A. MODEL SIMULASI HIDROLOGI
Model
merupakan representasi atau gambaran tentang sistem (systems), obyek
atau benda (objects) dan kejadian (events). Representasi tersebut
dinyatakan dalam bentuk sederhana yang dapat dipergunakan untuk berbagai
macam tujuan penelitian. Penyederhanaan dilakukan secara representatif
terhadap perilaku proses yang relevan dari keadaan sebenarnya.
Pembentukan
model dan menerapkan model dalam percobaan merupakan bentukan dari
simulasi (Dent and Anderson 1971). Menurut Hillel (1977), model simulasi
merupakan teknik numerik dari percobaan hipotetik dari suatu gejala
atau sistem dinamis dan dinyatakan secara kuantitatif.
Penggunaan
model sebagai usaha untuk memahami suatu sistem yang rumit merupakan
teknik pengkajian yang lebih sederhana dibandingkan jika melalui keadaan
sebenarnya. Model ini dapat digunakan untuk menduga dan menerangkan
gejala- gejala dalam suatu sistem secara tepat (Nasution dan Barizi
1980). Model yang dibentuk berdasarkan peramalan terhadap sistem belum
dapat dipastikan akan menghasilkan peamalan yang tepat terhadap perilaku
sistem yang sejenis.
Model
simulasi hidrologi dapat diklasifikasikan berdasarkan luas kisaran
karakteristiknya. Untuk analisis DAS, model hidrologi diklasifikasikan
ke dalam lumped parameter versus distributed parameter, event versus
continous, dan stochastic versus deterministic.
B. MODEL HIDROLOGI DAS
Brooks
et al. (1987), Model hidrologi merupakan gambaran sederhana dari suatu
sistem hidrologi yang aktual. Model hidrologi biasanya dibuat untuk
mempelajari fungsi dan respon suatu DAS dari berbagai masukan DAS.
Melalui model hidrologi dapat dipelajari kejadian-kejadian hidrologi
yang pada gilirannya dapat digunakan untuk memprediksi kejadian
hidrologi yang akan terjadi. Harto (1993), model hidrologi adalah sebuah
sajian sederhana (simple representation) dari sebuah sistem hidrologi
yang kompleks.
Pendekatan
sistem dalam dalam analisis hidrologi merupakan suatu teknik
penyederhanaan dari sistem prototipe ke dalam suatu sistem model,
sehingga perilaku sistem yang kompleks dapat ditelusuri secara
kuantitatif. Hal ini menyangkut sistem dengan mengidentifikasikan adanya
aliran massa/energi berupa masukan dan keluaran serta suatu sistem
simpanan (Pawitan 1995).
Harto
(1993) mengemukakan bahwa konsep dasar yang digunakan dalam setiap
sistem hidrologi adalah siklus hidrologi. Persamaan dasar yang menjadi
landasan bagi semua analisis hidrologi adalah persamaan neraca air
(water balanced equation). Persamaan neraca air dari suatu DAS untuk
suatu periode dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :
∆S = Input – Output
Di mana :
∆ S = perubahan tampungan (storage change), Input = masukan (inflow), dan Output = keluaran (outflow).
Harto
(1993) mengemukakan bahwa tujuan penggunaan suatu model dalam
hidrologi, antara lain sebagai berikut : a) peramalan (forecasting)
menunjukkan besaran maupun waktu kejadian yang dianalisis berdasar cara
probabilistik; b) perkiraan (predicting) yang mengandung pengertian
besaran kejadian dan waktu hipotetik (hipotetical future time); c)
sebagai alat deteksi dalam masalah pengendalian; d) sebagai alat
pengenal (identification) dalam masalah perencanaan; e) ekstrapolasi
data/informasi; f) perkiraan lingkungan akibat tingkat perilaku manusia
yang berubah/meningkat; dan g) penelitian dasar dalam proses hidrologi.
1. Klasifikasi Model Hidrologi
Harto
(1993) mengemukakan bahwa secara umum model dapat dibagi dalam tiga
kategori, yaitu : 1) model fisik yang menerangkan model dengan skala
tertentu untuk menirukan prototipenya; 2) model analog yang disusun
dengan menggunakan rangkaian resistor-kapasitor untuk memecah
persamaan-persamaan diferensial yang mewakili proses hidrologi; 3) model
matematik yang menyajikan sistem dalam rangkaian persamaan dan
kadang-kadang dengan ungkapan-ungkapan yang menyajikan hubungan antar
variabel dan parameter.
Model
juga dapat diklasifikasikan menjadi: 1) model stokastik, di mana
hubungan antara masukan dan keluarannya didasarkan atas kesempatan
kejadian dan probabilitas; 2) model deterministik, di mana setiap
masukan dengan sifat-sifat tertentu, selalu akan menghasilkan keluaran
yang tertentu pula.
Di
samping itu, model dapat digolongkan menjadi : 1) model empirik, yaitu
model yang semata-mata mendasarkan pada percobaan dan pengamatan; 2)
model konseptual, yaitu model yang menyajikan proses-proses hidrologi
dalam persamaan matematik dan membedakan antara fungsi produksi
(production) dan fungsi penelusuran (routing).
2. Jenis Model
Sinukaban
(1995) mengemukakan bahwa sebagai suatu sistem hidrologi, DAS meliputi
jasad hidup, lingkungan fisik dan kimia yang berinteraksi secara
dinamik, yang di dalamnya terjadi kesetimbangan dinamik antara energi
dan material yang masuk dengan energi dan material yang keluar. Dalam
keadaan alami, energi matahari, iklim di atas DAS dan unsur-unsur
endogenik di bawah permukaan DAS merupakan masukan (input). Sedangkan
air dan sedimen yang keluar dari muara DAS serta air yang kembali ke
udara melalui evapotranspirasi adalah keluaran (output) DAS.
