Sebagian besar rakyat Indonesia terdrir atas petani. Pertanian telah
memberikan sumbangan devisa yang besar untuk Negara. Bahkan beberapa
jenis hasil pertanian Indonesai telah dikenal dunia. Rangkain pulau di
Nusantara telah banyak yang dirubah menjadi lahan atau kawasan
pertanian. Bertani merupakan tata cara kehidupan orang Indonesia.
Menurut perkiraan kasar pada tahun 1973, dari 45.000.000 tenaga kerja di
Indonesia, kurang lebih terdapat 30.000.000 penduduk yang berprofesi
sebagai petani (Soeriaatmadja, 1997).
Secara garis besar, orang Indonesia telah memanfaatkan alam untuk kegiatan pertanian. Umumnya penduduk Indonesia telah tergolong dalam golongan cara bertani berladang (membuka hutan). Sehingga menurut Tohir (1991), hanya berkisar 5,7% dari luas daratan seluruh Indonesia yang merupakan tanah persawahan. Seluruh tanah sawah yang ada di Indoenesia yaitu sekitar 4 juta hektar, 55% merupakan sawah irigasi, lebih kurang 37% adalah tnah sawah tadah hujan, 3% adalah sawah lebak dan sisanya merupakan sawah pasang surut (Tohir, 1991).
Pada lahan sawah terdapat ekosistem. Ekosistem sawah baik sawah pertanian di Indonesia maupun tempat lain merupakan ekosistem yang mencirikan ekosistem pertanian sederhana dan monokultur berdasarkan atas komunitas tanaman dan pemilihan vegetasinya. Selain itu ekosistem yang berada di sawah bukanlah ekosistem alami, akan tetapi sudah berubah sehingga akan sangat rentan terjadi ledakan suatu populasi di daerah tersebut.
Menurut Soeriaatmadja (1997), pertanain memiliki tujuan umum yaitu memperoleh produksi maksimum per unit luas tertentu dari luas tanah pertanian serta mencegah penurunan kapasitas produksi sistem pertanian. Dengan demikian sasaran strategi pertanian adalah dengan mengubah komunitas alam yang stabil dan keragaman hayati tinggi namun kurang bermanfaat bagi manusia menjadi kawasan yang kurang keragaman hayatinya (monokultur) namun bermanfaat bagi manusia. Strategi tersebut sering dikenal dengan sistem pertanian monokultur.
Definisi dari pertaian monokultur adalah pertanian yang memiliki penataan tanaman secara tunggal sepanjang umur tanaman tertentu pada suatu lahan. Ada beberapa penataan pertanaman secara tunggal (monokultur) pada lahan sawah, diantaranya adalah penataan bergiliran secara berurutan dan bergiliran secara berjajar. Untuk sistem bergiliran secara berurutan, sistem tersebut dilakukan pada musim hujan, yakni tanah sawah ditanami padi. Sedangkan pada musim kemarau lahan ditanami palawija atau bero tergantung pada keadaan tanah, pengairan, iklim, dan sebagainya. Untuk sistem bergiliran secara berjajar atau pararel, sistem tersebut dilakukan dengan mengelola sebidang tanah sawah yang luas dengan cara pada musim rendengan seluruh sawah ditanami padi, tetapi pada musim kemarau ada bagian yang terpaksa dikosongkan, ada yang ditanaman berbagai palawija. Cara penataan menggunakan sistem berjajar dibedakan menjadi dua, yaitu penataan pertanaman berladang dan penataan tanaman secara glebengan di atas tanah sawah tadah hujan (Soetriono et. al., 2006).
Secara garis besar, orang Indonesia telah memanfaatkan alam untuk kegiatan pertanian. Umumnya penduduk Indonesia telah tergolong dalam golongan cara bertani berladang (membuka hutan). Sehingga menurut Tohir (1991), hanya berkisar 5,7% dari luas daratan seluruh Indonesia yang merupakan tanah persawahan. Seluruh tanah sawah yang ada di Indoenesia yaitu sekitar 4 juta hektar, 55% merupakan sawah irigasi, lebih kurang 37% adalah tnah sawah tadah hujan, 3% adalah sawah lebak dan sisanya merupakan sawah pasang surut (Tohir, 1991).
Pada lahan sawah terdapat ekosistem. Ekosistem sawah baik sawah pertanian di Indonesia maupun tempat lain merupakan ekosistem yang mencirikan ekosistem pertanian sederhana dan monokultur berdasarkan atas komunitas tanaman dan pemilihan vegetasinya. Selain itu ekosistem yang berada di sawah bukanlah ekosistem alami, akan tetapi sudah berubah sehingga akan sangat rentan terjadi ledakan suatu populasi di daerah tersebut.
Menurut Soeriaatmadja (1997), pertanain memiliki tujuan umum yaitu memperoleh produksi maksimum per unit luas tertentu dari luas tanah pertanian serta mencegah penurunan kapasitas produksi sistem pertanian. Dengan demikian sasaran strategi pertanian adalah dengan mengubah komunitas alam yang stabil dan keragaman hayati tinggi namun kurang bermanfaat bagi manusia menjadi kawasan yang kurang keragaman hayatinya (monokultur) namun bermanfaat bagi manusia. Strategi tersebut sering dikenal dengan sistem pertanian monokultur.
Definisi dari pertaian monokultur adalah pertanian yang memiliki penataan tanaman secara tunggal sepanjang umur tanaman tertentu pada suatu lahan. Ada beberapa penataan pertanaman secara tunggal (monokultur) pada lahan sawah, diantaranya adalah penataan bergiliran secara berurutan dan bergiliran secara berjajar. Untuk sistem bergiliran secara berurutan, sistem tersebut dilakukan pada musim hujan, yakni tanah sawah ditanami padi. Sedangkan pada musim kemarau lahan ditanami palawija atau bero tergantung pada keadaan tanah, pengairan, iklim, dan sebagainya. Untuk sistem bergiliran secara berjajar atau pararel, sistem tersebut dilakukan dengan mengelola sebidang tanah sawah yang luas dengan cara pada musim rendengan seluruh sawah ditanami padi, tetapi pada musim kemarau ada bagian yang terpaksa dikosongkan, ada yang ditanaman berbagai palawija. Cara penataan menggunakan sistem berjajar dibedakan menjadi dua, yaitu penataan pertanaman berladang dan penataan tanaman secara glebengan di atas tanah sawah tadah hujan (Soetriono et. al., 2006).