BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Konferensi kasus merupakan kegiatan pendukung atau
pelengkap dalam Bimbingan dan Konseling untuk membahas permasalahan siswa
(konseli) dalam suatu pertemuan, yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat
memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan
siswa (konseli).
Memang, tidak semua masalah yang dihadapi siswa
(konseli) harus dilakukan konferensi kasus. Tetapi untuk masalah-masalah yang
tergolong pelik dan perlu keterlibatan pihak lain tampaknya konferensi kasus
sangat penting untuk dilaksanakan. Melalui konferensi kasus, proses
penyelesaian masalah siswa (konseli) dilakukan tidak hanya mengandalkan pada
konselor di sekolah semata, tetapi bisa dilakukan secara kolaboratif, dengan
melibatkan berbagai pihak yang dianggap kompeten dan memiliki kepentingan
dengan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli).
Walupun demikian, pertemuan konferensi kasus bersifat
terbatas dan tertutup. Artinya, tidak semua pihak bisa disertakan dalam
konferensi kasus, hanya mereka yang dianggap memiliki pengaruh dan kepentingan
langsung dengan permasalahan siswa (konseli) yang boleh dilibatkan dalam
konferensi kasus. Begitu juga, setiap pembicaraan yang muncul dalam konferensi
kasus bersifat rahasia dan hanya untuk diketahui oleh para peserta konferensi.
Konferensi kasus bukanlah sejenis “sidang pengadilan”
yang akan menentukan hukuman bagi siswa. Misalkan, konferensi kasus untuk
membahas kasus narkoba yang dialami siswa X. Keputusan yang diambil dalam
konferensi bukan bersifat “mengadili” siswa yang bersangkutan, yang keputusan
akhirnya siswa dipaksa harus dikeluarkan dari sekolah, akan tetapi konferensi
kasus harus bisa menghasilkan keputusan bagaimana cara terbaik agar siswa
tersebut bisa sembuh dari ketergantungan narkoba.
Bimbingan
dan konseling pengembangan seluruh aspek kepribadian siswa, pencegahan terhadap
timbulnya masalah yang akan menghambat perkembangannya, dan menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapinya, baik sekarang maupun masa yang akan datang.
Sehubungan dengan target populasi layanan bimbingan dan konseling, layanan ini
tidak terbatas pada individu yang bermasalah saja, tetapi meliputi seluruh
siswa. (Nurihsan, 2006: 42)
Sejalan
dengan visi tersebut, maka misi bimbingan dan konseling harus membantu memudahkan
siswa mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya seoptimal mungkin, sehingga
terwujud siswa yang tangguh menghadapi masa kini dan masa mendatang. Memang, tidak semua masalah yang dihadapi siswa
(konseli) harus dilakukan konferensi kasus. Tetapi untuk masalah-masalah yang
tergolong mendesak dan perlu keterlibatan pihak lain tampaknya konferensi kasus
sangat penting untuk dilaksanakan. Melalui konferensi kasus, proses
penyelesaian masalah siswa (konseli) dilakukan tidak hanya mengandalkan pada
konselor di sekolah semata, tetapi bisa dilakukan secara kolaboratif, dengan
melibatkan berbagai pihak yang dianggap kompeten dan memiliki kepentingan
dengan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli).
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa
yang dimaksud dengan konferensi kasus?
2. Apa
tujuan dilakukannya konferensi kasus?
3. Bagaimana
langkah-langkah dalam konferensi kasus?
4. Bagaimana
bentuk konferensi kasus?
5. Seperti
apa contoh konferensi kasus itu?
C. TUJUAN
Adapun
tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk
menambah ilmu pengetahuan tentang pengertian konferensi kasus
2. Untuk
mengetahui tujuan dilakukannya konferensi kasus
3. Untuk
mengetahui langkah seperti apa yang harus dilakukan dalam melakukan konferensi
kasus
4. Untuk
mengetahui bentuk konferensi kasus yang ada di lapangan
5. Untuk
mengetahui contoh konferensi kasus yang terjadi
BAB
II
KONFERENSI
KASUS
A.
Pengertian
Konferensi Kasus
Konferensi kasus merupakan kegiatan pendukung atau
pelengkap dalam Bimbingan dan Konseling untuk membahas permasalahan siswa
(konseli) dalam suatu pertemuan, yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat
memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan
siswa (konseli).
