Sesungguhnya pemerintah itu sudah menganjurkan kepada masyarakat untuk selalu melestarikan lingkungan hidup supaya kelestarian lingkungan hidup tetap terjaga dan terawat agar bencana-bencana yang terjadi bisa di minimalisir dengan kita bersatu menjaga alam atau lingkungan hidup di sekitar kita.
Usaha-usaha pelestarian lingkungan
hidup merupakan tanggung jawab kita bersama. Dalam hal ini, usaha pelestarian
lingkungan hidup tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah saja,
melainkan tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan masyarakat. Pada
pelaksanaannya, pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang dapat
digunakan sebagai payung hukum bagi aparat pemerintah dan masyarakat dalam
bertindak untuk melestarikan lingkungan hidup.
Beberapa kebijakan yang telah
dikeluarkan pemerintah tersebut, antara lain meliputi hal-hal berikut ini. 1.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup. 2. Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 148/11/SK/4/1985
tentang Pengamanan Bahan Beracun dan Berbahaya di Perusahaan Industri. 3.
Peraturan Pemerintah (PP) Indonesia Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. 4. Pembentukan Badan Pengendalian Lingkungan
Hidup pada tahun 1991. Selain itu, usaha-usaha pelestarian lingkungan hidup
dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini :
- Melakukan pengolahan tanah sesuai kondisi dan kemampuan lahan, serta mengatur sistem irigasi atau drainase sehingga aliran air tidak tergenang.
- Memberikan perlakuan khusus kepada limbah, seperti diolah terlebih dahulu sebelum dibuang, agar tidak mencemari lingkungan.
- Melakukan reboisasi pada lahan-lahan yang kritis, tandus dan gundul, serta melakukan sistem tebang pilih atau tebang tanam agar kelestarian hutan, sumber air kawasan pesisir/pantai, dan fauna yang ada di dalamnya dapat terjaga.
- Menciptakan dan menggunakan barang-barang hasil industri yang ramah lingkungan.
- Melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap perilaku para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) agar tidak mengeksploitasi hutan secara besar-besaran.
Sementara itu, sebagai seorang
pelajar apa upaya yang dapat kalian lakukan dalam usaha pelestarian lingkungan
hidup? Beberapa hal yang dapat kalian lakukan sebagai bentuk upaya pelestarian
lingkungan hidup, antara lain sebagai berikut: :
- Menghemat penggunaan kertas dan pensil,
- Membuang sampah pada tempatnya,
- Memanfaatkan barang-barang hasil daur ulang,
- Menghemat penggunaan listrik, air, dan BBM, serta,
- Menanam dan merawat pohon di sekitar lingkungan rumah tinggal.
Disamping itu usaha pelestarian
lingkungan hidup ini harus dimulai dari setiap individu dengan menitikberatkan
pada kesadaran akan pentingnya lingkungan bagi kehidupan manusia dan pelestarian
alam.
Pelestarian Lingkungan Sebagai Sarana Pencegahan Bencana Alam
Murka alam dalam wujud bencana alam seolah telah menjadi
rutinitas yang dihadapi dalam kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia. Pada
setiap musim hujan kita selalu mengalami bencana sebagai rutinitas tahunan
seperti terjadinya bencana tanah longsor, banjir dan banjir bandang dibeberapa
daerah. Sedang pada saat musim kemarau akan ditemui bencana kebakaran hutan dan
lahan, kekeringan, gagal panen. Belum lagi terjadinya bencana alam akibat
kondisi geologi alam wilayah Indonesia yang rawan terjadi gempa, tsunami dan
letusan gunung berapi. Bencana banjir dan banjir bandang serta tanah longsor di
sebagian wilayah Indonesia sepanjang januari sampai juni 2006 adalah contoh
terkini dari kejadian tersebut. Dalam mengatasi masalah tersebut pemerintah
masih terkesan seperti “pemadam kebakaran”, berupaya memadamkan api setelah
terjadi kebakaran, berupaya menangani bencana setelah bencana terjadi, bukannya
melakukan optimalisasi langkah pencegahan dan minimalisasi kemungkinan
timbulnya bencana. Disamping itu masih sering terjadi kekisruhan dalam
koordinasi penanganan bencana yang akan ditangani oleh masing-masing sektor
serta perencanaan penanganan bencana secara jangka panjang. Dalam sebagian
besar bencana-bencana tersebut biasanya orang, baik yang awam maupun ahli
selalu menghubungkannya dengan keberadaan hutan. Segala sesuatu yang terkait
dengan hutan baik itu institusi pemerintah (Departemen Kehutanan, KLH, Dinas
kehutanan, Bapedalda), NGO/LSM, Swasta (pengelola atau pemanfaat hutan) maupun
masyarakat biasanya akan menyuarakan pandangan, kritik dan sarannya
masing-masing. Namun sangat jarang muncul usulan atau gagasan konkret yang
dapat membantu mengatasi masalah secara berkesinambungan.
