Konservasi Lahan
BAB I
PENDAHULUAN
Pada
awalnya, upaya konservasi di dunia ini telah dimulai sejak ribuan tahun yang
lalu. Naluri manusia untuk mempertahankan hidup dan berinteraksi dengan
alam dilakukan antara lain dengan cara berburu, yang merupakan suatu kegiatan
baik sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup, ataupun sebagai suatu
hobi/hiburan. Sejak jaman dahulu, konsep konservasi telah ada dan
diperkenalkan kepada manusia meskipun konsep konservasi tersebut masih bersifat
konservatif dan eksklusif (kerajaan). Konsep tersebut adalah konsep kuno
konservasi yang merupakan cikal bakal dari konsep modern konservasi dimana
konsep modern konservasi menekankan pada upaya memelihara dan memanfaatkan
sumberdaya alam secara bijaksana.
Di
Indonesia, pertanian konservasi pernah populer di tahun 1990-an, namun
gerakannya sangat lambat. Tidak ada yang jelas sampai di mana tingkat
perkembangan olah tanah konservasi di Indonesia.Teknik konservasi ini dapat
sangat berarti, karena memberikan manfaat praktis yang langsung dapat dinikmati
oleh petani dalam hal efisiensi biaya dan energi, mempercepat siklus tanam dan
pemanfaatan air, meningkatkan kesuburan tanah dan bahkan membantu pengurangan
emisi GRK. Untuk menanggulangi kemandegan ini, maka pemerintah perlu memfasilitasi
kembali gerakan olah tanah konservasi melalui program-program praktis dan
nyata, serta mendukung secara finansial maupun penelitian dan penyuluhan, serta
merangkul berbagai pihak yang tertarik untuk mengakselerasi gerakan olah tanah
konservasi.
Pertanian
yang berbasis olah tanah konservasi tidak akan berhasil dikembangkan jika
setiap pelaku di sektor ini masih terikat di dalam mind-set olah tanah
konvensional. Untuk merebut kembali momentum yang telah hilang dibutuhkan
motivasi yang besar dan perubahan paradigma dari segenap pihak yang bergerak di
sektor pertanian, baik itu pejabat, peneliti, ilmuwan, penyuluh, maupun petani
sebagai pelaku langsung pertanian.
BAB II
ISI
A. Pengertian Konservasi
Konservasi
itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas
kata con (together) dan servare (keep/save) yang
memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save
what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini
dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama
yang mengemukakan tentang konsep konservasi.
Sedangkan
menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural
dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat
sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi
dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya
alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi
sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.
Apabila
merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan,
sebagai berikut :
1.
Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia
dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).
2.
Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal
secara sosial (Randall, 1982).
3.
Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup
termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang
meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian,
administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).
4.
Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat
memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk
generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).
Tujuan dari
adanya konservasi adalah agar terwujud kelestarian sumberdaya alam hayati serta
kesinambungan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Untuk mewujudkan tujuan
tersebut, perlu dilakukan strategi dan juga pelaksananya. Di Indonesia,
kegiatan konservasi seharusnya dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah dan
masyarakat, mencakup masayarakat umum, swasta, lembaga swadaya masayarakat,
perguruan tinggi, serta pihak-pihak lainnya. Sedangkan strategi
konservasi nasional telah dirumuskan ke dalam tiga hal berikut taktik pelaksanaannya,
yaitu :
1.
Perlindungan sistem penyangga kehidupan (PSPK)
a.
Penetapan wilayah PSPK.
b.
Penetapan pola dasar pembinaan program PSPK.
c.
Pengaturan cara pemanfaatan wilayah PSPK.
d.
Penertiban penggunaan dan pengelolaan tanah dalam wilayah PSPK.
e.
Penertiban maksimal pengusahaan di perairan dalam wilayah PSPK.
2.
Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
a.
Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
b.
Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa (in-situ dan eks-situ konservasi).
3.
Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
a.
Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam.
b.
Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar (dalam bentuk : pengkajian,
penelitian dan pengembangan, penangkaran, perdagangan, perburuan, peragaan,
pertukaran, budidaya).
The
conservation model
mengacu pada usaha tanam campuran atau crop livestock sebagai hasil revolusi
pertanian Inggris. Selain itu juga mnegacu pada konsep kelaparan lahan yang
diilhami oleh ahli tanah Jerman (Ricardo, Mill). Yang termasuk dalam konservasi
adalah sebagian lahan yang subur untuk tanaman dan sebagian lagi untuk untuk
penggembalaan, tersedia cukup pakan ternak, pupuk hijau untuk mempertahankan
kesuburan tanah serta adanya input dari sektor pertanian itu sendiri.
B. Contoh Konsep Konservasi
Paradigma
pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi telah memacu pemanfaatan
sumberdaya alam secara berlebihan sehingga eksploitasi sumberdaya alam semakin
meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan manusia.
Akibatnya, sumberdaya alam semakin langka dan semakin menurun kualitas dan
kuantitasnya. Tanah yang rusak/kritis sangat sulit untuk dimanfaatkan menjadi
lahan yang bermanfaat, karena keterbatasan-keterbatasan dari lahan kritis itu
sendiri. Tanah yang rusak dengan kekurangannya sulit untuk menjaga lengas
tanah, yang berakibat pada sulitnya mendapatkan pada saat musim kemarau. Sementara
itu, tanah rusak tidak dapat menyimpan air di waktu musim penghujan, sehingga
hujan yang terjadi sebagian besar menjadi aliran permukaan yang dapat
menyebabkan erosi permukaan.
Data Areal
lahan kering di Indonesia menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat dalam
Haryati (2002) tahun 1992 menunjukkan bahwa luas lahan usahatani kritis telah
mencapai ±18 juta hektar. Setelah hampir 13 tahun, lahan kritis pada tahun 2005
cukup luas yaitu mencapai 52,5 juta ha yang tersebar di pulau Jawa dan Bali (7,1
juta ha), Sumatera (14,8 juta ha), Kalimantan (7,4 juta ha), Sulawesi (5,1 juta
ha), Maluku dan Nusa Tenggara (6,2 juta ha), dan Irian Jaya (11,8 juta ha).
Potensi yang
demikian besar harus dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Namun,
pemanfaatan lahan kering tersebut harus berhati-hati karena sebagian besar
lahan kering tersebut tersebar di hulu DAS yang bentuk wilayahnya berbukit
dengan curah hujan yang cukup tinggi. Kondisi demikian akan memicu erosi yang
berakibat pada degradasi lahan. Lahan kering umumnya menjadikan air sebagai
faktor pembatas yang utama dalam pengelolaannya. Oleh karena itu, ketersediaan
air menjadi sesuatu yang sangat penting dalam pengelolaan lahan kering.
Untuk dapat
menjamin adanya ketersediaan air baik di musim penghujan dan musim kemarau
(iklim tropis) diperlukan beberapa teknogi yang applicable dan hemat
biaya karena petani lahan kering umumnya miskin. Beberapa penelitian konservasi
air telah dilakukan dan diujicobakan pada berbagai tempat untuk dapat
memaksimalkan simpanan air hujan dan mengoptimalkan manfaat sumberdaya air
terutama di musim kemarau.
C. Metode konservasi
- Metode Vegetatif
Metoda
vegetatif yaitu metoda konservasi dengan menanam berbagai jenis tanaman seperti
tanaman penutup tanah, tanaman penguat teras, penanaman dalam strip, pergiliran
tanaman serta penggunaan pupuk organik dan mulsa. Pengelolaan tanah secara
vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena
memiliki sifat :
ü
memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan
memperbesar granulasi tanah,
ü
penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi,
ü
disamping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan
peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan
mencegah terjadinya erosi. Fungsi lain daripada vegetasi berupa tanaman
kehutanan yang tak kalah pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi sehingga dapat
menambah penghasilan petani.
