1. Pola Memanjang (Linier)
Pola memanjang
permukiman penduduk dikatakan linier bila rumah-rumah yang dibangun membentuk
pola berderet-deret hingga panjang. Pola memanjang umumnya ditemukan pada
kawasan permukiman yang berada di tepi sungai, jalan raya, atau garis pantai.
Pola ini dapat terbentuk karena kondisi lahan di kawasan tersebut memang
menuntut adanya pola ini. Seperti kita ketahui, sungai, jalan, maupun garis
pantai memanjang dari satu titik tertentu ke titik lainnya, sehingga masyarakat
yang tinggal di kawasan tersebut pun membangun rumah-rumah mereka dengan
menyesuaikan diri pada keadaan tersebu.
a. Pola Permukiman Linier di Sepanjang Alur Sungai
Pola ini
terbentuk karena sungai merupakan sumber air yang melimpah dan sangat
dibutuhkan oleh manusia untuk berbagai keperluan, misalnya sumber air dan
sarana transportasi. Permukiman penduduk di sepanjang alur sungai biasanya
terbentuk di sisi kanan dan kiri sungai dan memanjang dari hulu hingga ke
hilir. Di Indonesia, pola permukiman ini banyak ditemukan di sepanjang
sungaisungai besar, seperti Sungai Musi di Sumatra dan Sungai Mahakam di
Kalimantan.
b. Pola Permukiman Linier di Sepanjang Jalan Raya
Perkembangan
kemajuan zaman memicu munculnya banyak jalan raya sebagai sarana transportasi
yang lebih cepat dan praktis. Jalan raya yang ramai membantu pertumbuhan
ekonomi peduduk yang tinggal di sekitarnya untuk membangun permukiman di
sepanjang jalan raya. Pola permukiman linier di sepanjang jalan raya dapat
ditemukan di hampir seluruh kota di Indonesia.
c. Pola Permukiman Linier di Sepanjang Rel Kereta Api
Pola permukiman linier di sepanjang rel kereta api
biasanya hanya terkonsentrasi di sekitar stasiun kereta api yang ramai
dikunjungi orang. Rel kereta api dan stasiun kereta api merupakan sarana vital
yang mampu menghubungkan berbagai tempat yang berjauhan, sehingga sangat banyak
dikunjungi dan menarik untuk ditinggali. Pola permukiman linier di sepanjang
rel kereta api lazim ditemukan di Pulau Jawa saja.
d. Pola Permukiman Linier di Sepanjang Pantai
Pola permukiman ini biasanya dibangun oleh penduduk
yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Pola permukiman linier di
sepanjang pantai dapat ditemukan di berbagai kawasan pantai dan desa-desa
nelayan di Indonesia.
2. Pola Terpusat (Nucleated)
Pola terpusat merupakan pola permukiman penduduk di
mana rumah-rumah yang dibangun memusat pada satu titik. Pola terpusat umumnya
ditemukan pada kawasan permukiman di desa-desa yang terletak di kawasan
pegunungan. Pola ini biasanya dibangun oleh penduduk yang masih satu keturunan.
3. Pola Tersebar (Dispersed)
Pada pola tersebar, rumah-rumah penduduk dibangun di
kawasan luas dan bertanah kering yang menyebar dan agak renggang satu sama
lain. Pola tersebar umumnya ditemukan pada kawasan luas yang bertanah kering.
Pola ini dapat terbentuk karena penduduk mencoba untuk bermukim di dekat suatu
sumber air, terutama air tanah, sehingga rumah dibangun pada titik-titik yang
memiliki sumber air bagus.
Sebagaimana kamu ketahui, bahwa dalam persebarannya
biasanya penduduk membangun rumah di kawasan-kawasan yang dapat menunjang
kegiatan kesehariannya, terutama kegiatan yang menunjang ekonomi mereka. Oleh
karena beragamnya pencaharian masyarakat, maka permukimanpermukiman penduduk di
Indonesia pun tersebar pada kawasan-kawasan tertentu.