Model
USLE (universal soil loss equation), MUSLE (modified USLE), RUSLE
(revised USLE), CREAMS (chemical runoff and erosion from agricultural
management system) dan GLEAMS (groundwater loading effect of
agricultural management system), tergolong dalam lumped parameter, yaitu
model yang mentransformasi curah hujan (input) ke dalam aliran
permukaan (output) dengan konsep bahwa semua proses dalam DAS terjadi
pada satu titik spasial. WEPP (water erosion predicting project),
KINEROS (kinematic erosion simulation), EUROSEM (european soils erosion
model), TOP MODEL (topografically and physically based, variable
contributing area model of basin hidrology) dan ANSWERS (areal nonpoint
source watershed environmental response simulation) tergolong
distributed parameter, yaitu model yang berusaha menggambarkan proses
dan mekanisme fisik dan keruangan, memperlakukan masing komponen DAS
atau proses sebagai komponen mandiri dengan sifatnya masing- masing.
Model tersebut secara teori sangat memuaskan, tetapi data lapangan
sering terbatas untuk mengkalibrasi dan memverifikasi hasil simulasi.
Model
HEC-1 adalah event model yang mensimulasikan respon hujan tunggal
sebagai input data. Sedangkan SWM-IV (stanford watershed model) dan SWMM
(storm water management model) merupakan continous model yang
didasarkan pada persamaan kesetimbangan air dalam jangka yang lebih
panjang. Model tersebut cocok untuk digunakan pada DAS yang memiliki
ukuran yang lebih luas.
Model
AGNPS (agricultural non point source pollution model) merupakan
gabungan antara model distribusi dan model sekuensial. Sebagai model
distribusi, penyelesaian persamaan keseimbangan massa dilakukan serempak
untuk semua sel. Sedangkan sebagai model sekuensial, air dan cemaran
ditelusuri dalam rangkaian aliran dipermukaan lahan dan di saluran
secara berurutan (Pawitan 1999).
Model
SWAT (soil and water assessment toll) adalah model yang dikembangkan
untuk memprediksi dampak pengelolaan lahan (land management practices)
terhadap air, sedimen dan bahan kimia pertanian yang masuk ke sungai
atau badan air pada suatu DAS yang kompleks, dengan tanah, penggunaan
tanah dan pengelolaannya yang bermacam-macam sepanjang waktu yang lama
(Arsyad 2006).
C. MODEL EROSI
1. Model USLE
Model
penduga erosi USLE (universal soil loss equation) merupakan model
empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi
Nasional, Dinas Penelitian Pertanian, Departemen Pertanian Amerika
Serikat (USDA) bekerja sama dengan Universitas Purdue pada tahun 1954
(Kurnia 1997). Model tersebut dikembangkan berdasarkan hasil penelitian
erosi pada petak kecil (Wischmeier plot) dalam jangka panjang yang
dikumpulkan dari 49 lokasi penelitian. Berdasarkan data dan informasi
yang diperoleh dibuat model penduga erosi dengan menggunakan data curah
hujan, tanah, topografi dan pengelolaan lahan. Secara deskriptif model
tersebut diformulasikan sebagai (Arsyad 2006) :
A = RKLSCP
Di mana:
A : jumlah tanah yang tererosi (ton/ha/tahun)
R : faktor erosivitas hujan
K : faktor erodibilitas tanah
L : faktor panjang lereng
S : faktor kemiringan lereng
C : faktor penutupan dan pengelolaan tanaman
S : faktor kemiringan lereng
C : faktor penutupan dan pengelolaan tanaman
P : faktor tindakan konservasi tanah
Pada
awalnya model penduga erosi USLE dikembangkan sebagai alat bantu para
ahli konservasi tanah untuk merencanakan kegiatan usahatani pada suatu
landscape (skala usahatani). Akan tetapi mulai tahun 1970, model ini
menjadi sangat populer sebagai model penduga erosi lembar (sheet
erosion) dan erosi alur (rill erosion) dalam rangka mengaplikasikan
kebijakan konservasi tanah. Model ini juga pada awalnya digunakan untuk
menduga erosi dari lahan-lahan pertanian, tetapi kemudian digunakan pada
daerah-daerah penggembalaan, hutan, pemukiman, tempat rekreasi, erosi
tebing jalan tol, daerah pertambangan dan lain-lain (Wischmeier 1976).
Model
penduga erosi USLE juga telah secara luas digunakan di Indonesia.
Disamping digunakan sebagai model penduga erosi wilayah (DAS), model
tersebut juga digunakan sebagai landasan pengambilan kebijakan pemilihan
teknik konservasi tanah dan air yang akan diterapkan, walaupun
ketepatan penggunaan model tersebut dalam memprediksi erosi DAS masih
diragukan (Kurnia 1997). Hal ini disebabkan karena model USLE hanya
dapat memprediksi rata-rata kehilangan tanah dari erosi lembar dan erosi
alur, tidak mampu memprediksi pengendapan sedimen pada suatu landscape
dan tidak menghitung hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan
dasar sungai (Wischmeier 1976)
Berdasarkan
hasil pembandingan besaran erosi hasil pengukuran pada petak erosi
standar (Wischmeier plot) dan erosi hasil pendugaan diketahui bahwa
model USLE memberikan dugaan yang lebih tinggi untuk tanah dengan laju
erosi rendah, dan erosi dugaan yang lebih rendah untuk tanah dengan laju
erosi tinggi. Dengan kata lain kekurang-akuratan hasil pendugaan erosi
pada skala plot, mencerminkan hasil dugaan model ini pada skala DAS akan
mempunyai keakuratan yang kurang baik. Disamping itu, model USLE tidak
menggambarkan proses-proses penting dalam proses hidrologi (Risse et
al.1993). Berdasarkan beberapa kelemahan tersebut, model erosi USLE
disempurnakan menjadi RUSLE (Revised USLE) dan MUSLE (Modified USLE)
dengan menggunakan teori erosi modern dan data-data terbaru (Renard
1992dalam Risse et al. 1993), tetapi masih tetap berbasis plot.