- Metode Sipil Teknis
Metoda sipil
teknis yaitu suatu metoda konservasi dengan mengatur aliran permukaan sehingga
tidak merusak lapisan olah tanah (Top Soil) yang bermanfaat bagi pertumbuhan
tanaman. Usaha konservasi dengan metoda sipil teknis ini yaitu membuat
bangunan-bangunan konservaasi antara lain pengolahan tanah menurut kontur,
pembuatan guludan, teras, dan saluran air (Saluran Pembuanga air, Terjunan dan
Rorak)
D. Aplikasi konservasi
1.
Pendekatan Vegetatif
- Sistem Pertanaman Lorong
Sistem
pertanaman lorong ialah suatu sistem di mana tanaman pangan ditanam pada lorong
di antara barisan tanaman pagar. Sangat bermanfaat dalam mengurangi laju
limpasan permukaan dan erosi, dan merupakan sumber bahan organik dan hara
terutama N untuk tanaman lorong. Teknik budidaya lorong telah lama dikembangkan
dan diperkenalkan sebagai salah satu teknik konservasi tanah dan air untuk
pengembangan sistem pertanian berkelanjutan pada lahan kering di daerah tropika
basah, namun belum diterapkan secara meluas oleh petani.
- Sistem Pertanaman Strip Rumput
Sistem
Pertanaman Strip Rumput ialah sistem pertanaman yang hampir sama dengan
pertanaman lorong, tetapi tanaman pagarnya adalah rumput. Strip rumput dibuat
mengikuti kontur dengan lebar strip 0,5 m atau lebih. Semakin lebar strip
semakin efektif mengendalikan erosi. Sistem ini dapat diintegrasikan dengan
ternak. Penanaman Rumput Makanan Ternak didalam jalur/strip. Penanaman
dilakukan menurut garis kontur dengan letak penanaman dibuat selang-seling agar
rumput dapat tumbuh baik, usahakan penanamannya pada awal musim hujan. Selain
itu tempat jalur rumput sebaiknya ditengah antara barisan tanaman pokok.
- Tanaman Penutup Tanah
Merupakan
tanaman yang ditanam tersendiri atau bersamaan dengan tanaman pokok..
Tanaman penutup tanah berperan: (1) menahan atau mengurangi daya perusak
butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah, (2)
menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh,
dan (3) melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan
tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air
hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar
infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi.
- Mulsa
Mulsa ialah
bahan-bahan (sisa-sisa panen, plastik, dan lain-lain) yang disebar atau digunakan
untuk menutup permukaan tanah. Bermanfaat untuk mengurangi penguapan
(evaporasi) serta melindungi tanah dari pukulan langsung butir-butir hujan yang
akan mengurangi kepadatan tanah. Macam Mulsa dapat berupa, mulsa sisa tanaman,
lembaran plasti dan mulsa batu. Mulsa sisa tanaman ini terdiri dari bahan
organik sisa tanaman (jerami padi, batang jagung), pangkasan dari tanaman
pagar, daun-daun dan ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata
di atas permukaan tanah setebal 2-5 cm sehingga permukaan tanah tertutup
sempurna.
Thamrin dan
Hanafi (1992) telah melakukan penelitian pengaruh mulsa terhadap tanah di lahan
kering. Mulsa yang digunakan adalah seresah tanaman. Hasilnya menunjukkan
bahwa pemberian mulsa dapat menghemat lengas tanah dari proses penguapan,
sehingga kebutuhan tanaman akan lengas tanah terutama musim kering dapat
terjamin. Selain itu, pemberian mulsa dapat menghambat pertumbuhan gulma yang
mengganggu tanaman sehingga konsumsi air lebih rendah.