Telah banyak teori dan pengalaman dari negara lain yang dilontarkan para ahli
untuk membantu mengatasi dan mencegah bencana melalui manajemen pengelolaan
bencana, Managemen pengelolaan sampah itu bisa bermacam-macam mulai dari
penanganan kemungkinan terjadinya bencana, penanganan selama bencana sampai
penanganan pasca bencana. Pemerintah telah mencoba menerapkan beberapa langkah
penanganan antisipasi bencana, namun sekali lagi belum nampak hasil pencegahan
timbulnya bencana alam secara efektif. Contoh: penanganan pengelolaan daerah
aliran sungai (DAS) prioritas, pembuatan bangunan pengendali banjir (dam,
waduk, talud sungai), pembuatan sudetan-sudetan sungai dll. “Concern” sektor
kehutanan terhadap upaya penanggulangan bencana sebenarnya terfokus pada
eksistensi dan keberadaan hutan.
Sesuai dengan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Hutan menurut statusnya
dibedakan ke dalam hutan negara, hutan hak dan hutan adat. Hutan negara adalah
hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah, hutan hak
adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah, sedang hutan
adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Oleh
UU tersebut, penguasaan hutan negara diberikan kepada penyelenggara negara
(Pemerintah) untuk diurus demi pencapaian kemakmuran rakyat Indonesia.
Sesuai fungsinya hutan negara dibedakan ke dalam hutan konservasi, hutan
lindung dan hutan produksi. Oleh karena itu rusak dan terdegradasinya hutan
negara yang saat ini mencapai sekitar 59,7 juta Ha dari luasan keseluruhan
120,3 juta Ha, dengan laju kerusakan 2,8 juta ha/tahun menjadi tanggung jawab
Pemerintah, yang pada kenyataannya hingga saat ini hutan-hutan tersebut terus
mengalami rongrongan dari aktifitas-aktifitas illegal.
Upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah melalui penataan pengusahaan hutan,
rehabilitasi hutan dan lahan, perlindungan dan konservasi kawasan, seolah tidak
dapat mengimbangi laju kerusakan yang terjadi, sehingga menjadi logis apabila
kejadian bencana alam masih sering terjadi. Membangun Hutan Rakyat Sebenarnya
ada potensi tersembunyi yang sangat besar untuk ikut mengimbangi tingkat
kerusakan hutan yang semakin besar tersebut, yaitu keberadaan hutan hak atau
secara umum kita sebut sebagai hutan rakyat. Berdasarkan data yang diolah oleh
BPS yang bekerja sama dengan Departemen Kehutanan (walaupun data tersebut tidak
memperlihatkan potensi luasan hutan rakyat) menunjukkan besarnya potensi hutan
rakyat tersebut. Data tersebut memperlihatkan bahwa terdapat rata-rata sekitar
3,43 juta penduduk yang mengusahakan hutan rakyat dengan jumlah pohon dari 10
jenis tanaman yang didata (akasia, bambu, cendana, jati, mahoni, pinus, sengon,
rotan, sonokeling dan sungkai) mencapai sekitar 238,76 juta pohon/rumpun.
Apabila diasumsikan secara kasar jarak tanamnya 4 x 4 meter, maka diprediksi terdapat
hutan rakyat seluas 380 ribu Ha, memang kelihatannya kecil, namun perlu dicatat
bahwa yang diolah baru 10 jenis pohon dari sekitar 20 jenis pohon yang
diusahakan oleh rakyat, serta belum termasuk potensi tanaman tahunan
buah-buahan.
