Metode Sloping Agriculture Land Technology (SALT) merupakan
salah satu teknik untuk menata lahan miring yang diperuntukan bagi
kegiatan pertanian. Selama ini pemanfaatan lahan miring dalam bentuk
kebun dan sawah berundak diketahui memiliki resiko erosi dan tanah
longsor yang tinggi. Sehingga banyak petani enggan memanfaatkan lahan
miring untuk tanaman pangan, mereka hanya memanfaatkannya untuk tanaman
keras.
Di sisi lain, kebutuhan bahan pangan semakin tinggi, mengingat jumlah
populasi penduduk yang terus meningkat saban harinya. Oleh karena itu
ekstensifikasi lahan pertanian pangan menjadi salah satu pilihan yang
tak bisa dihindari. Sehingga pemanfaatan lahan miring untuk kegiatan
pertanian menjadi salah satu pilihan yang realistis ditengah
keterbatasan lahan yang ada.
Pada tahun 1971, di Filipina diperkenalkan sebuah metode untuk menata lahan miring oleh Mindanao Baptist Rural Life Center
(MBRLC). Dikemudian hari, teknik yang populer dengan nama SALT tersebut
diakui sebagai salah satu metode terbaik dalam menata lahan miring.
Teknik SALT diyakini mampu meminimalkan erosi, membantu mengembalikan
struktur dan kesuburan tanah, meningkatkan produksi tanaman, mudah
dipraktekkan karena menggunakan alat sederhana, membutuhkan tenaga yang
rendah sehingga cocok untuk petani berlahan sempit, dan tidak
membutuhkan modal besar. Setidaknya, ada 10 langkah untuk menerapkan
teknik menata lahan miring dengan metode SALT, berikut
langkah-langkahnya.
Langkah 1. Membuat alat kerja
Hal pertama yang harus dilakukan untuk menata lahan miring adalah
membuat alat kerja yang dinamakan Frame A. Sebuah alat yang berbentuk
menyerupai huruf A, terbuat dari kayu ataupun bambu. Alat ini bisa
dibuat sendiri dengan mudah. Caranya, pilih tongkat kayu atau bambu yang
kuat tetapi jangan terlalu besar. Potonglah tongkat tersebut dengan
panjang 1,5 meter sebanyak 2 buah, yang nantinya akan berfungsi sebagai
kaki penopang. Kemudian buat lagi potongan tongkat lain dengan panjang ½
meter, yang akan dipakai untuk bagian palang. Satukan salah satu ujung
dari kedua tongkat yang berfungsi sebagai kaki penopang, bisa dengan
cara diikat ataupun dipaku. Kemudian ujung lainnya letakkan ditanah yang
datar, beri jarak sejauh 1 meter antar ujung tersebut sehingga
membentuk segitiga. Pasang dan ikatkan, tongkat yang ketiga pada
segitiga tersebut sehingga
membentuk huruf A. Paku atau ikat dengan
kuat. Frame A ini akan digunakan untuk membuat garis lintasan.
Langkah 2. Membuat garis lintasan
Menemukan titik-titik lintasan
Tahap selanjutnya dalam menata lahan miring adalah menentukan titik-titik lintasan. Sebaiknya untuk menentukan titik-titik lintasan ini diikerjakan oleh 2 orang, satu memegang alat Frame A, satu lagi menancapkan patok pada setiap titik yang ditandai. Pertama-tama potonglah tongkat kayu atau bambu sepanjang 30 cm untuk patok atau tiang pancang. Banyaknya patok disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan luas lahan yang akan kita tata. Bersihkan lahan dari semua rintangan dan semak belukar untuk memudahkan menentukan titik lintasan dan memberi tanda.
Tahap selanjutnya dalam menata lahan miring adalah menentukan titik-titik lintasan. Sebaiknya untuk menentukan titik-titik lintasan ini diikerjakan oleh 2 orang, satu memegang alat Frame A, satu lagi menancapkan patok pada setiap titik yang ditandai. Pertama-tama potonglah tongkat kayu atau bambu sepanjang 30 cm untuk patok atau tiang pancang. Banyaknya patok disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan luas lahan yang akan kita tata. Bersihkan lahan dari semua rintangan dan semak belukar untuk memudahkan menentukan titik lintasan dan memberi tanda.