Memang, tidak semua masalah yang dihadapi siswa
(konseli) harus dilakukan konferensi kasus. Tetapi untuk masalah-masalah yang
tergolong pelik dan perlu keterlibatan pihak lain tampaknya konferensi kasus
sangat penting untuk dilaksanakan. Melalui konferensi kasus, proses
penyelesaian masalah siswa (konseli) dilakukan tidak hanya mengandalkan pada
konselor di sekolah semata, tetapi bisa dilakukan secara kolaboratif, dengan
melibatkan berbagai pihak yang dianggap kompeten dan memiliki kepentingan
dengan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli).
B.
Tujuan Konferensi kasus
Secara umum, tujuan diadakan konferensi kasus yaitu
untuk mengusahakan cara yang terbaik bagi pemecahan masalah yang dialami siswa
(konseli) dan secara khusus konferensi kasus bertujuan untuk:
1.
mendapatkan
konsistensi, kalau guru atau konselor ternyata menemukan berbagai
data/informasi yang dipandang saling bertentangan atau kurang serasi satu sama
lain (cross check data).
2.
mendapatkan
konsensus dari para peserta konferensi dalam menafsirkan data yang cukup
komprehensif dan pelik yang menyangkut diri siswa (konseli) guna memudahkan
pengambilan keputusan.
3.
mendapatkan
pengertian, penerimaan, persetujuan dari komitmen peran dari para peserta
konferensi tentang permasalahan yang dihadapi siswa (konseli) beserta upaya
pengentasannya.
C.
Langkah-langkah Dalam Konferensi Kasus
Konferensi kasus dapat ditempuh melalui
langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Kepala sekolah
atau Koordinator BK/Konselor mengundang para peserta konferensi kasus, baik
atas insiatif guru, wali kelas atau konselor itu sendiri. Mereka yang diundang
adalah orang-orang yang memiliki pengaruh kuat atas permasalahan dihadapi siswa
(konseli) dan mereka yang dipandang memiliki keahlian tertentu terkait dengan
permasalahan yang dihadapi siswa (konseli), seperti: orang tua, wakil kepala
sekolah, guru tertentu yang memiliki kepentingan dengan masalah siswa
(konseli), wali kelas, dan bila perlu dapat menghadirkan ahli dari luar yang
berkepentingan dengan masalah siswa (konseli), seperti: psikolog, dokter,
polisi, dan ahli lain yang terkait.
2.
Pada saat awal
pertemuan konferensi kasus, kepala sekolah atau konselor membuka acara
pertemuan dengan menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakan konferensi kasus
dan permintaan komitmen dari para peserta untuk membantu mengentaskan masalah
yang dihadapi siswa (konseli), serta menyampaikan pentingnya pemenuhan
asas–asas dalam bimbingan dan konseling, khususnya asas kerahasiaan.
3.
Guru atau
konselor menampilkan dan mendekripsikan permasalahan yang dihadapi siswa
(konseli). Dalam mendekripsikan masalah siswa (konseli), seyogyanya terlebih
dahulu disampaikan tentang hal-hal positif dari siswa (konseli), misalkan
tentang potensi, sikap, dan perilaku positif yang dimiliki siswa (konseli),
sehingga para peserta bisa melihat hal-hal positif dari siswa (konseli) yang
bersangkutan. Selanjutnya, disampaikan berbagai gejala dan permasalahan siswa
(konseli) dan data/informasi lainnya tentang siswa (konseli) yang sudah
terindentifikasi/terinventarisasi, serta upaya-upaya pengentasan yang telah
dilakukan sebelumnya.
4.
Setelah
pemaparan masalah siswa (konseli), selanjutnya para peserta lain mendiskusikan
dan dimintai tanggapan, masukan, dan konstribusi persetujuan atau penerimaan
tugas dan peran masing-masing dalam rangka pengentasan/ remedial atas masalah
yang dihadapi siswa (konseli).
5.
Setelah
berdiskusi atau mungkin juga berdebat, maka selanjutnya konferensi menyimpulkan
beberapa rekomendas/keputusan berupa alternatif-alternatif untuk
dipertimbangkan oleh konselor, para peserta, dan siswa (konseli) yang
bersangkutan, untuk mengambil langkah-langkah penting berikutnya dalam rangka
pengentasan masalah siswa (konseli).