Hasil-hasil
penelitian pengujian model penduga erosi USLE baik yang dilakukan di
Indonesia maupun di luar negeri seperti Afrika, Eropa, negara-negara
Asia dan di Amerika Serikat itu sendiri, menunjukkan bahwa model penduga
erosi USLE tidak dapat digunakan secara universal (Kurnia 1997) dan
memberikan hasil pendugaan yang bias jika digunakan untuk memprediksi
erosi DAS. Hal tersebut disebabkan karena ekstrapolasi hasil penelitian
dari areal yang sempit ke areal yang lebih luas (DAS) akan memberikan
hasil yang keliru (Lal 1988).
2. Model ANSWERS
Model
ANSWERS (areal nonpoint source watershed environmental response
simulation) merupakan sebuah model hidrologi dengan parameter
terdistribusi yang mensimulasikan hubungan hujan-limpasan dan memberikan
dugaan hasil sedimen. Model hidrologi ANSWERS dikembangkan dari US-EPA
(United States Environment Protection Agency)oleh Purdue Agricultural
Enviroment Station (Beasley and Huggins 1991).
Salah
satu sifat mendasar dari model ANSWERS adalah termasuk kategori model
deterministik dengan pendekatan parameter distribusi. Model distribusi
parameter DAS dipengaruhi oleh variabel keruangan (spatial), sedangkan
parameter- parameter pengendalinya, antara lain : topografi, tanah,
penggunaan lahan dan sifat hujan.
Struktur Model ANSWERS
Model
ANSWERS adalah model deterministik yang didasarkan pada hipotesis bahwa
setiap titik di dalam DAS mempunyai hubungan fungsional antara laju
aliran permukaan dan beberapa parameter hidrologi yang mempengaruhi
aliran, seperti intensitas hujan, infiltrasi, topografi, jenis tanah dan
beberapa faktor lainnya. Laju aliran yang terjadi dapat digunakan untuk
memodelkan fenomena pindah massa, seperti erosi dan polusi dalam
wilayah DAS.
Dalam
model ini suatu DAS yang akan dianalisis responnya dibagi menjadi
satuan elemen yang berukuran bujursangkar, sehingga derajat variabilitas
spasial dalam DAS dapat terakomodasi. Konsep distribusi disefinisikan
melalui hubungan matematika untuk semua proses simulasi, model ini
mengasumsikan bahwa suatu DAS merupakan gabungan dari banyak elemen yang
diartikan sebagai suatu areal yang memiliki paramater hidrologi yang
sama. Setiap elemen akan memberikan kontribusi sesuai dengan
karakteristik yang dimiliki. Model ini juga mengikut sertakan semua
parameter kontrol secara spasial. Oleh karena itu model ANSWERS
melakukan analisis pada setiap satuan elemen.
Parameter Masukan Model ANSWERS
Data masukan model ANSWERS dikelompokkan dalam lima bagian (de Roo 1993), yaitu :
1) Data curah hujan, yaitu : jumlah dan intensitas hujan pada suatu kejadian hujan.
2) Data tanah, yaitu : porositas total (TP), kapasitas lapang (FP),
laju infiltrasi konstan (FC) selisih laju infiltrasi maksimum dengan
laju infiltrasi konstan (A), eksponen infiltrasi (P), kedalaman zona
kontrol iniltrasi (DF), kandungan air tanah awal (ASM), dan erodibilitas
tanah (K).
3) Data penggunaan dan kondisi permukaan lahan, meliputi : volume
intersepsi potensial (PIT), persentase penutupan lahan (PER), koefisien
kekasaran permukaan (RC), tinggi kekasaran maksimum (HU), nilai
koefisien manning untuk permukaan lahan (N), faktor tanaman dan
pengelolaannya (C).
4) Data karakteristik saluran, yaitu lebar saluran (CW) dan koefisien manning (N).
5) Data satuan individu elemen, yaitu : kemiringan lereng, arah lereng,
jenis tanah, jenis penggunaan lahan, liputan penakar hujan, kemiringan
saluran, dan elevasi elemen rata-rata.
Mekanisme model ANSWERS
Mekanisme model ANSWERS dapat dijelaskan sebagai berikut (de Roo 1993) :
1) Hujan yang jatuh pada suatu DAS dengan vegetasi tertentu, sebagian
akan diintersepsi oleh tajuk vegetasi (PER) sampai potensial simpanan
intersepsi (PIT) tercapai.
2) Apabila laju hujan lebih kecil dari laju intersepsi, maka air hujan
tidak akan mencapai permukaan tanah. Sebaliknya jika laju hujan lebih
besar dari laju intersepsi, maka terjadi infiltrasi.
3)
Laju infiltrasi awal tersebut dipengaruhi oleh kandungan air tanah awal
(ASM = anticedent soil moisture), porositas tanah total (TP), kandungan
air tanah pada kapasitas lapang (FP), laju infiltrasi pada saat konstan
(FC), laju infiltrasi maksimum (FC+A), dan kedalaman zona kontrol
infiltrasi (DF). Laju infiltrasi akan menurun secara eksponensial dengan
bertambahnya kelembaban tanah.
4) Jika hujan terus berlanjut, maka laju hujan menjadi lebih besar dari
laju infiltrasi dan intersepsi. Pada kondisi ini air mulai mengumpul
dipermukaan tanah dalam depresi mikro (retention storage) yang
dipengaruhi oleh kekasaran permukaan tanah, yaitu RC dan HU.
5) Jika retensi permukaan melebihi kapasitas depresi mikro, maka akan
terjadi limpasan permukaan, di mana besarnya limpasan permukaan tersebut
dipengaruhi oleh kekasaran permukaan (N), kelerengan dan arah aliran.
6) Bila hujan terus berlanjut, maka akan tercapai laju infiltrasi konstan (FC).
