Sebagai
suatu aktivitas, pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar
masyarakat maju dan sebagian kecil masyarakat Negara berkembang. Pengertian
tentang pariwisata sangat beragam tetapi sebagian besar ahli menjelaskan bahwa pariwisata berkaitan
dengan wisatawan yang memiliki keragaman
motivasi, sikap dan pengaruh. Berbagai pendapat para ahli tentang
pariwisata antara lain:
Spillane
(2003: 21) mendefinisikan pariwisata
sebagai perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, bersifat sementara,
dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan
seni. Mengacu pada definisi yang dipaparkan, dapat dikatakan bahwa pariwisata
merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan objek dan daya tarik wisata.
TN.Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan yang menjadi bagian dari
pariwisata sebagai objek peneliti.
Indikator pariwisata diantaranya
adalah pasar wisata, kelembagaan pariwisata, dan masyarakat sebagai wisatawan. Di
dalam buku perencanaan ekowisata karangan Janianton Damanik& Weber
(2006:16) disebutkan bahwa kelembagaan diartikan baik sebagai kebijakan maupun
kegiatan- kegiatan yang mendukung
perkembangan pariwisata. Kebijakan mencakup politik pariwisata yang digagas
oleh pemerintah, seperti kebijakan pemasaran, jaminan keamanan, dukungan
terhadap event-event budaya, standardisasi produk dan jasa wisata, serta sumber daya manusia
pada destinasi wisata, masyarakat juga menjadi bagian dari kelembagaan
pariwisata.
Selanjutnya dari sisi penawaran
wisata terdapat banyak ragam produk dan juga jasa wisata yang ditawarkan yaitu
semua produk yang diperuntukkan bagi atau dikonsumsi oleh seseorang selama
melakukan kegiatan wisata (Freyer,1993:218 dalam Damanik dan Weber,2006:14).
Menurut Burkart dan Medlik wisata
(Freyer,1993 in Damanik dan Weber, 2006:11),
jasa wisata adalah gabungan produk komposit yang terangkum dalam
atraksi, transportasi, akomodasi, dan hiburan. Banyak kalangan yang menyamakan
produk dan jasa sebagai potensi wisata. Produk dan jasa harus sudah siap
dikonsumsi oleh wisatawan, sebaliknya potensi wisata adalah semua objek (alam,
budaya, buatan) yang memerlukan banyak penanganan agar dapat memberikan nilai daya
tarik bagi wisatawan.
Oleh sebab itu, Janianton Damanik
& Helmut F.Weber didalam buku perencanaan ekowisata (2006:11) menjelaskan
bahwa elemen penawaran wisata sering disebut triple A’s yang terdiri dari
atraksi, akesibilitas, dan amenitas. Secara singkat atraksi dapat diartikan
sebagai objek wisata (baik yang bersifat tangible maupun intangible) yang
memberikan kenikmatan kepada wisatawan.
Atraksi dapat dibagi menjadi tiga,
yakni alam, budaya, dan buatan. Atraksi alam meliputi pemandangan, Atraksi alam
meliputi pemandangan alam,seperti Kepulauan Seribu yang menawarkan udara sejuk
dan bersih, laut, Atraksi budaya meliputi peninggalan sejarah seperti Candi
Prambanan, adat istiadat masyarakat seperti Pasar Terapung di Kalimantan. Adapun
atribut buatan dapat dimisalkan Taman Impian Jaya Ancol. Unsur lain yang
melekat dalam atraksi ini adalah hospitality, yakni jasa akomodasi atau
penginapan restoran , biro perjalanan, dan sebagainya.
Aksesibilitas mencakup keseluruhan
infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari,ke dan selama di
daerah tujuan wisata (Inskeep,1991) mulai dari darat, laut, sampai udara. Akses
ini tidak hanya menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan
waktu, kenyamanan, dan keselamatan.
Amenitas adalah infrastruktur yang
sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata tetapi sering menjadi
bagian dari kebutuhan wisatawan baik, penukaran uang, telekomunikasi, usaha
persewaan (rental), penerbit dan penjual buku panduan wisata, dan lainnya.
Semakin lengkap dan terintegrasinya
ketiga unsur tersebut didalam produk wisata maka semakin kuat posisi penawaran
dalam sistem kepariwisataan. Untuk memperkuat posisi tersebut maka kualitas
produk yang ditawarkan mutlak diperhatikan. Harus diakui bahwa tidak semua
produk wisata berkualitas baik. Hal ini perlu ditegaskan karena banyak kalangan
dengan mudah produk wisata di daerahnya menarik dan bermutu. Sebenarnya pihak
yang menilai mutu produk wisata itu adalah wisatawan itu sendiri, sebab
merekalah user atau konsumennya (Plog, 2001).
Perlu ditambahkan bahwa pasar
wisata sangat dinamis dan mempunyai karakter yang mudah berubah. Dari sisi
permintaan, misalnya, saat ini sedang muncul trend wisata minat khusus sebagai
kebalikan dari wisata massal. Orang tidak lagi menyukai bentuk perjalanan dalam
kelompok besar, tinggal di hotel mewah, dan kemudian hilir mudik mengambil
foto-foto objek wisata. Banyak diantara mereka yang menolak disebut wisatawan
(prebensen,et.al,2003:18).
Deskripsi seperti ini dapat
menjelaskan perbedaan dan perubahan kebutuhan wisatawan di daerah tujuan
wisata. Bukan lagi infrastruktur yang serba modern dan atraksi yang bersifat
buata, tetapi menikmati kebudayaan lokal dan menjalin kontak yang lebih dekat
dengan masyarakat setempat. Di dalam pasar wisata banyak pelaku yang terlibat,
meskipun peran mereka berbeda-beda, tetapi mutlak harus diperhitungkan dalam
perencanaan pariwisata. Kotler dan Armstrong (2008:158) mendefinisikan perilaku
berkunjung wisatawan mengacu pada perilaku pembelian konsumen akhir-perorangan
dan rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Faktor
yang menjadi sangat penting didalam sektor pariwisata adalah wisatawan, karena
wisatawan merupakan konsumen atau pengguna produk dan layanan yang menginginkan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan mereka dan berdampak langsung
pada kebutuhan wisata. Wisatawan memiliki beragam motif, minat, ekspektasi,
karakteristik sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya, dengan motif dan latar
belakang yang berbeda-beda itu mereka menjadi pihak yang menciptakan permintaan
produk dan jasa wisata (Steck,et.al, 1999; Heher,2003:20 dalam Damanik dan
Weber, 2006:19).
No comments:
Post a Comment