Artikel cerita islami kali ini mengulas mengenai kisah wali songo, yaitu kisah Maulana Malik Ibrahim
sang penyebar agama islam di tanah jawa dengan budi pekerti yang baik.
Adalah pemimpin wali sango. Mengapa beliau dapat disebut sebagai
pemimpin wali sango?
Karena beliau adalah wali yang paling pertama dan wali tertua dari
anggota wali sango lainnya. Maulana malik ibrahim adalah salah satu
anggota wali songo yang menyebarkan islam pertama kali di pulau jawa,
khususnya daerah gresik dan sekitarnya. Beliau sendiri bukan asli dari
jawa, melainkan berasal dari Turki, dan dikenal dengan nama Syekh
Maghribi. Mengenai asal usul dari maulana malik ibrahim ada yang
mengatakan dari Gujarat, india, ada juga yang mengatakan beliau datang
dari Iran, Cina, bahkan ada juga yang mengatkan beliau berasal dari
Arab.
Maulana
malik juga memiliki panggilan kakek bantal. beliau disebut kakek bantal
karena sering meletakkan kitabnya di atas bantal saat mengajarkan
ilmunya melalui pengajian kepada santrinya. disamping itu, ia tidak
hanya dikenal pandai dalam bidang ilmu agama, namun juga pandai dan ahli
dalam bidang tata negara, bercocok tanam, serta memiliki kemampuan di
bidang pengobatan yang tidak diragukan lagi.
Menurut
buku kisah teladan wali sanga, Maulana malik ibrahim datang ke
Indonesia pada tahun 1379 masehi, dan mulai menyiarkan agama islam di
pulau jawa, kemudian ia menetap di gresik sampai meninggal dunia. Beliau
meninggal dunia pada hari senian tanggal 12 rabiul awal tahun 822
hijriah atau jika dalam tahun masehii adalah 8 April 1491. Beliau
dimakamkan di Gresik, jawa timur.
Kisah maulana malik ibrahim – Dalam melakukan dakwahnya, maulana malik ibrahim
sangat berhati-hati. Sebab, pada saat itu kebanyakan masyawarakat jawa
masih bergama memeluk agama budha dan hindu. Tidak sedikit juga yang
masih menyembah pohon atau benda-benda lainnya, mengeramatkan tempat
tertentu dan suka melakukan sesajen. Sehingga, jika tidak berhati-hati
dalam berdakwah, kemudian menyinggung perasaan mereka, tentu masyarakat
jawa pada saat itu akan sulit menerima ajaran agama islam yang mulai
dikenalkan olehnya.
Perbuatan menyekutukan Alloh SWT dengan
sesembahan lain disebut syirik. Melakukan sesajen, menyembah pohon dan
batu, serta mengeramatkan tempat tertentu termasuk perbuatan syirik,
perbuatan yang sangat terkutuk. Dosa pelakukanya tidak akan diampuni
oleh Alloh SWT.
Meskipun telah
melihat adat istiadat di masyarakat jawa seperti itu, maulana malik
ibrahim tidak menentang adat istiadat dan agama mereka. (Saat itu
sebagian dari mereka sudah ada yang mengenal islam, namun hanya sebatas
tahu saja, dan memeluk dan menjalankan ajaran islam). Maulana malik
menghadari orang beragama hindu, buda, dan orang yang senang berbuat
syikir dengan arif dan bijaksana.
Wilayah dakwah Maulana Malik Ibrahim
Daerah
yang menjadi tempat tinggal maulana malik ibrahimm yaitu Gresik, jawa
timur, saat itu masih di bawah kekuasaan kerajaan majapahit (Terletak di
Mojokerjo, dengan ibu kota di Trowulan). Majapahit dikenal sebagai
kerajaan hindu, maka tidak heran apabila penduduk yang berada di wilayah
kekuasaan kerajaan tersebut memeluk agama hindu.
Dalam
agama hindu, penduduk mengenal sistem kasta. Sistem kasta merupakan
pengelompokan atau penggolongan manusia dalam tingkat pekerjaan
tertentu. Masyarakat yang beragama hindu, kasta terbagi menjadi empat
kelompok atau golongan. Kasta pertama yaitu Kasta brahmana, terdiri atas
para pekerja di bidang spiritual, seperti pendekata dan ruhaniawan.
Kasta kedua, kasta kesatria, terdiri dari para kepala dan anggota
lembaga pemerintahan. Kastaga ketiga, kasta waisya, terdiri atas para
pekera di bidang ekonomi , seperti perdagang, kasta keempat, atau kasta
paling bawah, yaitu kasta sudra, terdiri dari para pekerja yang
mempunyai tugas untuk melayani dan membantu ketiga kastas di atasnya.
Dari
keempat kelompok kasta tadi, kasta sudra atau kasta paling bawah
merupakan kasta yang paling banyak dijumpai di wilayah gresik. GOlongan
sudra adalah golongan orang miskin, rakyat jelata, orang tertindas dan
orang bodoh, pada umumnya mereka bekerja sebagai petani, nelayan, buruh
tani, dan pekerja kasaar lainnya. masyarakat kasta sudra tidak boleh
bergaul dengan orang dari kasta yang lain, bahkan mereka juga tidak
diizinkan menikah dengan orang yang berlainan kasta.