Pilih sembarang titik dimana garis lintasan akan dibentuk. Mulailah
bekerja pada areal yang paling tinggi. Cara mengerjakannya sebagai
berikut, letakan salah satu kaki (kita sebut saja kaki belakang) dari
Frame A di atas tanah. Cari tempat untuk meletakkan kaki yang lain
(sebut saja kaki depan) di atas tanah yang tingginya sama dengan kaki
belakang. Untuk memastikan ketinggian tanah antara kaki belakang dan
kaki depan telah sama, gunakan benang yang diikatkan pada ujung segitiga
Frame A bagian atas. Sedangkan ujung benang lainnya diberi pendulum,
boleh paku atau benda lainnya. Apabila garis benang tersebut membagi
bidang Frame A sama besar (lihat Gambar 1), bisa dikatakan kedua
permukaan tanah sama tinggi. Fungsi benang dan pendulum bisa juga
digantikan dengan meletakkan water pass pada palang Frame A, Ketika kita dapat meletakkan kedua kaki Frame A pada ketinggian tanah
yang sama, berarti kita sudah berhasil menentukan titik lintasan.
Berilah tanda dengan patok yang telah dibuat pada kaki bagian belakang.
Selanjutnya, putarlah kaki belakang Frame A dimana kaki bagian depan
berfungsi sebagai poros (jangan diangkat). Sekarang kaki belakang jadi
kaki depan dan kaki depan jadi kaki belakang. Carilah permukaan tanah
yang mempunyai ketinggian yang sama dengan kaki yang menjadi poros. Nah,
sekarang angkat bagian poros dan tandai dengan patok. Begitu
selanjutnya untuk menentukan titik-titik lintasan.
Menentukan garis lintasan
Gerakkan Frame A terus menerus ke arah depan dengan cara seperti diatas. Berilah tanda dengan patok pada setiap titik yang didapatkan (lihat Gambar 2). Lakukan terus langkah tersebut hingga tiba pada titik terakhir dari areal lahan kita. Kemudian tarik garis yang menyambungkan titik yang telah dibuat. Sekarang kita sudah menemukan garis lintasan.
Gerakkan Frame A terus menerus ke arah depan dengan cara seperti diatas. Berilah tanda dengan patok pada setiap titik yang didapatkan (lihat Gambar 2). Lakukan terus langkah tersebut hingga tiba pada titik terakhir dari areal lahan kita. Kemudian tarik garis yang menyambungkan titik yang telah dibuat. Sekarang kita sudah menemukan garis lintasan.
Jarak Antar Garis Lintasan
Lakukan langkah membuat garis lintasan seperti di atas untuk membuat lintasan-lintasan dibawahnya. Cobalah membuat beberapa garis lintasan yang mungkin. Ingatlah, semakin dekat batas garis antar lintasan maka peluang untuk erosi berkurang. Juga peluang untuk memproduksi unsur hara dalam bentuk biomassa semakin besar dan memungkinkan tanamanan tumbuh dengan baik.
Lakukan langkah membuat garis lintasan seperti di atas untuk membuat lintasan-lintasan dibawahnya. Cobalah membuat beberapa garis lintasan yang mungkin. Ingatlah, semakin dekat batas garis antar lintasan maka peluang untuk erosi berkurang. Juga peluang untuk memproduksi unsur hara dalam bentuk biomassa semakin besar dan memungkinkan tanamanan tumbuh dengan baik.
Ada 2 kriteria untuk menentukan jarak antar lintasan: garis vertikal
dan garis horizontal. Secara vertikal, sebaiknya garis berikutnya tidak
lebih dari 1 meter dibawahnya untuk mencegah erosi berlebihan. Pada
bagian yang kemiringannya ekstrim atau curam, jaraknya harus lebih
pendek. Sementara itu, pada lahan yang datar, sebaiknya jarak horizontal
antar garis tidak lebih dari 5 meter untuk memaksimalkan manajemen
kesuburan tanah.
Langkah 3. Menyiapkan garis lintasan
Setelah garis-garis lintasan dibuat, selanjutnya lakukan pengolahan
tanah atau pembajakan diantara garis-garis tersebut, bisa dengan bajak
ataupun cangkul. Pengolahan tanah dilakukan memanjang mengikuti alur
garis hingga ke ujung lahan. Lebar setiap areal pembajakan usahakan
sebesar 1 meter. Patok atau pancang akan memandu kita ketika pembajakan.
Tidak usah dipaksakan untuk membajak semua areal diantara garis
lintasan. Sisa-sisa yang tidak terbajak akan berguna sebagai penahan
erosi, karena akan diperuntukan bagi tanaman penyeling.
Garis-garis lintasan yang telah dibuat akan membentuk pola bedengan
atau terasering yang mengikuti kontur permukaan lereng gunung atau lahan
miring. Dengan mengikuti bentuk kontur asli, erosi dan resiko tanah
longsor akibat pengolahan tanah bisa ditekan minimal.
Langkah 4. Menanam tanaman sumber nitrogen
Pada setiap garis lintasan dibuat 2 buah alur pada jarak ½ meter
(lihat gambar 4), sehingga membentuk lintasan yang kita sebut gang.