- Pengelompokan tanaman dalam suatu bentang alam (landscape)
Pengelompokan
tanaman dalam suatu bentang alam (landscape) mengikuti kebutuhan air yang sama,
sehingga irigasi dapat dikelompokkan sesuai kebutuhan tanaman. Teknik ini
dilakukan dengan cara mengelompokkan tanaman yang memiliki kebutuhan air yang
sama dalam satu landscape. Pengelompokkan tanaman tersebut akan memberikan
kemudahan dalam melakukan pengaturan air. Air irigasi yang dialirkan hanya
diberikan sesuai kebutuhan tanaman, sehingga air dapat dihemat. Hal ini dapat
dijadikan sebagai dasar dalam pemberian air irigasi yang sesuai dengan
kebutuhan, sehingga dapat hemat air.
- Penyesuaian jenis tanaman dengan karakteristik wilayah.
Teknik
konservasi air ini dilakukan dengan cara mengembangkan kemampuan dalam
menentukan berbagai tanaman alternatif yang sesuai dengan tingkat kekeringan
yang dapat terjadi di masing-masing daerah. Sebagai contoh, tanaman jagung yang
hanya membutuhkan air 0,8 kali padi sawah akan tepat jika ditanam sebagai
pengganti padi sawah untuk antisipasi kekeringan Pada daerah hulu DAS yang
merupakan daerah yang berkelerengan tinggi, tanaman kehutanan menjadi komoditas
utama.
- Penentuan pola tanam yang tepat.
Penentuan
pola tanam yang tepat, baik untuk areal yang datar ataupun berlereng. Pola
tanam disesuaikan dengan kondisi curah hujan setempat untuk mengurangi deficit
air pada musim kemarau. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gomez dan Gomez
(1983) dalam Purwono et al, (2003) menunjukkan bahwa pada lahan dengan
kemiringan 5% dengan pola tanam campuran ketela pohon dan jagung akan dapat
menurunkan run off dari 43% menjadi 33% dari curah hujan dibandingkan dengan
jagung monokultur. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan besar kebutuhan air
tiap jenis vegetasi. Besarnya kebutuhan air beberapa jenis tanaman dapat menjadi
acuan dalam membuat pola tanam yang optimal.
2.
Pendekatan Sipil Teknis
- Pembuatan teras pada lahan dengan lereng yang curam.
Pembuatan
teras dilakukan, jika budidaya tanaman dilakukan pada lahan dengan kemiringan
> 8%. Namun demikian, budidaya tanaman semusim sebaiknya menghindari daerah
berlereng curam. Jenis-jenis teras untuk konservasi air juga merupakan teras
untuk konservasi tanah, antara lain: teras gulud, teras buntu (rorak), teras
kredit, teras individu, teras datar, teras batu, teras bangku, SPA, dan
hillside ditches.
Teras gulud
umumnya dibuat pada lahan yang berkemiringan 10 - 15 yang biasanya dilengkapi
dengan saluran pembuangan air yang tujuannya untuk mengurangi kecepatan air
yang mengalir pada waktu hujan sehingga erosi dapat dicegah dan penyerapan air
dapat diperbesar. Teras Bangku adalah teras yang dibuat dengan cara memotong
lereng dan meratakan dengan di bidang olah sehingga terjadi deretan menyerupai
tangga. Bermanfaat sebagai pengendali aliran permukaan dan erosi. Diterapkan
pada lahan dengan lereng 10-40%, tanah dengan solum dalam (> 60 cm), tanah
yang relatif tidak mudah longsor, dan tanah yang tidak mengandung unsur beracun
bagi tanaman seperti aluminium dan besi. Guludan adalah suatu sistem di mana
tanaman pangan ditanam pada lorong di antara barisan tanaman pagar. Sangat
bermanfaat dalam mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi, dan merupakan
sumber bahan organik dan hara terutama N untuk tanaman lorong.
- Wind break
Wind break
dibuat untuk mengurangi kecepatan angin sehingga mengurangi kehilangan air
melalui permukaan tanah dan tanaman selama irigasi (evapotranspirasi).
- Pemanenan Air hujan
Pemanenan
air hujan merupakan salah satu alternatif dalam menyimpan air hujan pada
musim penghujan, dan untuk dapat digunakan pada musim kemarau..