Salah satu penyebab tidak meratanya persebaran
permukiman penduduk adalah perekonomian masyarakat. Sejak zaman dahulu, Jawa
telah menjadi pusat pemerataan perdagangan di kawasan Asia Tenggara. Akibatnya,
penduduk banyak berdatangan ke Pulau Jawa untuk mencari barang dan pekerjaan
karena mengharapkan kehidupan yang lebih baik. Padahal, kawasan-kawasan lain di
Indonesia pun memiliki potensi yang besar untuk pengembangan ekonomi.
Upaya persebaran penduduk secara merata di seluruh
wilayah penting untuk dilakukan dengan tujuan agar tingkat kepadatan penduduk
di satu kawasan tidak terlalu tinggi dan pembangunan di kawasan-kawasan yang
lain dapat terpacu dan mengalami peningkatan. Pola persebaran peduduk dapat
dipetakan dalam tiga jenis bentang alam yang lazim dijadikan tempat permukiman,
yakni kawasan pantai, kawasan dataran rendah, dan dataran tinggi.
1. Kawasan Pantai
Penduduk yang tinggal di daerah pantai umumnya
berprofesi sebagai nelayan atau pedagang. Pedagang membutuhkan permukiman di
kawasan pantai untuk keperluan perniagaannya karena lokasi pantai yang dekat
dengan laut akan mempermudah transportasi dan perjalanan barang dagangan.
Karena itu, kota-kota yang berada di kawasan pantai umumnya merupakan kota
perdagangan yang berkembang pesat, misalnya Kota New York di Amerika Serikat
dan Kota Marseille di Prancis, juga di kota-kota di Indonesia seperti Jakarta,
Semarang, Surabaya, dan Banda Aceh.
2. Kawasan Dataran Rendah
Penduduk yang tinggal di kawasan dataran rendah
umumnya merupakan penduduk yang ingin membangun kawasan pertanian, persawahan,
dan perkebunan. Kawasan dataran rendah yang disebari penduduk umumnya ialah
yang dialiri aliran sungai. Lokasi dataran rendah yang umumnya datar menjadikan
pembangunan di kawasan seperti ini dapat berjalan cepat karena berbagai sarana
transportasi seperti jalan dan rel kereta api mudah dibangun. Kota-kota yang
berada di kawasan dataran rendah umumnya menjadi kota jasa dan pertanian yang
berkembang pesat, misalnya Kota Amsterdam di Belanda dan Kota Bremen di Jerman.
Di Indonesia contohnya Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Dataran rendah merupakan daerah datar yang memiliki
ketinggian hampir sama. Kondisi wilayah yang datar memudahkan manusia untuk
beraktivitas dalam menjalankan kehidupannya. Di Indonesia daerah dataran rendah
merupakan daerah yang penuh dengan kedinamisan dan kegiatan penduduk yang
sangat beragam. Sebagian besar penduduk lebih memilih bertempat tinggal di
dataran rendah. Terlebih jika wilayah ini memiliki sumber air yang cukup.
Daerah dataran rendah cocok dijadikan wilayah pertanian, perkebunan,
peternakan, kegiatan, industri, dan sentra-sentra bisnis.
Lokasi yang datar, menyebabkan pengembangan daerah
dapat dilakukan seluas mungkin. Pembangunan jalan raya dan jalan tol serta
kelengkapan sarana transportasi ini telah mendorong daerah dataran rendah
menjadi pusat ekonomi penduduk.
Keanekaragaman aktivitas penduduk ini menunjukkan
adanya heterogenitas mata pencaharian penduduk. Petani, pedagang, buruh, dan
pegawai kantor adalah beberapa contoh mata pencaharian penduduk daerah dataran
rendah.
Penduduk di daerah dataran rendah yang mengolahlahan
pertanian memanfaatkan awal musim penghujan untuk pengolahan tanah pertanian.
Hal ini karena kondisi lahan di daerah dataran rendah sangat bergantungdengan
musim.
Seperti juga pada penduduk di daerah pantai, penduduk
daerah dataran rendah biasanya
menggunakan pakaian yang tipis, karena suhu di daerah
ini panas. Rumah-rumah di dataran rendah juga dibuat banyak ventilasinya dan
atap dibuat dari genting tanah untuk mengurangi suhu yang panas ini.