7) Pada saat hujan reda, proses infiltrasi masih terus berlangsung sampai simpanan depresi sudah tidak tersedia lagi.
Parameter Keluaran Model ANSWERS
Keluaran
model berupa hasil prediksi, yaitu : ketebalan aliran permukaan, debit
puncak, waktu puncak, rata-rata kehilangan tanah, laju erosi maksimum
tiap elemen, laju deposisi maksimum tiap elemen dan pengurangan jumlah
sedimen akibat tindakan konservasi tanah.
Model
ANSWERS juga menampilkan grafik yang berisi hyetograf hujan terpilih,
hidrograf aliran permukaan, dan sedimentasi. Dari setiap kajadian hujan
dapat dianalisis debit puncak dan waktu puncak. Debit puncak adalah
nilai puncak (tertinggi) dari suatu hidrograf aliran, dan waktu puncak
adalah selang waktu mulai dari awal terjadinya aliran permukaan sampai
terjadinya debit puncak (Beasley and Huggin 1991).
Asumsi
yang digunakan untuk memprediksi erosi dengan model ini adalah : 1)
erosi tidak terjadi di lapisan bawah permukaan; 2) sedimen dari suatu
elemen ke elemen lain akan meningkatkan lapisan permukaan elemen tempat
pengendapan; dan 3) pada segmen saluran tidak terjadi erosi akibat
hempasan butir hujan (Beasley and Huggin 1991).
Penghancuran
dan pengangkutan partikel tanah disebabkan oleh pukulan butir hujan
(DTR) dan energi limpasan permukaan. Jumlah partikel tanah yang dapat
dipindahkan tergantung dari besarnya sedimen yang dihasilkan dan
kapasitas transpornya (TC). Air limpasan dan sedimen yang dapat mencapai
elemen yang memiliki saluran, akan bergerak menuju outlet DAS, di mana
sedimentasi yang terjadi dalam saluran akan terjadi ketika besarnya
kapasitas transpor telah terlewati (de Roo 1993).
Kelebihan dan Kelemahan Model ANSWERS
Beasley
dan Huggins (1991) menyebutkan bahwa model ANSWERS dapat digunakan
untuk DAS yang luasnya kurang dari 10.0000 ha. Kelebihan dan model
ANSWERS adalah : a) analisis parameter distribusi yang dipergunakan
dapat memberikan hasil simulasi yang akurat terhadap sifat daerah
tangkapan; b) dapat mensimulasi secara bersamaan dari berbagai kondisi
dalam DAS; c) memberikan keluaran berupa limpasan dan sedimen dari suatu
DAS yang dianalisis.
Beasley dan Huggins (1991), mengemukakan bahwa model ANSWERS sebagai sebuah model hidrologi mempunyai kelebihan, antara lain :
1) Dapat mendeteksi sumber-sumber erosi di dalam DAS serta memiliki
kemampuan sebagai alat untuk strategi perencanaan dan evaluasi kegiatan
RLKT DAS.
2)
Dapat mengetahui tanggapan DAS terhadap mekanisme pengangkutan sedimen
ke jaringan aliran yang ditimbulkan oleh kejadian hujan
3) Sebagai suatu paket program komputer yang ditulis dalam
bahasafortran, mempunyai kemampuan untuk melakukan simulasi
hujan-limpasan dari berbagai perubahan kondisi penggunaan lahan dalam
DAS.
4) Untuk melakukan inputing data base (topografi, tanah, penggunaan
lahan, sistem saluran) ke dalam model dapat diintegrasikan dengan data
dari remote sensing maupun SIG.
5) Adanya variasi pemilihan parameterinput danoutput dari model disesuaikan dengan kebutuhan pengguna.
6) Sesuai untuk diterapkan pada lahan pertanian, hutan, maupun perkotaan.
7) Satuan pengukuran dapat berupa metrik ataupun British unit.
8) Dapat diterapkan pada DAS dengan ukuran lebih kecil dari 10.000 ha.
6) Sesuai untuk diterapkan pada lahan pertanian, hutan, maupun perkotaan.
7) Satuan pengukuran dapat berupa metrik ataupun British unit.
8) Dapat diterapkan pada DAS dengan ukuran lebih kecil dari 10.000 ha.
Sedangkan kekurangan nodel ANSWERS antara lain :
1)
Semakin kompleks, terutama pada data perlukan dan waktu penghitungan,
dimana besarnya tergantung dari berbagai faktor, seperti luas DAS dan
jumlah grid.
2) Model terdistribusi relatif masih bari dibanding lumped parameter, sehingga masih perlu pengembangan dan penyesuaian.
3) Karena hanya untuk tiap kejadian hujan (individual event), maka model ini
tidak memiliki sub model untuk evapotranspirasi.
4) Erosi dari saluran belum diperhitungkan ke dalam model.
5) Batas grid kemugkinan tidak menggambarkan batas yang sebenarnya.
6) Untuk sebuah grid dalam kenyataan dapat lebih besar dari luas sub-sub DAS.
Aplikasi Model ANSWERS
Hipotesis
yang dikembangkan dalam model ini adalah bahwa setiap bagian dalam DAS
terjadi hubungan antara laju aliran dan parameter-parameter hidrologi,
serta tipe tanah, topografi, infiltrasi, penggunaan lahan dan sifat
hujan. Laju aliran yang terjadi dapat digunakan untuk mengkaji hubungan
antara komponen hidrologi yang menjadi dasar dalam pemodelan fenomena
transport, seperti erosi tanah dan pengangkutan serta pergerakan bahan
kimia tanah.