Teknik
pemanenan air yang telah dilakukan di Indonesia, antara lain embung dan channel
reservoir. Embung merupakan suatu bangunan konservasi air yang berbentuk kolam
untuk menampung air hujan dan air limpahan atau rembesan di lahan sawah tadah
hujan berdrainase baik. Teknik konservasi air dengan embung banyak diterapkan
di lahan tadah hujan bercurah hujan rendah.
- Dam Parit
Adalah suatu
cara mengumpulkan atau membendung aliran air pada suatu parit dengan tujuan
untuk menampung aliran air permukaan, sehingga dapat digunakan untuk mengairi
lahan di sekitarnya. Dam parit dapat menurunkan aliran permukaan, erosi, dan
sedimentasi.
Keunggulan:
ü
Menampung air dalam volume besar akibat terbendungnya aliran air di
saluran/parit.
ü
Tidak menggunakan areal/lahan pertanian yang produktif.
ü
Mengairi lahan cukup luas, karena dibangun berseri di seluruh daerah aliran
sungai (DAS).
ü
Menurunkan kecepatan aliran permukaan, sehingga mengurangi erosi dan hilangnya
lapisan tanah atas yang subur serta sedimentasi.
ü
Memberikan kesempatan agar air meresap ke dalam tanah di seluruh wilayah DAS,
sehingga mengurangi risiko kekeringan pada musim kemarau.
ü
Biaya pembuatan lebih murah, sehingga dapat dijangkau petani.
3.
Konservasi lahan kering
Konservasi
air merupakan hal yang sangat relevan untuk meningkatkan produktivitas lahan
kering, mencegah bahaya banjir, kekeringan, dan tanah longsor. Prinsip dasar
dari konservasi air adalah menyimpan sebanyak-banyaknya air pada musim hujan
dan memanfaatkan kembali pada musim kemarau. Meskipun cukup banyak teknik
konservasi air yang dapat diimplementasikan di lahan kering, tetapi
keberhasilannya sangat ditentukan oleh kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan
keinginan petani.
4.
Konservasi lahan kritis
Berbagai
cara untuk menangani lahan kritis telah dilakukan oleh pemerintah, antara
lain melalui program reboisasi dan penghijauan. Fakultas Pertanian Andalas
(1992) melaporkan bahwa keberhasilan fisik reboisasi selama Pelita IV baru
sekitar 68 %, sedangkan penghijauan hanya 21 %. Hal ini mungkin disebabkan
karena kurang tepatnya teknologi yang digunakan, atau kondisi lahan belum
dipelajari dengan cermat, atau karena teknologi tidak diterapkan sepenuhnya.
Ditinjau dari segi pelestarian lingkungan dan efisiensi penggunaan dana dalam
program ekstensifikasi maka pemanfaatan lahan kritis dengan perbaikan
produktivitas mungkin lebih baik daripada membuka hutan.
E. Manfaat penerapan
usaha tani konservasi
Dua manfaat
utama pertanian konservasi dibandingkan dengan teknik pertanian lain, yaitu
input tenaga kerja yang rendah dan penggunaan proses ekologis alamiah secara
efektif. Pertanian konservasi memanfaatkan proses ekologis alami untuk
mempertahankan kelembaban, meningkatkan kesuburan tanah, memperkuat struktur
tanah, dan mengurangi erosi serta keberadaan hama penyakit. Hal itu dilakukan
melalui tiga cara, yaitu dengan meminimalkan gangguan pada tanah, menyimpan
sisa tanaman, dan rotasi tanaman. Pembajakan dan pembakaran mengganggu tanah
dan biota kecil yang hidup di dalamnya. Sebaliknya, pertanian konservasi sangat
sedikit mengganggu tanah, memberi kesempatan flora dan fauna tanah yang ada
untuk tumbuh subur secara alami. Flora dan fauna tanah tersebut akan
membusukkan sisa tanaman yang dijadikan penutup tanah oleh petani, sehingga
menambah nutrisi pada tanah dan meningkatkan struktur humus tanah. Selain itu,
pertanian konservasi mampu memanfaatkan hujan dengan lebih baik sebab tanah
yang ditutupi oleh sisa tanaman akan menyerap lebih banyak air hujan dan
mengalami lebih sedikit penguapan. Saat curah hujan rendah, lahan akan
menangkap kelembaban yang ada di udara. Penutupan tanah juga mengurangi kikisan
air, yang jika dipadukan dengan struktur tanah yang telah diolah, akan mampu
mengurangi erosi tanah dari air dan angin. Akhirnya, rotasi tanaman mendapat
keuntungan dari proses ekologis alamiah melalui kacaunya siklus hama penyakit,
dan pemakaian tanaman polong-polongan untuk mengikat nitrogen di dalam tanah.