Kemudahan transportasi dan banyaknyapusat-pusat
kegiatan di daerah dataran rendah menarik penduduk untuk menetap di sana. Oleh
karena itu, penduduknya semakin bertambah dan kebutuhan tempat tinggal serta
tempat usaha juga meningkat. Lahan-lahan seperti sawah
dan hutan sebagai penyangga keseimbangan alam semakin
berkurang digantikan oleh tumbuhnya bangunan bertingkat. Semakin berkurangnya
lahan-lahan penyangga ini mengakibatkan daerah resapan air berkurang sehingga
timbul beberapa masalah seperti banjir di musim hujan dan kekeringan yang
dahsyat di musim kemarau. Selain itu menimbulkan
pula masalah-masalah sosial, seperti pengangguran,
polusi, dan penyakit masyarakat lainnya.
Di Indonesia, penduduk dan segala aktivitasnya hampir
semuanya terpusat pada daerah-daerah dataran rendah. Kota-kota besar yang ada,
hampir semuanya terletak di daerah dataran rendah sehingga jumlah penduduk pun
biasanya lebih besar dibandingkan daerah lainnya.
3. Kawasan Dataran Tinggi
Penduduk yang menyebar ke kawasan dataran tinggi
umumnya merupakan penduduk yang ingin membangun kawasan pertanian, persawahan,
dan perkebunan secara intensif. Kawasan dataran tinggi umumnya memiliki tanah
dengan tingkat kesuburan tinggi dan cuaca yang sangat menunjang untuk
pertanian. Oleh karena dataran tinggi berbentuk curam dan berbukit-bukit,
umumnya lokasi ini agak susah untuk didirikan bangunan. Contohnya Dataran
Tinggi Dieng Jawa Tengah dan daerah pertanian Puncak Bogor, Jawa Barat.
Dataran tinggi biasanya dijadikan sebagaidaerah
tangkapan air hujan (cathcment area). Selain dapat memenuhi kebutuhan air tanah
di wilayah sekitar, daerah tangkapan air hujan dapat mencegah terjadinya banjir
pada daerah bawah. Dataran tinggi yang ditumbuhi pepohonan besardengan kondisi
hutan yang masih terjaga berfungsi mencegah erosi, digunakan sebagai suaka
margasatwa, cagar alam, atau bahkan tempat wisata. Namun sayangnya, penebangan
liar tanpa memperhatikan upaya penanaman kembali dan usaha konservasi lahan
sering menimbulkan bencana bagi penduduk di sekitarnya. Pembangunan vila dan
pemukiman di daerah pegunungan juga telah mengurangi area peresapan air. Dapat
ditebak, pada akhirnya dapat menyebabkan banjir. Seperti terjadi di Jakarta
yang selalu mendapat kiriman air banjir dari Bogor. Setiap pergantian musim,
kita sering dihadapkan pada bencana. Banjir pada musim penghujan dan bencana
kekeringan setiap musim
kemarau. Kita juga sering mengalami bencana tanah
longsor, kebakaran hutan, dan bencana lain diakibatkan kerusakan kawasan hutan
lindung atau hutan konservasi pada daerah hulu. Relief daratan dengan banyak
pegunungan dan perbukitan, tanah yang subur, dan udara yang sejuk sangat
diminati penduduk yang kegiatan utamanya di bidang pertanian. Sebagian besar
penduduk juga masih banyak yang tergantung pada alam
dan memanfaatkan hasil dari alam. Penduduk daerah pegunungan juga banyak yang
memanfaatkan suhu udara yang dingin untuk menanam sayuran dan tanaman
perkebunan. Selain itu, relief daratan yang demikian jugamemiliki potensi
menjadi daerah pariwisata. Beberapa kawasan yang dijadikan tempat kegiatan
wisata alam dan memberikan penghasilan bagi penduduk sekitarnya adalah kawasan
Puncak di Bogor, Kaliurang di ogyakarta, Lembang Bandung, dan Batu Malang.