Model ANSWERS ini telah diaplikasikan penggunaannya pada beberapa DAS di Indonesia melalui beberapa riset, di antaranya :
1)
Irianto (1993) mempelajari model ANSWERS untuk memprediksi erosi dan
aliran permukaan pada areal waduk Batujai Nusa Tenggara Timur agar dapat
memanfaatkan sumberdaya air dan lahan secara lestari. Kesimpulan: Model
ANSWERS cukup informatif dalam menampilkan arah lereng, kelas lereng
dan areal penyuplai sedimen. Di samping itu, dapat menampilkan hasil
prediksi aliran permukaan per satuan waktu pada tiap elemen. Informasi
yang diberikan berupa: hasil sedimen maksimum, hasil sedimen rata-rata,
hasil sedimen tiap elemen, total hasil sedimen; dan aliran permukaan
dari suatu DAS, sehingga akan meningkatkan akurasi penanganannya.
2) Rauf (1994) melakukan penelitian di DAS Palu Timur dengan tujuan: a)
memprediksi limpasan dan sedimen di DAS Palu Timur dengan menggunakan
model ANSWERS; b) menentukan kawasan yang memiliki potensi erosi tinggi
melalui simulasi; dan c) mempelajari pengaruh penggunaan lahan terhadap
respon hidrologi DAS. Kesimpulan: Penggunaan model ANSWERS dalam
analisis respon Hidrologi DAS, dapat diperoleh informasi berupa limpasan
dan sedimen rata-rata, pengurangan sedimen akibat tindakan konservasi
tanah, serta dapat diidentifikasi daerah pemasok sedimen. Akan tetapi
model ini lebih sesuai untuk DAS yang berukuran kecil karena model ini
hanya mampu mensimulasi satu liputan penakar hujan.
3)
Rompas (1996) melakukan penelitian di daerah tangkapan Citere, DAS
Citarik, Pangalengan, Jawa Barat. Tujuan penelitian adalah memprediksi
aliran permukaan dan sedimen dengan model ANSWERS, serta melakukan
simulasi dengan model ANSWERS untuk digunakan dalam perencanaan
pengelolaan daerah tangkapan Citere pangalengan. Kesimpulan: Uji
statistik menunjukkan bahwa aliran permukaan dan sedimen hasil prediksi
model ANSWERS tidak berbeda dengan hasil observasi. Model ANSWERS cukup
baik digunakan untuk memprediksi aliran permukaan dan sedimen di dalam
DAS.
4) Tikno (1996) melakukan penelitian di DAS Cibarengkok, Cimuntur, Jawa
Barat. Tujuan penelitian adalah: a) memprediksi aliran permukaan dan
hasil sedimen di DAS Cibarengkok dengan menggunakan model ANSWERS; b)
membandingkan hasil prediksi model dengan hasil pengukuran (pengujian
model); dan c) aplikasi model untuk perencanaan pengelolaan DAS.
Kesimpulan: Model ANSWERS cukup peka terhadap perubahan nilai parameter
kekasaran permukaan lahan (N) dalam memprediksi aliran langsung,
khususnya pada debit puncak (Qp). Selain itu model ANSWERS juga sangat
peka terhadap parameter faktor tanaman dan pengelolaan tanah (C) dalam
memprediksi kehilangan tanah (Sy).
5) Aswandi (1996) melakukan penelitian di DAS Cikapundung, Jawa Barat.
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi dan menentukan perencanaan
pengelolaan DAS dengan menggunakan model ANSWERS. Kesimpulan: Perubahan
vegetasi (hutan) paling berpengaruh terhadap fluktuasi debit aliran dan
penambahan kebun campuran menimbulkan ersoi paling besar dalam DAS.
6) Ramdan (1999) melakukan penelitian di DTA Cikumutuk DAS Cimanuk
Hulu. Tujuan penelitian ini adalah: a) memprediksi besarnya erosi dan
aliran permukaan yang terjadi di DAS Cimanuk menggunakan model ANSWERS;
dan b) menentukan alternatif penggunaan lahan yang dapat mengendalikan
erosi dan aliran permukaan yang terjadi di DAS Cimanuk. Hasil simulasi
model ANSWERS menunjukkan bahwa penggunaan lahan yang seluruhnya berupa
hutan paling efektif menurunkan erosi, yaitu sebesar 91,8%. Sedangkan
penggunaan lahan yang paling besar meningkatkan erosi adalah penggunaan
lahan yang seluruhnya berupa tegalan dengan kenaikan erosi mencapai 328%
dari erosi pada saat penelitian.
7) Hidayat (2002) melakukan penelitian di DTA Bodong Jaya dan DAS Way
Besay Hulu, Lampung Barat. Penelitian bertujuan untuk memprediksi erosi
dan aliran permukaan di DTA Bodong Jaya dan DAS Way Besay Hulu, Lampung
Barat dengan menggunakan model ANSWERS dan menentukan alternatif
pengelolaan lahan yang efektif mengendalikan erosi dan aliran permukaan
di DTA Bodong Jaya dan DAS Way Besay Hulu. Kesimpulan: Model ANSWERS
memprediksi erosi dan aliran permukaan secara baik pada curah hujan
dengan jumlah dan intensitas yang cukup tinggi. Pada curah hujan yang
rendah, hasil prediksi model mengalami deviasi yang cukup besar,
walaupun secara keseluruhan hasil prediksi model tersebut tidak berbeda
nyata dengan hasil pengukuran.
8) Utami (2002) melakukan penelitian di DAS Padas. Tujuan penelitian
ini adalah: a) memprediksi aliran permukaan dan eosi menggunakan model
ANSWERS; dan 2) mengkaji pengaruh teknik RLKT terhadap hidrologi DAS
Padas. Kesimpulan: Parameter hidrologi-erosi hasil pengukuran dan
keluaran model ANSWERS tidak berbeda nyata dengan nilai koefisien
korelasi yang cukup tinggi. Dengan demikian model ANSWERS cukup baik
untuk memprediksi erosi tanah rata-rata, jumlah aliran permukaan, dan
debit puncak aliran permukaan di daerah penelitian.