Pemerintah sendiri melalui Departemen Kehutanan sejak beberapa tahun lalu
sebenarnya telah melakukan upaya fasilitasi pembangunan hutan rakyat, namun
gaungnya belum begitu nampak secara nasional, sehingga pengembangan potensi
hutan rakyatnya belum optimal. Oleh karena itu mencegah bencana alam dengan
mengedepankan pembangunan hutan rakyat layak dijadikan salah satu pilihan
efektifitas pencegahan bencana alam. Mendorong peningkatan pembangunan hutan
rakyat sebenarnya bukan hanya dikarenakan oleh besar potensinya saja, tetapi
memuat dan mengandung alasan-alasan logis akan terjaminnya keberhasilan
pembangunannya. Pertama, penanaman tanaman tahunan yang dilakukan oleh
masyarakat di lahan miliknya sendiri, hampir dapat dipastikan akan dilandasi
oleh alasan-alasan konkret dan logis secara ekonomis mengapa mereka mau
menanam. Hal ini dengan sendirinya akan diikuti oleh rasa memiliki (“sense of
belonging”) dari masyarakat itu sendiri terhadap eksistensi tanamannya,
sehingga mereka akan selalu merawat, menjaga dan melindungi tanamannya
tersebut. Alasan ekonomis yang secara umum dapat dikedepankan adalah bahwa
tanaman tahunan tersebut dapat dijadikan tabungan (“saving”) yang sewaktu-waktu
dapat dimanfaatkan untuk keperluan-keperluan jangka panjang. Kedua, Peningkatan
luasan hutan rakyat juga telah menjadi salah satu priotitas kebijakan
pembangunan pemerintah (Departemen Kehutanan) sejak Pemerintahan Kabinet
Indonesia Bersatu. Departemen Kehutanan telah berkomitmen untuk menfasilitasi
pembangunan hutan rakyat seluas 2 juta Ha sampai dengan tahun 2009 (seperti
disebutkan dalam Rencana Strategis Departemen Kehutanan tahun 2005-2009).
Komitmen ini tentunya akan dibarengi dengan langkah-langkah kebijakan lanjutan
dan khususnya pendanaan untuk ikut mendorong terwujudnya perluasan hutan rakyat,
salah satunya adalah pengerahan sebagian dana untuk gerakan rehabilitasi hutan
dan lahan (GERHAN) untuk membangun hutan rakyat. Ketiga, keberhasilan semakin
meluasnya hutan rakyat akan ikut menambah besaran lahan/areal yang bervegetasi
hutan pada lahan-lahan diluar hutan negara, dengan demikian coverage tanaman
tahunan akan bertambah dalam skala nasional. Bertambahnya penutupan hutan
secara nasional akan diyakini akan ikut memberi andil dalam pencegahan bencana
alam. Keberhasilan pencegahan bencana alam melalui pembangunan hutan rakyat
akan sangat ditentukan pula oleh dukungan pemetaan potensi lahan-lahan rawan
bencana alam, khususnya yang berada di luar hutan negara. Kejelasan posisi
daerah-daerah rawan bencana akan membantu penentuan lokasi-lokasi pembangunan
hutan rakyat. Disamping itu untuk memberikan dorongan kepada masyarakat agar
membangun hutan rakyat di lahan miliknya, pemerintah perlu melakukan
langkah-langkah inovatif, antara lain dengan menetapkan insentif-insentif bagi
masyarakat yang menanami lahannya dengan tanaman tahunan, misal: tanah yang
ditanami tidak ditarik Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), menyediakan bibit-bibit
gratis sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar, membebaskan perdagangan kayu
rakyat dari pungutan-pungutan seperti layaknya dalam perdagangan kayu umumnya.
Keberhasilan pembangunan hutan rakyat diharapkan memberi efek berganda mulai
dari berkurangnya bencana alam, meluasnya penutupan (“coverage”) lahan secara
nasional, ikut andil dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat sampai sebagai
pendukung penentuan indikator kesuksesan kinerja pemerintah.