Porong adalah tempat dimana jalur erupsi magma yang di atasnya kaya akan lumpur dan gas, tetapi sebuah perusahaan yang semestinya ingin mengambil gas yang terdapat di porong tetapi terhalang oleh lumpur akhirnya yang keluar bukannya gas murni tetapi di barengi dengan lumpur yang amat kental, berikut faktanya
Pak Presiden SBY melakukan inspeksi khusus utk kasus Banjarpanji
ini. Ini tentu bukannya kasus kecil untuk negara. Menyangkut ribuan atau
bahkan jutaan penduduk. Menyangkut fasilitas ekonomi produktif segala
sektor baik industri, pertanian serta transportasi dan pemukiman. Ini
memang menjadi tragedi besar dalam operasi migas. Cerita bagaimana awal
terjadinya banjir lumpur panas d Sidoarjo ini sudah saya terangkan di :
Nah sekarang saya menjelaskan hasil diskusi di IAGI net serta
pendapat saya tentang kondisi saat ini. Hanya utk belajar bareng-bareng
apa yg terjadi.
Pada waktu awalnya terjadinya lumpur di Sidoarjo ini diperkirakan dari material yg berada pada kedalaman sekitar 2000-6000 ft (1-3 Km) dibawah permukaan tanah seperti yg dikemukakan Pak Awang dahulu. Saat ini data menunjukkan bahwa yang keluar dari kedalaman yang berbeda. Seperti koreksinya dari hasil terbaru dibawah ini :
Pada waktu awalnya terjadinya lumpur di Sidoarjo ini diperkirakan dari material yg berada pada kedalaman sekitar 2000-6000 ft (1-3 Km) dibawah permukaan tanah seperti yg dikemukakan Pak Awang dahulu. Saat ini data menunjukkan bahwa yang keluar dari kedalaman yang berbeda. Seperti koreksinya dari hasil terbaru dibawah ini :
Apakah berubah ? Ataukah dahulu keliru ? Bisa keduanya, namun saya
yakin bahwa keduanya benar namun yg diatas sudah tertutup (sudah
colapse, lihat mekanisme dibawah).
Mengapa debit lumpur ini membesar ?
Mengapa debit lumpur ini membesar ?
Dalam
perminyakan seringkali dibuat lubang sumur yang memiliki bidang terbuka
di dalam batuan reservoir lebih besar. Hal ini disebabkan karena akan
memperbesar jumlah debit fluida yang akan diproduksi. Salah satu cara
termudah adalah dengan membor miring atau bahkan horizontal. Dalam kasus
sumur BPJ-1 Lubang tempat keluarnya lumpur ini diperkirakan pada
kedalaman 6000-9000 ft (seperti yg ditulis Pak Awang HS diatas). Saat
ini lubang tempat keluarnya lumpur tentunya sudah membesar, sehingga
debitnya menjadi sangat besar.
Selain itu, saat ini geometri bawah permukaan dari lubang tempat
keluarnya lumpur ini sulit diketahui. Sangat mungkin berupa bidang sesar
(patahan) yang sudah ada sejak awal. Sehingga sumber fluid ini sudah
berupa bidang yg luas dan menghasilkan debit yanglebih besar.
Mengapa kita sudah harus mengungsikan penduduk lagi ?
Saat ini debit lumpur sudah sangat meningkat. Mekanismenya seperti yg
ditulis diatas itu. Nah ada kecenderungan debit ini akan semakin
meningkat karena lubang dibawah semakin besar karena ada solid 30% yg
ikut terangkut keatas. Sehingga dibawah sana ada lubang yang cukup besar
yg menyebabkan produksi lumpur semakin besar.
Pengumpulan lumpur dengan menggunakan kolam (pond) sudah semakin tak
terkendali hal ini disebabkan debit pemasukan yg tidak dapat ditampung
oleh pond, mengapa tidak meninggikan tanggul ?
Apa gejalanya ? Kebocoran !
Kebocoran tanggul ini disebabkan karena tanggul dibuat secara mendadak karena faktor darurat sehingga pembuatannya tidak mungkin mengikuti pembuatan tanggul yg dibuat dalam kondisi normal. Lah ya wajar ta, siapa sih menyangka bakalan akan berkepanjangan seperti ini. Jadi dibuat mendadak bukanlah kesalahan, tetapi memang sulit mengantisipasi sebuah bencana sbesar ini.
Dalam kondisi normal tanggu akan dibuat dengan fondasi keras
(basement) yang ditanam. Namun kalau melihat tanggul yg telah dibuat di
Sidoarjo ini, sangat mungkin ada titik-titik lemah dimana tanggul
dibangun diatas tanah keras (kedap air), yang merupakan bidang batas
dibawah dan tempat terlemah. Tanah dasar ini tentunya tidak” mengikat”
tanggul. Sangat mungkin beberapa hanya berdiri diatas jalan aspal atau
pengerasan jalan perumahan. Dengan demikian akan ada tinggi maksimum (H
Max) yang dapat ditahan oleh bidang batas bawah yg kritis ini. Kebocoran
dasar tanggul ini merupakan tanda-tanda ketinggian maksimum yang dapat
ditahan oleh bendungan (tanggul). Jadi meninggikan tangul sama sekali
tidak menolong menahan volume lumpur, tetapi malah membahayakan, kan ?
Selain itu semakin tinggi tanggul maka akan semakin tinggi risiko yg
ada, karena kalau tanggul jebol tentunya akan lebih banyak menelan
korban. Dengan demikian pengungsian yg barusaja dilakukan minggu kemarin
maka cara itu memang mudah dimengerti karenanya.
Apakah banjir lumpur ini bisa berhenti ?