3. Model AGNPS
Model
AGNPS (agricultural non point source pollution model) dikembangkan oleh
USDA-ARS, North Central Soil Consrvation Service, Morris, Minnesota
yang bekerjasama dengan USDA-SCS, MPCA (Minnesota Pollution Control
Agency), LCMR (Legeslative Commission in Minnesota Resources) dan EPA
(Environmental Protection Agency) (Young et al. 1994). Model ini terus
berkembang dan telah diterapkan di beberapa negara untuk menentukan
langkah-langkah kebijakan dan evaluasi dalam kegiatan konservasi,
seperti di Amerika, Canada dan negara-negara di Eropa (Yoon 1996).
Struktur Model AGNPS
Model
AGNPS bekerja pada basis sel geografis (dirichlet tesselation) yang
digunakan untuk menggambarkan kondisi daratan (upland) dan saluran
(channel). Dirichlet tesselation adalah proses pembagian dan
pengelompokan DAS menjadi sel (tiles) yang juga dikenal dengan nama
polygon Thiessen atauVoronoi. Setiap sel berbentuk bujur sangkar seragam
yang membagi DAS secara merata, di mana memungkinkan analisis pada
titik dalam suatu DAS.
Polutan
potensial ditelusuri melalui sel-sel dari awal hinggaoutlet secara
bertahap, sehingga aliran pada setiap titik antar sel dapat
diperhitungkan. Seluruh karakteristik DAS dan masukan digambarkan pada
tingkatan sel.
Setiap
sel mempunyai resolusi 2,5 akre (1,01 ha) hingga 40 akre (16,19 ha).
Ukuran sel yang lebih kecil dari 10 akre direkomendasikan untuk DAS
dengan luas kurang dari 2000 akre (809,36 ha). Untuk DAS yang luasnya
lebih dari 2000 akre, maka ukuran seladapat berukuran 40 akre (Yoon
1996).
Setiap
sel utama dapat dibagi lagi menjadi sel-sel yang lebih kecil untuk
memperoleh resolusi yang lebih rinci dari kondisi topografi yang
komplek. Ketelitian hasil dapat ditingkatkan dengan mengurangi ukuran
sel, tetapi hal ini akan membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak
untuk menjalankan model.
Nilai-nilai
parameter model untuk skala sel ditetapkan berdasarkan kondisi biofisik
aktual pada masing-masing sel. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan satu
nilai parameter yang seragam pada masing-masing sel, perlu ditetapkan
nilai tunggal parameter sel dengan menghitung nilai rata-rata tertimbang
dari berbagai kondisi bergam yang ada (Yoon 1996).
Parameter Masukan Model AGNPS
Ada
dua parameter masukan dalam model AGNPS, yaitu inisial data dan data
per sel (spreadseheet data entry) (Yoon 1996). Parameter masukan inisial
data, meliputi : 1) identifikasi DAS; 2) deskripsi DAS; 3) luas sel
(akre); 4) jumlah sel; 5) curah hujan (inci); 6) konsentrasi N dalam
curah hujan (ppm); 7) energi intensitas hujan maksimum 30 menit (EI30);
8) durasi hujan (jam); 9) perhitungan debit puncak aliran; 10)
perhitungan geomorfik; dan 11) faktor bentuk hidrograf.
Sedangkan
parameter masukan per sel dalam model AGNPS terdiri dari 22 parameter,
yaitu : 1) nomor sel; 2) nomor sel penerima; 3) divisi sel; 4) divisi
sel penerima; 5) arah aliran; 6) bilangan kurva aliran permukaan; 7)
kemiringan lereng (%); 8) faktor bentuk lereng; 9) panjang lereng; 10)
koefisien aliran Manning; 11) faktor erosibilitas tanah; 12) faktor
pengelolaan tanaman; 13) faktor pengelolaan tanah; 14) konstanta kondisi
permukaan; 15) faktor COD; 16) tekstur tanah; 17) indikator pemupukan;
18) indikator pestisida; 19) indikator point source; 20 ) indikator
tambahan erosi; 21) faktor genangan; dan 22) indikator saluran.
Parameter Keluaran Model AGNPS
Young
et al. (1989), hasil keluaran (output) dari model AGNPS dapat berupa
grafik dan tabular dengan informasi yang sangat lengkap, baik keluaran
DAS (watershed summary) maupun keluaran per sel. Keluaran DAS, meliputi :
1) volume aliran permukaan; 2) laju puncak aliran permukaan; 3) total
hasil sedimen; 4) total N dalam sedimen; 5) total N terlarut dalam
aliran permukaan; 6) konsentrasi N terlarut dalam aliran permukaan; 7)
total P dalam sedimen; 8) total p terlarut dalam aliran permukaan; 9)
konsentrasi P terlarut dalam aliran permukaan; 10) total COD terlarut
dan konsentrasi COD terlarut dalam aliran permukaan.
Sedangkan keluaran per sel dari masing-masing sel yang terdapat dalam DAS
dapat berupa :
1)
Hidrologi, meliputi : a) volume aliran permukaan; b) laju puncak aliran
permukaan; dan c) bagian aliran permukaan yang dihasilkan di dalam sel.
2) Sedimen, meliputi : a) hasil sedimen; b) konsentrasi sedimen; c)
distribusi ukuran partikel sedimen; d) erosi yang dipasok dari sel
sebelah atasnya; e) jumlah deposisi; f) sedimen di dalam sel; g) rasio
pengkayaan oleh ukuran partikel; dan h) rasio pengangkutan oleh ukuran
partikel.
3) Kimiawi, meliputi : a) nitrogen (massa N per satuan luas di dalam
sedimen, konsentrasi material terlarut, dan massa dari material
terlarut); b) fosfor (massa P per satuan luas di dalam sedimen,
konsentrasi dari material terlarut, dan massa dari material terlarut);
dan c) COD (konsentrasi COD dan massa COD terlarut per satuan luas).