Kisah maulana malik ibrahim
– Meskipun agama hindu dan budha telah menyebar di daerah jawa, namun
ada sebagian orang yang enggan memeluknya. Mereka lebih senang menyembah
alama semesta karena mereka memiliki pengetahuan yang kurang untuk
mencari tahun dengan caranya sendiri. Mereka masih meyakini bahwa suatu
benda, pohon, bintang atau tempat tertentu memiliki kekuatan yang dapat
menentukan nasib mereka. Jadi bisa dimaklumi apabila mereka memuja benda
mati atau tumbuhan. Karena itu maulana malik tidak hanya berhadapan
dengan pemeluk agama hindu, dan buda namun juga berhadapan dengan para
pemuja berhala.
Maulana malik dalam
melakukan dahwah islam kepada para penduduk tidak bersikap kaku. DApat
diibaratkan , beliau dapat mengambil ikan dari air tanpa membuat airnya
menjadi keruh. beliau mengenalkan islam dengan cara yang lembut dan
tidak sekedar teori semata. Beliau dapat memberikan contoh langsung
kepada masyarakat, seperti dengan tutur kata yang sopan, lembah lembut,
menyantuni fakir miskin, menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang
lebih muda.
Pada mulanya, mulana
malik ibrahim atau syekh bantal mendakwahi orang-orang yang merasa
tersisih dan terpinggirkan karena mereka berada dalam golongan kasta
sudra selama ini. Dalam setiap kesempatan, ia memperkenalkan islam
melalui perilakunya sendiri maupun informasi yang diberikan kepada
mereka, sehingga sering terjadi percakapan panjang dan mengasyikan. – Kisah Maulana Malik Ibrahim
Pada
suatu ketika, maulana malik berda dalam kerumunan orang. mereka adalah
orang yang berprofesi sebagai nelayan. mereka yang sedang istirahat
karena lelah setelah melaut.
Ia
mengatakan dengan lembut kepada para nelayan. “Saya ini seorang
pendatang, tentu saya memiliki banyak perbedaan dengan kalian. Misalnya,
adat-istiadat, tingkah laku, maupun agama. Mungking tingkah laku saya
kurang berkenan. Sudilah kiranya, saudara sekalian memaafkan semua
kesalahan saya. Bahkan, saya sangat senang jika seluruh kesalahan saya
itu diluruskan.
Mereka pun merespon
perkatan maulana malik dengan jawaban yang baik “Ah, tidak, perilaku dan
budi pekerti kakek bantal justri membuat kami kagum. kakek bantal
selalu tersenyum kepada siapapun, baik itu orang yang sudah dikenal atau
belum. Kakek tidak suka membeda-bedakan derajat manusia. kakek juga
tidak membedakan kasta. padahal, kakek termasuk golongan waisya,
sedangkan kami golongan sudra. Tetapi, kakek suka bergaul dengan kami,”
Syekh
bantal atau maulana malik pun serasa mendapatkan angin segar. Kemudian
Maulana malik mengatakan “Saya memang biasa seperti itu, di negeri saya,
kebanyakan mereka pun berbuat demikian. Dan, itulah ajaran agama yang
saya anut. Agama yang saya anut itu melarang untuk merendahkan orang
lain, menghina, menyombongkan diri, dengki, dan iri. Agama saya
mengajarkan untuk hidup damai dan rukun kepada siapa pun.
Mereka bertanya “apakah agama kakek tidak ada kasta seperti di sini?”
Sykeh
bantal menjawab, Oh tidak, dalam agama islam yang saya anut, tidak
mengenal istilah kasta. jadi, antara raja dan pejabat, pejabat dan
saudagar, petani dan saudagar, serta petani dan nelayan, semuanya
dipandang sama. kami tidak pernah menjaga jarak, seorang pendeta pun
tidak merasa malu jika duduk bersama dengan rakyat biasa.
Mereka pun bertanya lagi “Kalau begitu, islam tidak mengenal perbedaan. Lalu, dimana letak tata krama antara raja dan rakyatnya?”
Mereka pun bertanya lagi “Kalau begitu, islam tidak mengenal perbedaan. Lalu, dimana letak tata krama antara raja dan rakyatnya?”
Syekh
bantal menjawab “Meskipun tidak mengenal kasta, tetapi islam
mengajarkan tata krama. Dan, tata krama itu tidak sebatas antar raja
dengan rakyat, tetapi semua manusia. Ajaran agama kami menjelaskan bahwa
yang membedakan kita dengan orang lain hanyalah budi pekertinya bukan
kastanya,”
Mereka pun mulai paham. Mereka menjawab “ya, kek, kami mulai mengerti”
Dengan
perlahan-lahan, mereka semakin menyukai sykeh bantal atau maulana malik
ibrahim dan menjadikannya sebagai tempat bertanya setiap permasalahan.
Pada akhirnya, mereka pun berbondong-bondong masuk islam.
Semoga
kisah maulana malik ibrahim dalam menyebarkan agama islam di jawa
dengan sopan santun di atas dapat menambah pengetahuan kamu.
Sumber : http://ceritaislami.net