilakukan di antara Pemda provinsi, antar kabupaten/kota, dengan perusahaan batik Keris, Danarhadi, Semar, teh Sosro, jamu Jago, Air Mancur, Sido Muncul, asosiasi biro perjalanan Asita, PHRI, Angkasapura, Garuda, Asia Air, Lion Air, Merpati dan lainnya.
Itu adalah contoh bagaimana penataan ruang diarahkan untuk mendukung tujuan pariwisata, dengan membuat wisatawan betah tinggal lebih lama, dan kebutuhan yang tercermin dalam '7-P' nya terpenuhi secara optimal.