Kelebihan Model AGNPS
Kelebihan
model ini terletak pada parameter-parameter model yang terdistribusi di
seluruh areal DAS, sehingga nilai-nilai parameter model benar-benar
mencerminkan kondisi biofisik DAS pada setiap satuan luas di dalam DAS.
Selain erosi, model ini mampu menghasilkan keluaran-keluaran seperti :
volume dan laju puncak aliran permukaan, hasil sedimen, kehilangan N, P
dan COD (Young et al. 1994).
Aplikasi Model AGNPS
Model
AGNPS ini juga telah diaplikasikan penggunaannya pada beberapa DAS di
Indonesia melalui beberapa penelitian, di antaranya :
1) Muhlis (1999) melakukan penelitian integrasi parsial penginderaan
jauh dan sistem informasi geografi dalam pembangkitan masukan model
AGNPS. Tujuan penelitian ini adalah : a) mengekstraksi bilangan kurva
SCS (SCS curve number) sebagai salah satu masukan dalam model dari data
penginderaan jauh; b) mengintegrasikan SIG ke dalam model, baik sebagai
pre-prosesor (masukan data) maupun sebagai sarana tampilan grafis dan
tabel keluaran model; dan c) menilai sensitivitas parameter masukan
model yang berhubungan dengan aliran permukaan. Kesimpulan : Data
penginderaan jauh dapat menurunkan beberapa parameter masukan AGNPS,
meliputi faktor pengelolaan tanaman, koefisien kekasaran permukaan
Manning, koefisien kondisi permukaan, dan bilangan kurva aliran
permukaan.
2) Rahayu (2000) melakukan studi ancaman erosi DAS Kelara di Sulawesi
Selatan. DAS seluas 37.175 ha dibagi dalam 1.487 sel dengan luas
masing-masing 25 ha. Prediksi erosi setiap sel menggunakan metode MUSLE.
Kesimpulan : Laju erosi DAS Kelara berkisar antara 0 – 577
ton/ha/bulan, dengan rata-rata 12,65 ton/ha/bulan pada musim hujan.
3) Nugroho (2000) melakukan penelitian di DAS Dumpul yang bertujuan :
a) melakukan analisis aliran permukaan, sedimen dan kehilangan hara
nitrogen, fosfor dan kebutuhan oksigen kimiawi dengan menggunakan model
AGNPS; dan b) melakukan simulasi model sesuai dengan kondisi biogeofisik
DAS untuk perencanaan pengelolaan DAS. Kesimpulan : Volume dan laju
aliran permukaan, hasil sedimen, dan kehilangan hara nitrogen, fosfor
dan konsentrasi COD terlarut tidak berbeda antara hasil pengamatan dan
model. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai parameter yang digunakan
dalam model AGNPS cukup akurat untuk memprediksi aliran permukaan, hasil
sedimen, dan kehilangan hara nitrogen, fosfor dan konsentrasi COD
terlarut, sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perencanaan
pengelolaan DAS.
4)
Tarigan (2000) melakukan studi perencanaan pengelolaan daerah tangkapan
untuk pelestarian situ Cibuntu Cibinong menggunakan model AGNPS.
Tujuannya adalah membuat perencanaan pengelolaan daerah tangkapan
tersebut menggunakan model AGNPS. Kesimpulan yang diperoleh adalah
pengelolaan lahan di daerah tangkapan Cibuntu dengan cara menanam
tanaman campuran di lereng agak curam dan landai dengan membuat guludan
searah kontur harus diterapkan.
5) Salwati (2004) mengkaji dampak perubahan penggunaan lahan terhadap
respons hidrologi di DAS Cilalawi Sub DAS Citarum Jawa Barat menggunakan
model AGNPS. Hasil analisis menggambarkan bahwa perubahan penggunaan
lahan mengakibatkan perubahan respons hidrologi, di mana pada tahun 2003
volume aliran permukaan meningkat 6,1 %, debit puncak aliran permukaan
meningkat 6,8 %, hal ini mengakibatkan hasil sedimen meningkat sampai
45,6 % dibanding tahun 1997.
PENUTUP
Penggunaan
model erosi skala DAS dengan parameter terdistribusi masih terbatas
pada skala penelitian. Disamping memerlukan input parameter yang relatif
banyak dan kompleks, input parameter model tersebut juga sering tidak
tersedia di lapangan. Penggunaan model ANSWERS mulai dirintis pada
beberapa DAS seperti DAS Solo bagian hulu dan Brantas bagian hulu di
bawah pengelolaan Balai Teknologi Pengelolaan DAS (Priyono dan Mulyadi,
2000). Penggunaannya pada DAS-DAS yang lain dihadapkan pada kendala
penyediaan parameter input yang tidak dapat dipenuhi, karena
instrumentasi pengukur debit aliran air dan sedimen biasanya tidak
tersedia di sebagian besar DAS di Indonesia.
Model
ANSWERS (areal non-point source watershed environmental response
simulation) dan model AGNPS (agricultural non point source pollutioan
model) merupakan model penduga erosi skala DAS yang telah mulai banyak
digunakan di Indonesia. Walaupun masih mempunyai beberapa kelemahan,
model tersebut memberikan hasil pendugaan erosi yang cukup baik.
Sinukaban (1997) telah menggunakan model AGNPS untuk memprediksi aliran
permukaan, erosi, kehilangan nitrogen dan fosfor dan COD dari DAS seluas
10,4 hektar di wilayah perbukitan. Hasilnya menunjukkan bahwa hasil
prediksi model tidak berbeda secara stastistik dengan hasil pengukuran.
Sedangkan Ginting dan Ilyas (1997) yang melakukan simulasi berbagai
penggunaan lahan dengan menggunakan model ANSWERS di DAS Siluak,
menyimpulkan bahwa model ANSWERS memerlukan validasi lebih lanjut.