D. Bentuk
Kerjasama Guru Dengan Konselor
Pelaksanaan tugas pokok guru dalam proses pembelajaran tidak dapat
dipisahkan dari kegiatan bimbingan, sebaliknya layanan bimbingan di sekolah
perlu bimbingan atau bantuan guru. Tugas-tugas
pendidik untuk mengembangkan peserta didik secara utuh dan optimal sesungguhnya
merupakan tugas bersama yang harus dilaksnakan oleh guru, konselor, dan tenaga
pendidik lainnya sebagai mitra kerja. Sementara itu, masing-masing pihak tetap
memiliki wilayah pelayanan khusus dalam mendukung realisasi diri dan pencapaian
kompetensi peserta didik. Hubungan fungsional kemitraan antara konselor dengan
guru, antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan rujukan (referal).
Masalah-masalah perkembangan peserta didik yang dihadapi guru pada saat
pembelajaran dirujuk kepada konselor untuk penanganannya. Demikian pula,
masalah-masalah peserta didik yang ditangani konselor terkait dengan proses
pembelajaran bidang studi dirujuk kepada guru untuk menindaklanjutinya.
Masalah kesulitan belajar peserta didik sesungguhnya akan lebih banyak bersumber dari proses pembelajaran itu sendiri. Hal ini berarti dalam pengembangan dan proses pembelajaran fungsi-fungsi bimbingan dan konseling perlu mendapat perhatian guru. Sebaliknya, fungsi-fungsi pembelajaran bidang studi perlu mendapat perhatian konselor.
Masalah kesulitan belajar peserta didik sesungguhnya akan lebih banyak bersumber dari proses pembelajaran itu sendiri. Hal ini berarti dalam pengembangan dan proses pembelajaran fungsi-fungsi bimbingan dan konseling perlu mendapat perhatian guru. Sebaliknya, fungsi-fungsi pembelajaran bidang studi perlu mendapat perhatian konselor.
E. Contoh Kerjasama Guru Dengan
Konselor
·
KERJASAMA GURU DAN KONSELOR SEBAGAI RESOLUSI KECEMASAN
SISWA MENGHADAPI UN (Ujian Nasional)
1. Bagaimana
timbulnya kecemasan siswa dalam menghadapi ujian nasional
Semua orang melagamai kecemasan misalnya gelisah anaknya belum pulang, bagi
peserta didik biasanya gelisah kalau terlambat ke tempat ujian dan lain sebaginya.
Kecemasan merupakan suatu keadaan emosional yang tidak menyenangkan, timbul
secara mendadak, dan ini bisa terjadi di semua objek kegiatan baik di
lingkungan keluarga, masyarakat maupun pendidikan. Wayan sudana (2006; 31)
mengemukakan “kecemasan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan”.
Sumber utama kecemasan pada peserta didik adalah ketakutan akan gagal terutama
pada siswa yang belajarnya rendah. Jika seseorang dilanda suatu kecemasan
panjang tanpa akhir, secara psikologis ia sebenarnya sudah berada dalam bahaya
kehancuran diri. Frans Sinuor Yoseph (1986) dalam Alex Sobur (2003, 342)
mengatakan “dalam kecemasan orang terancam, orang yang terancam keselamatannya,
sama sekali tidak mengetahui langkah dan cara yang harus dambil untuk
menyelamatkan dirnya”.
Ujian nasional (UN) dengan sistem pemberlakuan nilai minimal rata-rata
secara nasional dijadikan indikator utama untuk mengetahui standar mutu
pendidikan nasional Indonesia sebagai mana dimaksud pada UU No. 20 tahun 2003
menimbulkan kecemasan, bukan hanya pada peserta didik dan orang tua tetapi juga
guru dan elmen masyarakat. Terlebih lagi dengan adanya penambahan sejumlah mata
pelajaran yang akan di uji nasionalkan pada tahun pelajaran 2007/2008.