Tanamlah tanaman sumber nitrogen pada setiap alur gang kemudian tutup
dengan tanah. Salah satu tanaman sumber nitrogen adalah tanaman pagar
leguminosa. Tanaman leguminosa mempunyai kemampuan untuk tumbuh di areal
tandus dan kering. Hal tersebut membuat tanaman ini sangat baik untuk
mengembalikan kesuburan tanah pada perbatasan aliran sungai, areal yang
miring dan areal lain yang sudah gundul. Melalui daun-daun yang jatuh
akan memperkaya dan membuat tanah menjadi subur. Sebagai tambahan,
tanaman leguminosa mampu bersaing dengan rumput-rumput keras, dimana
umumnya tanah-tanah tersebut sudah kehabisan unsur hara karena sistem
pertanian konvensional.
Contoh lain tanaman sumber nitrogen adalah Flemingia macrophylla, Desmodium rensonii, Gliricidia sepium, dan Calliandra calothyrsus. Tumbuhan
terebut contoh yang paling baik dari tumbuhan campuran nitrogen sebagai
pagar tanaman pada pertanian SALT. Tanaman pagar lainnya adalah Indigofera tysmane, Calliandra tetragona, Leucaena luecocephala dan Leucaena diversifolia. Harus juga diingat, kita harus memilih tanaman tumbuhan nitrogen yang cocok dengan iklim dan kondisi tanah.
Langkah 5. Mengolah lahan alternatif gang
Jika kita ingin menanami gang sebelum tumbuhan pelengkap nitrogen
tumbuh dengan baik, olahlah pada gang berselang seling, misalnya gang
ke 2,4,6,8, dan seterusnya. Pengolahan alternatif ini akan mencegah
terjadinya erosi karena gang yang tidak perlu di bajak akan menahan
tanah yang dibajak. Jika tanaman pelengkap nitrogen telah tumbuh dengan
baik maka kita sudah bisa menanami tanaman pada setiap gang.
Langkah 6. Menanam tanam tanaman permanen
Langkah 7. Menanam tanaman berumur pendek dan sedang
Dalam menata lahan miring tanamlah tanaman yang umurnya relatif
pendek atau sedang diantara gang atau antara tanaman permanen.
Tanaman-tanaman ini menjadi sumber makanan sehari-hari atau bisa juga
menjadi sumber pendapatan rutin menunggu tanaman permanen menghasilkan
buah. Adapun contoh tanaman yang umurnya pendek atau sedang adalah
nenas, jahe, kunyit, kacang kedelai, kacang tanah, melon, semangka,
jagung, padi, dan lain-lain. Untuk menghindari tajuk, tanaman yang
pendek harus jauh dari tanaman yang tinggi.
Langkah 8. Merapikan secara rutin tanaman sumber nitrogen
Pangkaslah tanaman campuran nitrogen secara teratur sekali dalam
sebulan dengan tinggi 1 atau 1,5 meter dari tanah. Biarkan
potongan-potongan daun dan tangkai di atas permukaan tanaman produksi.
Hal ini sangat penting untuk mencegah air hujan yang jatuh.
Potongan-potongan tanaman campuran nitrogen yang sudah dipangkas ini
juga akan sangat bagus sebagai pupuk organik untuk tanaman permamen
maupun tanaman yang berumur pendek. Dengan jalan ini maka secara
otomatis kebutuhan pupuk komersial bisa dikurangi.
Langkah 9. Menerapkan rotasi tanaman
Jalan yang paling baik untuk melakukan rotasi tanaman adalah menanam
tanaman serealia (gandum-ganduman) seperti jagung dan padi. Setelah itu
tanaman akar seperti ubi, ubi rambat, kentang, wortel, dan lain-lain.
Setelah itu tanaman kacang-kacangan seperti kacang panjang, buncis,
kacang tanah, kacang kedelai, dan lain-lain. Setelah itu tanaman buah
seperti cabai, melon, semangka, timun, terung, dan lain-lain. Dengan
jalan ini pula, kesuburan tanah terpelihara dengan baik dan mata rantai
hama juga bisa terputus.
Langkah 10. Membangun teras hijauan
Langkah terakhir dalam menata lahan miring yaitu mencegah erosi. Hal
yang perlu dilakukan adalah merawat tanaman pagar agar tetap tumbuh
lebat dan sehat. Adalah hal yang umum bila kita melihat jerami,
tangkai-tangkai kayu, ranting-ranting, dahan-dahan, daun-daun,
batu-batuan disekitar tumbuhan pelengkap nitrogen pada pertanian dengan
sistem SALT. Jika kita merawatnya dengan baik, maka semakin lama
tumbuhan pelengkap nitrogen bekerja dengan baik. Areal juga akan
kelihatan hijau dan indah. Perpaduan seni, keindahan, alam yang lestari
serta panen yang berlimpah akan terwujud dengan teknik SALT ini.
Sumber: Asian Rural Life Development Foundation