Dalam jangka panjang, pertanian konservasi yang memanfaatkan proses ekologis
alami mengurangi pemakaian pupuk dan pestisida oleh petani sehingga mendukung
pendekatan penggunaan input luar rendah.
BAB III
PENUTUP
Konservasi
itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas
kata con (together) dan servare (keep/save) yang
memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save
what you have), namun secara bijaksana (wise use). Tujuan dari
adanya konservasi adalah agar terwujud kelestarian sumberdaya alam hayati serta
kesinambungan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. The conservation
model mengacu pada usaha tanam campuran atau crop livestock sebagai hasil
revolusi pertanian Inggris. Selain itu juga mnegacu pada konsep kelaparan lahan
yang diilhami oleh ahli tanah Jerman (Ricardo, Mill).
Metode
konservasi ada dua yaitu metode vegetatif dan metode teknik. Metoda vegetatif
yaitu metoda konservasi dengan menanam berbagai jenis tanaman seperti tanaman
penutup tanah, tanaman penguat teras, penanaman dalam strip, pergiliran tanaman
serta penggunaan pupuk organik dan mulsa. Sedangkan metoda sipil teknis yaitu
suatu metoda konservasi dengan mengatur aliran permukaan sehingga tidak merusak
lapisan olah tanah (Top Soil) yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Usaha
konservasi dengan metoda sipil teknis ini yaitu membuat bangunan-bangunan
konservaasi antara lain pengolahan tanah menurut kontur, pembuatan guludan,
teras, dan saluran air.
Penerapan
model konservasi bisa diterapkan di lahan kering maupun lahan kritis. Kedua
lahan ini bisa dikonservasi, tetapi keberhasilannya sangat ditentukan
oleh kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan keinginan petani. Hal tersebut perlu
dicermati mengingat tidak ada satupun teknik konservasi yang sempurna. Setiap
teknik konservasi membutuhkan persyaratan tertentu agar teknik tersebut
efektif. Ada dua manfaat utama pertanian konservasi dibandingkan dengan teknik
pertanian lain, yaitu input tenaga kerja yang rendah dan penggunaan proses ekologis
alamiah secara efektif
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2010. Konservasi
Lahan Kering. http://ridiah.wordpress.com/konservasi-lahan-kering.
Diakses pada tanggal 2 Mei 2010 pukul 15.50 WIB.
BP2TPDAS-IBB.
2002. Pedoman Praktik Konservasi Tanah dan air. Balai
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Indonesia Bagian Barat. Balitbang Kehutanan. Surakarta
Carolyn W.
Fanelli dan Lovemore Dumba.. 2007. Pertanian Konservasi di Pedesaan Zimbabwe.
http://salam.leisa.info/index.php?url.
Diakses pada tanggal 2 Mei 2010 pukul 16.50 WIB.
Widada,
2001. Sumber Daya Alam Hayati dan Upaya Pengeolaan Taman Nasional Gunung
Halimun. http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/03112/widada.htm.
Diakses pada tanggal 2 Mei 2010 pukul 15.30 WIB.