Kecemasan orang tua dan guru berpengaruh terhadap kecemasan anak didik. Di
rumah anak didik ditekan belajar oleh orang tua, di sekolah dia dihadapkan
berbagai model pembelajaran guru. Tindakan ini membuat anak didik semakin
bingung dan ragu-ragu terhadap potensi dirinya.
Gambaran hasil banyaknya siswa yang tidak lulus ujian nasional (UN) pada
tahun pelajaran 2006/2007 sangat memperihatinkan, siapapun akan sedih jika
mengetahui sejumlah sekolah yang tidak mampu meluluskan siswanya. Bagaimana
dengan ujian nasional tahun 2008 dengan bertambahnya sejumlah mata pelajaran
dan naiknya setandar pelulusan (4,267 tahun 2007, 5,02 tahun 2008) ?. Persoalan
ini menambah konflik yang membatin pesrta didik sehingga mekanisme pertahanan
dirinya semakin melemah. Alex Sobur (2003, 342) mengemukakan “kuat lemahnya
mekanisme pertahana diri seseorang berkolerasi dengan sejumlah konflik yang
terjadi pada dirinya”
Implementasi dari lemahnya pertahanan diri peserta didik dalam memerangi
kecemasannya adalah (1) melakukan aksi unjuk rasa menolak penambahan mata
pelajaran seperti di lakukan ratusan siswa SMU se-Jabotabek kegedung DPR/MPR
menuntut perbaikan sistem UN. (2) melakukan sikap harap-harap pada teman, guru
dan membuat catatan kecil diselipkan di sepatu, lengan baju dan lain
sebagainya. (3) yang terburuk adalah pasrah dengan menjawab soal dengan sistim
arisan. Konsekuensi logis dari lemahnya pertahan diri siswa memerangi
kecemasannya, ketika hasil ujian nasional mengecewakan adalah bunuh diri. Kasus
ini terjadi di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Lombok Timur – Nusa
Tenggara Barat siswa SMA di temukan tewas karena gantung diri, buang diri di
kali, minum racun (dampak UN tahun 2006/2007).
2. Bagaimana bentuk kerjasama guru dan konselor dalam mengatasi kecemasan
siswa menghadapai ujian nasional
Pemetaan kondisi pendidikan nasional melalui ujian nasional dicanangkan
pemerintah menimbulkan rasa kehawatiran guru terhadap siswanya tidak bisa
menjawab soal-soal ujian nasional, para siswa diberi jawaban lebih dahulu.
Selain itu pengawas UN dengan sengaja melonggarkan pengawasan sehingga para
siswa punya kesempatan untuk saling mencontek jawaban. Cara ini tidak
menggambarkan profesionalitas guru sebagai agen pembelajaran.
Sikap kerjasama dan saling ketergantungan antara guru,konselor, dan siswa
harus ditumbuhkan sejak awal. Keberhasilan siswa harus dijadikan visi bersama
untuk mencapai tujuan yang sama yaitu mencapai standar pelulusan. Bila
orang berada dalam suatu kecemasan, ia cendrungan menginginkan kehadiran orang
lain untuk membantu dia mencapai harapan yang tidak dapat dicapai secara
personal. Dalam dunia pendidikan banyak harapan-harapan guru, konselor, maupun
siswa terutama terkait dengan pencapaian standar pelulusan tidak bisa
terselesaikan tanpa adanya kolaborasi dengan orang lain. Hanya dengan sikap
saling ketergantungan (interdependence) antara guru, konselor, dan siswa
persoalan tersebut dapat terselesaikan. Sikap interdependence yang dinamis
memotivasi peserta didik mengenal pertahanan emosionalnya dalam menghadapi
ujian nasional.
Dari diagram tersebut di atas dapat dilihat bentuk kerjasama antara guru,
konselor dan siswa dalam mencapai standar pelulusan ;
1.
Antara guru dan siswa harus duduk bersama-sama memecahkan persoalan belajar
pada mata pelajaran yang diuji nasionalkan. Guru sebagai model pembelajaran,
dan siswa diterjadikan sebagai teman belajar.
2.
Antara konselor dan siswa duduk berasama memecahkan paktor-paktor penyebab
kesulitan belajar, baik paktor psikologis maupun biologis yang dirasakan siswa.
Konselor memberikan layanan yang memandirikan siswa.
3.