Pada wilayah dataran tinggi, suhu udara jauh lebih
dingin dibandingkan dengan dataran rendah maupun daerah pantai. Tingkat
kelembaban udara dan curah hujan yang berlangsung juga cukup tinggi. Oleh
karena itu, penduduk yang tinggal di daerah tersebut biasanya mempunyai pola
makan dan cara berpakaian yang berbeda dengan daerah lainnya. Untuk
menghangatkan tubuhnya mereka banyak mengkonsumsi makanan yang hangat dan lebih
tertutup dalam cara berpakaian.
Jika kamu pernah berkunjung ke daerah pegunungan yang
dingin maka akan kamu jumpai bentuk rumah yang berbeda dengan daerah pantai.
Suhu yang dingin dan intensitas matahari sedikit menyebabkan rumah di daerah
ini berventilasi sedikit dan atapnya banyak terbuat dari seng. Ventilasi yang
sedikit mengakibatkan udara dingin tidak banyak masuk ke rumah. Atap terbuat
dari seng agar panas matahari yang diterima dapat disimpan dan dapat
menghangatkan bagian dalamnya.
Pola permukiman penduduk sangat dipengaruhi oleh
kondisi topografi dan tingkat kesuburan tanah. Pola pemukiman
penduduk di daerah dataran tinggi biasanya menyebar mengikuti lereng dan
mengelompok pada daerah yang mempunyai lahan subur dan relatif datar.
4. Kawasan Pegunungan
Di daerah yang bentuk muka buminya bergelombang atau
berbukit, umumnya penggunaan lahan yang utama adalah pertanian, perkebunan dan
permukiman. Di daerah pegunungan, penggunaan lahan yang dominan adalah
hutan. Disamping itu terdapat pertanian dan permukiman dalam luasan terbatas.
Ada beragam bentuk desa yang secara sederhana
dikemukakan sbb ;
- Bentuk desa menyusur sepanjang pantai ( desa pantai ).
- Di daerah pantai yang landai dapat tumbuh permukiman yang bermatapencarian di bidang perikanan, perkebunan kelapa dan perdagangan. Perluasan desa pantai itu dengan cara menyambung sepanjang pesisir, sampai bertemu dengan desa pantai lainnya. Pusat2 kegiatan industri kecil ( perikanan, pertanian ) tetap dipertahankan di dekat tempat tinggal semula.
- Bentuk desa yang terpusat ( desa pegunungan ).
- Terdapat di daerah pegunungan. Pemusatan tsb didorong kegotongroyongan penduduknya. Pertambahan penduduk memekarkan desa pegunungan itu ke segala arah, tanpa rencana. Pusat2 kegiatan penduduk bergeser mengikuti pemekaran desa.
- Bentuk desa linier di dataran rendah.
- Permukiman penduduk di sini umumnya memanjang sejajar dengan jalan raya yang menembus desa tsb. Jika desa mekar secara alami, tanah pertanian di luar desa sepanjang jalan raya menjadi permukiman baru. Ada kalanya pemekaran ke arah dalam ( di belakang perrmukiman lama ). Lalu dibuat jalan raya mengelilingi desa ( ring road ) agar permukiman baru tak terpencil.
- Bentuk desa mengelilingi fasilitas tertentu.
- Fasilitas yang dimaksud, misalnya, mata air, waduk, lapangan terbang, dll. Arah pemekaran ke segala arah, sedangkan fasilitas industri kecil tersebar di mana pun sesuai kebutuhan.
Bentuk2 desa tsa bertalian erat dengan usaha
pengembangan dan penggalian sumber dayanya secara optimal. Dengan cara
bijaksana, perkembangan permukiman harus direncanakan secara khusus, sehingga
terjamin wajah permukiman yang baik dan menguntungkan. Di samping bentuk desa, Bintarto
menyatakan ada 6 pola desa ; memanjang jalan, memanjang sungai, radial,
tersebar, memanjang pantai, memanjang pantai dan sejajar jalan kereta api.
Daerah Bantul, Yogyakarta merupakan line village ( pola desa memanjang
jalan ). Permukiman di sekitar Gunung Slamet dan sungai di lerengnya membentuk
desa berpola radial. Pola desa di daerah karst Gunung Kidul, Yogyakarta adalah
tersebar. Permukiman di daerah Rengasdengklok, Jawa Barat dan Tegal membentuk
desa berpola memanjang ( desa nelayan ) dan sejajar rel kereta api.