Di
daerah lokasi sumur Porong-1 (lokasi Porong ini 7 Km sebelah timur dari
sumur BPJ-1) dibagian atas dijumpai kenampakan “paleo collapse”.
Kenampakan ini diduga akibat adanya luapan lumpur pada jaman dahuluuu
sekali. Ya di sumur porong-1 yg terlihat pada gambar` itu terlihat
adanya paleo collapse itu. Ini memeperlihatkan ke kita bahwa jaman
dahulu lumpur yg keluar dari perut bumi yg mirip dengan BPJ-1 ini pernah
terjadi secara alamiah. Dan akhirnya berhenti.
Looh jadi banjir lumpur ini bisa berhenti ? Iya bisa donk …
Bagaimana mekanismenya ?
Ketika lumpur ini keluar maka juga mengandung solid atau material
padatan berupa tanah lempung yg ikut “terproduksi”. Disebutkan bahwa
terdapat 70% air dan 30% solid.
Material padatan ini sebagai penyusun utama dari lapisan ini yg
diperkirakan saat ini dari kedalaman 6000-9000 ft (kira-kira 3-4.5 Km).
Sebelumnya diperkirakan dari kedalaman 2000-6000 ft. Ada kemungkinan
bahwa material yg diatas sudah mengalami collapse (runtuh) dan tertutup.
Material yg tadinya dari bawah “berpindah” keatas permukaan. Jadi
secara menyeluruh bisa jadi seolah-olah tidak terjadi penurunan
permukaan, hanya terjadi perpindahan material dari bawah keatas.
Dari pengalaman yg pernah terjadi di lokasi sumur Porong-1 (7Km dari BPJ-1) maka efek collapse diperkirakan sekitar radius 3-5 Km dengan kedalaman sekitar 100-200 meter. Ini “collapse feature” karena alamiah dan dibiarkan secara alamiah menutup dan berhenti dengan sendirinya. tentunya dengan ‘sentuhan engineering’ mungkin akan sedikit berbeda. kalau dilihat dari debit yang ada (>50 000 m kubik perhari) maka diperkirakan memakan waktu puluhan bahkan ratusan tahun. Secara geologi ini sangat masuk akal, tetapi mausia tidak mungkin menunggu selama itu. Manusia harus berusaha dengan olah engineeringnya untuk memperkecil dampak terhadap kehidupannya.
Dari pengalaman yg pernah terjadi di lokasi sumur Porong-1 (7Km dari BPJ-1) maka efek collapse diperkirakan sekitar radius 3-5 Km dengan kedalaman sekitar 100-200 meter. Ini “collapse feature” karena alamiah dan dibiarkan secara alamiah menutup dan berhenti dengan sendirinya. tentunya dengan ‘sentuhan engineering’ mungkin akan sedikit berbeda. kalau dilihat dari debit yang ada (>50 000 m kubik perhari) maka diperkirakan memakan waktu puluhan bahkan ratusan tahun. Secara geologi ini sangat masuk akal, tetapi mausia tidak mungkin menunggu selama itu. Manusia harus berusaha dengan olah engineeringnya untuk memperkecil dampak terhadap kehidupannya.
Membebaskan atau mengawasi luas daerah sesuai dengan yg “pernah”
terjadi dimasa lampau di lokasi sumur Porong-1 (7 Km dr BPJ-1), mungkin
perlu diantisipasi. Monitoring elevasi sudah dilakukan oleh team ITS,
daerah cakupan ini perlu diteruskan seluas radius yg diperkirakan
mengalami penurunan.
Apakah lumpur ini bisa dibuang ke laut atau sungai ?
Apakah lumpur ini bisa dibuang ke laut atau sungai ?
Air yg keluar dari perutbumi semua berasal dari permukaan juga, inget
siklus air kan ? Itu pelajaran SD, kalau lupa ya buka-buka buku anak
klas 4 atau 5 SD tentunya ada siklus air ini, kan. Namun selalu saja ada
pencemaran yg terjadi karena faktor alam. Pencemaran karena
kandungan-kandungan kimiawi dalam tanah, juga harus diinget bahwa
endapat yg keluar itu endapan pantai atau delta, sehingga aslinya airnya
berupa air asin. Dan air asin ini mungkin sekali terjebak ketika
pengendapan. Dengan demikian diperlukan treatment dahulu sebelum dibuang
ke sungai (bila air tawar) atau ke laut (bila air asin). Nah secara
sederhana treatment lumpur ini (inget ini hanya secara sederhana)
digambarkan sebagai berikut.
Lumpur yang keluar dari lubang di tampung untuk diendapkan padatan
(solid material)-nya. Tentunya akan lebih bagus kalau digalakkan
penelitian pemanfaatan lumpur ini sehingga kita tidak memerlukan kolam
(pond) yg banyak utk menampungnya.
Sebelum dibuang atau dialirkan ke sungai atau laut perlu dilihat apakah air ini cukup “aman” salah satu cara ya disebari saja dengan enceng gondok.
Masihkah drilling relief well tetap diperlukan ?
Melihat debit lumpur yang semakin besar ini maka usaha apapun perlu
dilakukan. Namun saat ini tentunya sudah tidak mudah lagi. Kondisi bawah
permukaan sudah tidak sesederhana menghadapi satu lubang sumur. Bisa
jadi sumber dibawah sana berupa bidang rekahan (patahan) yang membelah
batuan. Sehingga diperlukan analisa geometri tempat dan jalan keluarnya
lumpur ini. Jika terjadi kesalahan juga akan menyebabkan keluarnya
lumpur dari lubang yang lain. Dengan adanya kemungkinan hal ini, maka
drilling /pengeboran relief well harus dilakukan dengan ekstra
hati-hati.
Jadi kita masih harus sabar menghadapi luapan lumpur ini.
Jadi kita masih harus sabar menghadapi luapan lumpur ini.