Disamping
disebabkan adanya perbedaan ukuran raster sel dan DAS yang digunakan,
bervariasinya hasil dugaan model ANSWERS diduga terkait dengan dinamika
proses erosi pada suatu bentang lahan. Dinamika erosi terjadi akibat
bervariasinya jumlah dan intensitas hujan serta karakteristik permukaan
lahan yang mempengaruhi proses deposisi sedimen (barrier/filter).
Sinukaban et al. (2000) dan Susswein et al. (2001) menunjukkan bahwa
jenis dan konfigurasibar ier /fi lter sangat mempengaruhi jumlah erosi
dan volume aliran permukaan yang dihasilkan dari suatu bentang lahan dan
wilayah DAS.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press.
Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Aswandi.
1996. Aplikasi Model ANSWERS Dalam Perencanaan Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai Cikapundung Jawa Barat. Tesis Magister. Program
Pascasarjana, IPB. Bogor.
Beasley
DB and Huggins LF. 1991. ANSWERS. User’s Manual. Agricultural
Engineering Department, Purdue University, West Laffayete, Indiana.
Brooks KN, Folliot PF, Gregesen HM, and Thames JL. 1987. Hydrology and The Management of Watershed. USA.
Chow VT, Maidment DR, and Mays LW. 1988. Applied Hydrology. Singapore : McGraw-Hill Book Company.
De
Roo. 1993. Modelling Surface Runoff and Soil Erosion in Catchment Using
Geographical Information System. Utrecht. Utrecht University.
Dent FJ and Anderson EA. 1971. System Analysis in Agricultural Management. John Willey & Sons. Sidney.
Ginting AN, dan Ilyas MA. 1997. Pendugaan Erosi pada Sub DAS Siulak di Kabupaten Kerinci dengan Menggunakan Model ANSWERS.
Makalah Lokakarya Penetapan Model Erosi Tanah. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. 7 Maret 1997.
Hal WA and Dracup JA. 1970. Water Resources System Engineering. Mc Graw-Hill Book Co., New York.
Harto SBr. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hidayat Y. 2002. Aplikasi Model ANSWERS dalam Mempredikasi Erosi dan
Aliran Permukaan di DTA Bodong Jaya dan DAS Way Besay Hulu, Lampung
Barat. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Hillel D. 1977. Computer Simulation of Soil Water Dynamics : A Compendium of Recent Work. IDRC. Ottawa
Irianto G. 1993. Prediksi Aliran Permukaan, Laju Erosi dan Kualitasnya
Dengan Model ANWERS Untuk Mendukung Usaha Pemanfaatan Sumberdaya Air dan
Tanah pada Areal Waduk Batujai, NTB. Tesis Magister. Program
Pascasarjana, IPB. Bogor.
Kurnia U. 1997. Pendugaan Erosi dengan Metoda USLE : Kelemahan dan
Keunggulan. Lokakarya Penetapan Model Pendugaan Erosi Tanah, Bogor, 7
Maret.
Lal R. 1988. Soil Erosion by Wind and Water : Problems and Prospects.
Pp 1 –6. In R. Lal (ed). Soil Erosion Research Methods. Soil and Water
Conservation Society, Ankeny. Iowa.
Mise JH and Cox JG. 1968. Essential of Simulation. Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.
Muhlis M. 1999. Integrasi Parsial Penginderaan Jauh dan Sistem
Informasi Geografi Dalam Pembangkitan Masukan Model AGNPS. Tesis
Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Nasution AH dan Barizi. 1980. Metode Statistik untuk Penarikan Kesimpulan. Gramedia. Jakarta.
Nugroho SP. 2000. Analisis Aliran Permukaan, Sedimen dan Hara Nitrogen,
Fosfor dan Kebutuhan Oksigen Kimiawi dengan Menggunakan Model AGNPS Di
Sub DAS Dumpul. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Pawitan H. 1995. Metode Analisis Sistem Hidrologi Dalam Pendugaan Erosi
dan Sedimen Daerah Aliran Sungai. Diskusi Penelitian Erosi dan
Sedimentasi Di Puslitbang PU Di Bandung.
Pawitan H. 1999. Hidrologi Daerah Aliran Sungai : Terapan Teknik
Modeling. Makalah Pelatihan Dosen-Dosen PTN Indonesia Bagian Barat dalam
Bidang Agroklimatologi. Bogor.
Priyono
CNS dan Mulyadi D. 2000. Penyempurnaan Perencanaan Pengelolaan DAS di
Indonesia. Disampaikan pada Seminar Hasil-Hasil Penelitian BTPDAS, 15
Januari 2000. Surakarta.
Ramdan H. 1999. Aplikasi Model ANSWERS Dalam Pendugaan Erosi dan Aliran
Permukaan Di DTA Cikumutuk Sub DAS Cimanuk Hulu. Tesis Magister.
Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Rauf A. 1994. Aplikasi Model ANSWERS Untuk Analisis Respon Hidrologi
Sub DAS Palu Timur Sulwesi Tengah. Tesis Magister. Program Pascasarjana,
IPB. Bogor.
Risse,
L.M., M.A. Nearing, A.D. Nicks, and J.M. Laflen. 1993. Error Assessment
in the Universal Soil Loss Equation. Soil. Sci. Soc. Am. J. Vol. 57 :
825-833.
Rompas
JJ. 1996. Penerapan Model ANWERS Dalam Memprediksi Aliran Permukaan dan
Erosi Di Daerah Tangkapan Citere Sub DAS Citarik Pengalengan Jawa
Barat. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Salwati. 2004. Kajian Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Respon
Hidrologi Sub DAS Cilalawi DAS Citarum Jawa Barat Menggunakan Model
ANSWERS. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Schwab
GO, Frevert RK, Edminster TV, and Barnes KK. 1981. Soil and Water
Conservation Engineering. John Willey and Sons, Inc. New York.
Sinukaban
N. 1995. Manajemen/Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Diskusi Penelitian
Erosi dan Sedimentasi Di Puslitbang PU Di Bandung.