Selanjutnya guru, konselor, dan siswa menjadikan standar pelulusan sebagai
visi bersama dan berkolaborasi secara terus- menerus dalam mencapai tujuan
bersama pada tujuan yang sama.
Johnson dan Johnson (1991a) mengemukakan “ada kolerasi positif antara sikap
ketergantungan dengan pencapaian tujuan”. Tujuan mencakup hubungan emosinal
antara guru, konselor, dan siswa, dan mengarahkan mereka menuju usaha-usaha
terkoordinir. Tujuan merupakan harapan masa depan, karenanya tujuan perlu
dioperasional secara kooperatif dalam mencapai standar pelulusan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
- KESIMPULAN
Konferensi kasus merupakan
kegiatan pendukung atau pelengkap dalam Bimbingan dan Konseling untuk membahas
permasalahan siswa (konseli) dalam suatu pertemuan, yang dihadiri oleh
pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi
terentaskannya permasalahan siswa (konseli). Secara umum, tujuan diadakan konferensi kasus yaitu
untuk mengusahakan cara yang terbaik bagi pemecahan masalah yang dialami siswa
(konseli).
Dalam melaksanakan konferensi kasus, membutuhkan
kerjasama antara orang yang memiliki masalah dengan orang yang bisa membantu
menyelesaikan masalah tersebut. Fakta yang terjadi di dunia pendidikan, seorang
siswa yang mengalami masalah seperti kesulitan dalam belajar sangat membutuhkan
bantuan agar dapat terentas dari kesulitan belajar tersebut. Salah satu langkah
yang dapat kita lakukan adalah kita mengundang siswa tersebut, guru konselor
dan guru mata pelajaran tersebut. Kita bersama-sama mencari tau apa yang
menyebabkan siswa tersebut mengalami
kesulitan dalam belajar. Konselor dapat
mencari tau informasi yang berkaitan dengan kondisi jiwa dan psikis dari siswa
tersebut. Hal ini berarti dalam pengembangan dan proses pembelajaran fungsi-fungsi
bimbingan dan konseling perlu mendapat perhatian guru. Sebaliknya,
fungsi-fungsi pembelajaran bidang studi perlu mendapat perhatian konselor.
Dari beberapa uraian tersebut di atas dapat disimpulkan
1.
Ujian nasional (UN) dengan sistem pemberlakuan nilai
minimal rata-rata secara nasional dijadikan indikator utama untuk mengetahui
standar mutu pendidikan nasional Indonesia sebagai mana dimaksud pada UU No. 20
tahun 2003 menimbulkan kecemasan, bukan hanya pada peserta didik dan orang tua
tetepi juga guru dan elemen masyarakat.
2.
Dalam kecemasan orang terancam, orang yang terancam
keselamatannya, sama sekali tidak mengetahui langkah dan cara yang harus dambil
untuk menyelamatkan dirnya. Siswa adalah orang yang terancam, mereka dalam
posisi yang berhaya.
3.
Lepas dari perubahan sistem standarisasi pelulusan yang
ditetapkan pemerintah, guru, konselor sekolah, dan siswa terus berkolaborasi
dan menjdikan standar pelulusan sebagai visi bersama dengan mengembangkan sikap
saling keterganungan untuk mencapai tujuan yang sama.
B. SARAN
Sebuah
masalah yang kita miliki harus kita selesaikan dengan cara usaha-usaha yang
dapat memecahkan masalah tersebut. Untuk itu, kita perlu melakukan sebuah usaha
yaitu konferensi kasus agar masalah yang ada dapat menemukan jalan keluarnya.
Terutama bagi siswa-siswi yang mengalami kesulitan dalam bidang akademiknya. Jadi seorang guru dan konselor
harus bekerja sama dengan baik, agar masalah yang dialami siswa-siswi dapat
terpecahkan secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin, yusak. 2005. Administrasi
Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia
Nurihsan, A. Juntika. 2006. Bimbingan
dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung:
Refika Aditama
Soetjipto dan Raflis Kosasi. 2004. Profesi
Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta
Sukardi, Dewa ketut. 2002. Pengantar
Pelaksana Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Umar dan sartono. 2001. Bimbingan dan
Penyuluhan. Bandung: Pustaka Setia http://akhmadsudrajat.wordpress.com